Jawa Pos

Duta Daftar Sekolah dengan Uang Receh

Dari Keluarga Sederhana, Hasil Menabung sejak SD

-

MAGELANG – Eka Duta Prasetya mendadak menjadi bahan perbincang­an luas. Lulusan MTs Negeri Kota Magelang itu tidak ingin merepotkan orang tua saat mendaftar sekolah di MAN 1 Kota Magelang. Dia membayar biaya pendidikan Rp 1 juta dengan menggunaka­n uang receh hasil tabungan sendiri sejak empat tahun lalu.

Hampir setiap hari dia menyisihka­n uang sakunya untuk ditabung. ’’Sehari bisa nabung Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu dari menyisihka­n uang saku,’’ ujar Duta saat ditemui di rumah kontrakann­ya di Griya Purna Bhakti Indah (PBI) RT 5, RW 9, Desa Ngadirojo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, kemarin (21/6).

Semasa bersekolah di MTs, dia dibekali uang saku Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu. Duit itu nyaris utuh karena dia membawa bekal makanan yang dimasak sang nenek ke sekolah. Duta juga tidak perlu mengeluark­an uang untuk transporta­si karena dari rumah selalu mengayuh sepeda ke sekolah yang berjarak lebih dari 20 kilometer.

Tabungan uang receh sejak SD itu dibethok ketika dia lulus MTs. ’’Awalnya saya nabung untuk membeli laptop atau komputer. Rencananya buat belajar,’’ tutur Duta.

Namun, dia ikhlas menyingkir­kan mimpi tersebut. Kebutuhan akan biaya pendidikan lebih mendesak. Penghasila­n ayahnya yang sehari-hari sebagai tukang parkir di RST (Rumah Sakit Tentara) dr Soedjono), Magelang, tidak mencukupi untuk biaya sekolah. Hasil dari parkir sehari sekitar Rp 40 ribu. Itu pun dibelanjak­an juga untuk kebutuhan yang lain.

Tabungan itu akhirnya diambil untuk membayar biaya pendidikan, khususnya membeli seragam sekolah. Uang receh Rp 1 juta itu dibawa ke sekolah dengan dibungkus plastik. Sebelum dibayarkan, uang tersebut sebenarnya akan ditukar terlebih dahulu di tetangga, tetapi tidak ada.

Duta merupakan anak pasangan Agung Prasojo, 42, dan Tutik, 37. Ketika berusia sekitar 3 tahun, dia ditinggal ibunya bekerja di luar negeri sebagai TKW. Akhirnya Duta diasuh nenek dan ayahnya hingga sekarang. Terlebih, orang tuanya kemudian berpisah.

’’Duta itu anaknya tidak neko-neko. Kalau saya sakit, dia yang mengurus rumah. Ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di RST. Jadi, dia yang mencuci piring, juga memasak nasi,’’ tutur Sutiyah yang sejak lama menderita diabetes dan sering opname di rumah sakit. Bila sang nenek opname di rumah sakit, Duta yang harus menjaganya. Termasuk belajar di rumah sakit pun dilakukan.

Selama menabung hampir empat tahun, uang Duta terkadang terpotong untuk kebutuhan mendesak lainnya. Misalnya, untuk biaya perjalanan ketika neneknya berobat. Keluarga Duta terkadang juga telat membayar tagihan air karena minimnya dana. Bahkan, kabarnya, kontrakan mereka pada tahun ini sudah tidak bisa diperpanja­ng karena hendak dijual oleh pemilik.

Kegigihan Duta yang layak menjadi duta pendidikan anak bangsa itu menuai simpati. MAN 1 Kota Magelang membebaska­n biaya sekolah Duta. ’’Uang itu kami kembalikan dalam bentuk tabungan di BRI. Bahkan, dia mendapat prioritas bila nanti menabung,’’ ungkap Agung Dwi Lasmono, staf tata usaha MAN 1 Kota Magelang yang mengurus administra­si Duta.

Kemarin dia mengajak bocah yang rajin salat Tahajud itu ke bank untuk menyimpan uangnya. Tidak sampai hitungan jam, rekening tabunganny­a sudah bertambah lebih dari Rp 2 juta yang ditransfer dari donatur yang bersimpati dengannya. (lis/adi daya/c4/ami)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia