Jawa Pos

Stop Miras usai Mengucap Kalimat Syahadat

Mengucap dua kalimat syahadat dan menjadi seorang muslim adalah momen yang tidak akan pernah terlupakan bagi Junaidi. Dia sekeluarga berikrar masuk Islam setelah terombang-ambing dalam kebimbanga­n.

-

SENIN malam (19/6) rumah sederhana itu tam pak lengang. Jawa Pos yang berkunjung pukul 21.00 berulang-ulang mengetuk pintu rumah tersebut. Baru pada ketukan kelima sang pemilik rumah membuka pintunya.

’’Maaf, Mas, keti duran. Badan capek sekali,’’ ujar Junaidi, sang penghuni rumah.

Dia tinggal di Dusun Medangan, Desa Metatu, Kecamatan Benjeng. Di kontrakan yang atapnya banyak yang bocor itu, dia tinggal bersama istrinya, Siti Aminah, 30, dan dua anaknya, Hana Lestari, 12, dan Anugerah Perantaoan, 9. Sebelumnya, Jawa Pos janjian untuk bertemu dengan Junaidi Senin malam.

Junaidi adalah seorang mualaf. Dia mengucapka­n dua kalimat syahadat pada 3 Juni tahun lalu. Ikrar itu diucapkan langsung di hadapan Wakil Bupati (Wabup) M. Qosim dengan disaksikan ratusan jamaah pengajian. ’’Ini sebuah perjalanan spiritual. Sekarang kami sudah mantap menjadi muslim,’’ tutur Junaidi, kemudian tersenyum.

Perjuangan Junaidi dan keluargany­a dalam menemukan hidayah berawal dari pergulatan batin yang cukup lama. Itu dirasakan saat Junaidi meninggalk­an kampung halamannya di Medan. Pada 2013 dia memboyong istri dan anaknya ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Di tanah rantau, Junaidi berharap mendapat kehidupan yang lebih baik.

Karena pendidikan­nya hanya SMP, Junaidi di Pontianak bekerja sebagai buruh di kebun kelapa sawit. Dia sesekali bertugas mencatat jumlah sawit yang dipanen.

Karena pendapatan­nya kurang, pada 2015 dia berpindah tempat. Tujuannya Sampit, Kalimantan Selatan (Kalsel). Di sana dia bekerja di kebun kelapa sawit. Karena hanya buruh kasar, gajinya pun tidak seberapa. ’’Hanya cukup untuk makan sehari-hari. Padahal, saya juga mikir anak-anak,’’ ungkapnya.

Maret 2014 dia ngobrol dengan sesama buruh kelapa sawit bernama Sugeng. Sugeng bermaksud pulang kampung ke Desa Metatu, Kabupaten Gresik. Sugeng pun mengajak Junaidi untuk ikut serta. Harapannya, dia bisa mencari pekerjaan yang lebih baik di Gresik.

April 2016 Junaidi dan keluarga tiba di Gresik. Karena tidak punya famili dan kenalan lain, dia terpaksa menumpang di rumah orang tua Sugeng di Dusun Medangan, Metatu. Mereka numpang hingga tiga bulan lamanya. ’’Malu sekali rasanya (menumpang, Red). Kami berusaha bagaimana caranya tidak lagi,’’ ucap Siti Aminah.

Lambat laun Junaidi mendapat pekerjaan. Dia bekerja sebagai kuli angkut beras di sebuah gudang beras di Metatu. Pekerjaan itu dilakoni hingga sekarang. Setelah ada penghasila­n, mereka langsung mengontrak rumah yang kini ditinggali di Dusun Medangan. ’’Di sini kami memutuskan masuk Islam,’’ tutur Siti Aminah.

Junaidi sekeluarga diantar tokoh masyarakat setempat mengucap dua kalimat syahadat di hadapan Wabup M. Qosim. Setelah berhasil membaca syahadat, hatinya pun plong. ’’Sekarang hati terasa lebih damai. Bekerja juga tenang,” ungkapnya.

Hana Lestari, anak sulungnya, langsung sekolah di MI Mambaul Huda, Metatu. Sejak menjadi muslim, salah satu kebiasaan buruk yang dihilangka­n adalah minum-minuman keras. Bahkan, saat masih di Medan dia pernah memakai narkoba. Untung, Junaidi tidak sampai kecanduan.

Tahun ini adalah Ramadan kedua bagi keluarga Junaidi. Mereka sekeluarga selalu berpuasa. Junaidi rutin menjalanka­n rukun Islam ketiga itu meski dengan kondisi yang sangat berat. Pekerjaan sehari-hari yang sangat menguras tenaga tidak menjadi halangan. ’’Namanya orang baru puasa ya. Lapar dan haus pasti. Membayangk­an tidak makan dan minum seharian rasanya berat sekali,’’ papar pria 32 tahun tersebut. (mar/c15/dio)

 ?? UMAR WIRAHADI/JAWA POS ?? numpang
UMAR WIRAHADI/JAWA POS numpang

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia