Jawa Pos

Inseminasi Gagal Dua Kali, Minta Suami Nikah Lagi

-

Sembilan tahun belum dapat keturunan, Adi Wisnugraha dan Siti Maimunah sudah hampir pasrah. Keinginan punya anak mulai dilupakan. Selepas salat Tahajud pada suatu malam, sang istri mengaku hamil. Benarkah?

KISAH Nabi Zakaria AS mewarnai rumah tangga Adi Wisnugraha dan Siti Maimunah. Rasul yang diutus Allah SWT untuk Bani Israil itu merasakan belum punya anak saat usianya sudah hampir 100 tahun. Kesabarann­ya diuji. Berkat doa Nabi Zakaria yang tidak pernah putus, pada akhirnya Allah SWT mengarunia­kan seorang putra.

”Cerita itu saya dengar di pengajian. Selalu saya ingat,” ucap Didit, sapaan Adi Wisnugraha, kepada Jawa Pos di rumahnya, kawasan Perumahan Alam Bukit Raya. Bagi Didit dan Imun, sapaan Maimunah, kisah sang nabi benar-benar menginspir­asi mereka untuk bersabar.

”Waktu itu (pada 2012, Red) saya sembilan tahun menunggu anak. Insya Allah bisa sabar,” ungkapnya.

Didit dan Imun menikah pada 13 September 2003. Setahun, dua tahun, tiga tahun setelah ijab kabul, tidak ada tanda-tanda mereka akan punya anak. Ibu Didit bertanya-tanya. Mertua Imun itu pun meminta sang menantu memeriksak­an diri ke dokter. Bersama suami, Imun mengurus program kehamilan secara medis.

”Kata dokter, rahim saya normal,” ungkap Imun. Namun, ada kelainan pada sperma Didit. Lelaki 43 tahun yang juga ketua Majelis Pertimbang­an Daerah DPD PKS Gresik tersebut divonis sulit punya keturunan. Kecewa, tentu saja.

Meski demikian, mereka tidak saling menyalahka­n. Justru tetap sepakat berjuang bersama. Didit dan Imun berkelilin­g ke seluruh Jawa Timur untuk menjemput takdir. Mulai Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, hingga kota-kota lain.

Program yang diikuti pasutri itu pun beragam. Setiap kali mendengar ada dokter yang ”ampuh” soal kehamilan, mereka datang. Pengobatan alternatif dan terapi pijat juga dilakukan. Sebagian bahkan dipanggil datang ke rumah. Metode dokter dan dukun pijat berbeda-beda.

Kadang malah ada dokter yang aneh. ”Jelas-jelas menurut medis suami yang ada masalah, kok malah saya yang diobati,” tutur Imun yang kini berusia 44 tahun, lantas tersenyum. Dia juga disarankan minum vitamin E bertahunta­hun. Urusan ranjang pun diatur. Namun, Didit dan Imun menganggap semua merupakan ikhtiar.

Keinginan punya momongan rasanya sudah tidak terbendung. Didit dan Imun sepakat melakukan adopsi. Niat itu bersambut. Imun dan Didit mendengar ada seorang siswi SMA yang hamil di luar nikah. Mereka segera mendatangi keluarga itu. Semua setuju.

Setelah lahir, si bayi akan diserahkan untuk dirawat Didit dan Imun. Pasutri tersebut rajin membelikan susu sampai membiayai pemeriksaa­n kehamilan si gadis. Ibu dan bayinya tumbuh sehat. Bayi lahir selamat. Dia cantik dan montok. Belakangan, siswi SMA itu mendadak tidak rela putrinya diadopsi. Didit dan Imun hanya bisa pasrah. Mereka ikhlas.

Putus asa? Tidak. Didit dan Imun memutuskan ikut program inseminasi. Mereka datang ke seorang dokter di Surabaya pada pertengaha­n 2012. Dokter tersebut sempat menyaranka­n Imun dan Didit untuk lansung ikut program bayi tabung saja. Sebab, peluang inseminasi tetap kecil. Risiko gagal justru besar. Namun, pasutri tersebut menolak.

’’Soalnya kalau bayi tabung, keuangan saya waktu itu belum siap,’’ tutur Didit. Program inseminasi dilakukan. Agar maksimal, Didit sangat ketat mengawasi istrinya. Imun dilarang banyak beraktivit­as. Perempuan itu hanya beristirah­at dan bekerja di rumah. Apa hasilnya? Ternyata tetap nihil. Imun gagal hamil.

Mereka mencobanya sekali lagi. Program inseminasi kedua dilakukan pada 25 Desember 2012. Lagi-lagi, program itu berakhir kecewa. Sang istri mulai goyah. Imun sering menangis tersedu-sedu. Sebagai istri, dia merasa tidak berguna karena tak mampu memberikan keturunan.

”Saya minta suami nikah lagi supaya punya calon generasi,” ungkap Imun. Namun, permintaan tersebut ditolak Didit. Keduanya solid mempertaha­nkan rumah tangga mereka. Sejak itu, soal anak mulai tidak dipikirkan. Pasutri tersebut lantas menghabisk­an waktu dengan bekerja dan jalan-jalan.

Sampai pada pertengaha­n Januari 2013, Imun merasakan kajanggala­n. Dia terlambat datang bulan. Tentu saja, harapan muncul setelah sekitar sembilan tahun menikah. Dia diam-diam mengecek kondisi rahimnya dengan alat tes kehamilan.

”Setelah salat malam, saya langsung lihat,” ungkap Imun. Hasilnya positif.

Imun lalu memberi tahu suaminya. Sama, Didit juga tidak yakin. Dia justru mengangap alat pengetes kehamilan itu rusak. Mereka pun cepat-cepat periksa ke dokter. Tangis Imun dan Didit pecah begitu dokter membenarka­n kehamilan tersebut. Setelah lahir anak laki-laki, mereka menamainya Fayyadh Zhafri Nugraha. ”Doa dan kesabaran kami benar-benar barokah,” ungkap Didit. Fayyad kini sudah berusia 4 tahun. Rumah mereka bagai bersinar. (eko hendri/c7/roz)

 ?? EKO HENDRI/JAWA POS ?? INGIN TAMBAH: Adi Wisnugraha menggendon­g Fayyadh Zhafri Nugraha didampingi Siti Maimunah.
EKO HENDRI/JAWA POS INGIN TAMBAH: Adi Wisnugraha menggendon­g Fayyadh Zhafri Nugraha didampingi Siti Maimunah.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia