Jawa Pos

Sang Ibu Ingin Sekali Gantikan Sakit Anaknya

Kelainan autoimun yang berdampak terhadap rendahnya jumlah trombosit membuat penderitan­ya mudah mengalami pendarahan hebat. Penderitaa­n itu pula yang dialami bocah 9 tahun di RSUD dr Soetomo.

-

DENGAN kondisi kepala dibebat perban, Hanif Aufa Zaim berjalanja­lan di lorong ruang bedah H RSUD dr Soetomo Selasa (20/6). Tujuannya tentu mengusir kebosanan daripada terus-menerus berbaring di tempat tidur. Ya, sejak akhir April lalu bocah sembilan tahun itu menginap di rumah sakit milik Pemprov Jawa Timur tersebut. Tiga bulan belakangan ini dia harus berpisah dengan saudaranya di Kediri demi kesembuhan penyakit yang diderita.

Sehari-hari Hanif yang bertubuh gemuk itu selalu ditunggui sang ibu, Nani Sri Hematulmau­la. Dia tidak ingin terpisah dengan ibunya. Sekali waktu tangan Nani menggengga­m erat tangan putranya itu. Dia sedang memberikan semangat. Senyum Hanif pun seketika terkembang ketika ibunya bercerita saatsaat tinggal di Kediri.

Di balik perban Hanif, saat ini ada luka yang diupayakan penyembuha­nnya oleh tim dokter

Luka di kening sebelah kanan itu semula terbentuk akibat terbentur. ’’Ketika itu Hanif jatuh. Di pipi ada luka dan bagian keningnya benjol,’’ kata Nani.

Hari demi hari benjolan yang semula kecil berubah menjadi besar. Daerah sekitar luka pun gosong. Pada awal masuk rumah sakit di kawasan Karang Menjangan itu, memar mencapai bawah mata kanannya. Kondisinya mirip orang yang habis dipukuli. Bahkan, benjolan di kepala membesar hingga segenggama­n orang dewasa. ’’Saya yang melihat sampai tidak tega. Kalau bisa, saya saja yang sakit,’’ ucap perempuan 32 tahun tersebut.

Benjolan di kepala itu pun pecah. Seperti jerawat yang sudah matang. Sayangnya, darah tidak mau berhenti. Bahkan, Hanif sempat tidak sadarkan diri. Melihat itu, perasaan Nani dan Abdul Rahim, ayah Hanif, seperti dikoyak. Dia heran mengapa anaknya mengalami penderitaa­n semacam itu. Padahal, sebelumnya Hanif baik-baik saja.

Yang kerap terjadi, pendarahan tersebut begitu berle- bihan dan tidak bisa berhenti cepat. Nani pun kerap panik menghadapi­nya. ’’Waktu pertama tahu itu ya takut. Kok bisa keluar darahnya,’’ tuturnya.

Setelah diperiksa mendalam oleh tim dokter, Hanif tampaknya mengalami ITP. Yakni, kelainan autoimun yang berdampak pada trombosit. Kondisi itu pula yang membuat Hanif mudah mengalami memar atau berdarah. Apalagi kalau dia stres.

Pendarahan yang berlebihan tersebut disebabkan trombosit yang rendah. Padahal, selama ini keping darah merah itu membantu membekukan darah saat terjadi pendarahan.

Hingga kini, penyebab ITP Hanif belum diketahui. Belum ditentukan pula apa yang menyebabka­n sistem kekebalan tubuh Hanif justru menyerang trombositn­ya. Yang pasti, belum pernah ada keluarga yang mengalami kondisi itu. Kejadian yang dialami Hanif pun cukup jarang. Kebanyakan ITP dialami perempuan dan dewasa.

Nani menceritak­an, saat bayi Hanif sering mimisan. Nani semula tidak curiga dengan keadaan putranya. Dia mengira pendarahan itu hanya disebabkan ke- capekan. Saat usianya menginjak dua tahun, mimisan tersebut kian menjadi-jadi. Bayangkan, darah tidak saja keluar dari hidung, tetapi juga telinga, gusi, hingga fesesnya.

Dokter di Kediri waktu itu sempat menduga bahwa Hanif mengalami demam berdarah. Tes darah pun dilakukan. Diagnosis dipastikan bahwa Hanif mengalami ITP. Itulah yang kemudian membuatnya dirujuk ke RSUD dr Soetomo. ’’Di sini (RSUD dr Soetomo, Red) juga dilakukan periksa darah dan cek sumsum tulang belakang,’’ ungkap ibu dua anak tersebut.

Sejak itu Nani fokus merawat anaknya. Sejak usia dua tahun, Hanif menjadi lebih gampang sakit. Kalau sudah luka, butuh perhatian ekstra. ’’Sudah sering ke RSUD dr Soetomo juga,’’ paparnya.

Namun, sakit Hanif kali ini terbilang parah. Darah setiap waktu merembes di kain kasa yang membalut kepalanya. Setelah tiga hingga empat jam diganti, kain yang semula putih akan memerah. Wajahnya yang membiru bukan hanya di mata kanan. Tetapi juga merembet ke mata kiri. ’’Dokter mengatakan harus operasi dengan mengambil kulit dari paha untuk menggantik­an yang di kepala,’’ ucapnya.

Operasi itu cukup berisiko. Sebab, akan timbul bekas luka baru di paha. Nani khawatir luka baru tersebut malah susah mengering. Namun, operasi itu merupakan jalan satu-satunya yang harus dilalui. Selain itu, biaya yang dikeluarka­n tidak murah. ’’Saya dikasih tahu untuk satu kantong trombosit buatan membutuhka­n dana sekitar Rp 3,5 juta,’’ ungkapnya. Biaya tersebut tentu berat. Apalagi, Abdul hanya bekerja sebagai penjual sempol yang dijajakan keliling ke sekolah-sekolah.

Meski begitu, kesembuhan tetap harus diraih. Orang tua Hanif berusaha meminta bantuan suadara dan kerabat. Tabungan yang tidak besar pun disiapkan. Selama di rumah sakit Nani harus ngirit. Misalnya, makan. Dia hanya makan dua kali sehari. Itu pun dengan lauk seadanya.

Kasih orang tua memang sepanjang hayat. Mereka akan melakukan apa pun demi Hanif sehat kembali. Nani dan Abdul hanya punya satu harapan: operasi Hanif lancar dan akan pulang setelah Lebaran. (*/c15/git)

 ?? FERLYNDA/JAWA POS ??
FERLYNDA/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia