TERBIASA TERSENYUM SAAT HADAPI PKL
Satpol PP memiliki personel perempuan yang diberi tugas khusus. Salah satunya, menjadi garda depan ketika menghadapi demonstran ataupun pedagang kaki lima (PKL). Berikut cerita Evi Yuanita Anggraini, Regina Dwi Zain, dan Khusnul Afifa selama bertugas.
SOSOK Evi Yuanita Anggraini kerap dijumpai di sekitar kawasan Gading Fajar. Dia termasuk salah seorang petugas yang berperan dalam penertiban PKL di wilayah tersebut. Misalnya, yang terlihat Selasa (13/6). Evi bersama dua temannya mendatangi satu per satu PKL yang masih berjualan di wilayah tersebut.
Berbekal kertas dan bolpoin, Evi mendata identitas para PKL yang mangkal di sana. Saat itu tidak jarang Evi mendapat perlakuan tidak ramah. Misalnya, pedagang tidak mau ditanya mengenai identitasnya.
’’Pintar-pintarnya kita mendekati mereka,’’ katanya. ”Harus senyum kalau menghadapi PKL,” lanjutnya. Jurus tersebut terbilang sukses. Perempuan 23 tahun itu berhasil mendapatkan identitas lengkap pedagang tersebut.
Evi sudah tiga tahun bergabung dengan satpol PP. Pekerjaan yang dulu tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya. Lulus SMA PGRI 2 Sidoarjo, dia mengetahui ada lowongan pekerjaan tersebut dari calon suaminya.
Dia pun menolak mentah-mentah tawaran tersebut. Evi berpendapat, menjadi petugas satpol PP itu pekerjaan berat. ’’Kalau di TV atau koran, kan satpol PP itu yang biasanya menggusur bangunan liar. Menertibkan PKL,’’ ucapnya. ’’Itu kan pekerjaan laki-laki. Kok rasanya saya tidak sanggup,’’ imbuhnya.
Namun, calon suaminya terus memberikan motivasi dan pengetahuan bahwa satpol PP tidak harus beradu fisik dengan para pelanggar perda. Namun, petugas satpol PP juga bisa menjadi negosiator ulung agar pedagang tidak berjualan di tempat terlarang. ”Saya sempat berkonsultasi dengan orang tua. Mereka hanya pasrah, bergantung saya,” jelasnya.
Akhir Desember 2013, dia memutuskan mendaftar. Tes dilaksanakan di gedung Diklat Sidoarjo, Jalan Majapahit. Evi menjalani tiga tes, yakni kesehatan, tulis, serta wawancara. Hasilnya, dia dinyatakan lolos pada awal Januari 2014. ”Diterima kerja bertepatan dengan ulang tahun saya. Jadi, ini hadiah ulang tahun juga,” paparnya.
Dia mengatakan, ada satu trik yang selalu dilakukannya untuk menghadapi kawanan orang yang protes. Yakni, tersenyum. Menurut Evi, orang yang marah ibarat api. ”Kami bertugas menjadi es. Mendinginkannya,” lanjutnya.
Namun, ada kalanya Evi kehilangan kesabaran. Yakni, ketika menertibkan Pasar Sono, Buduran. Saat itu ada sebuah warung kopi yang dibongkar. Tampak ada orang yang tidak terima dengan pembongkaran tersebut. ”Saya diteriaki awas ada gembluk (PSK, Red). Saya sangat marah waktu itu. Untung, ada temanteman yang mengingatkan saya” ujar istri Soif tersebut. (aph/c7/ai)