PPDB Offline Dinilai Tidak Transparan
SURABAYA – Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jenjang SMA menuai tanggapan berbagai pihak. Mayoritas berpendapat bahwa sistem itu belum siap diterapkan pada PPDB tahun pelajaran 2017–2018.
Keberatan atas sistem zonasi PPDB SMA tersebut disampaikan Ketua Posko Pendampingan PPDB Garda Muda Bibit Unggul (GMBU) Kota Surabaya Ikhlasul Amal
Menurut dia, sistem zonasi sering tidak menguntungkan siswa dan wali murid. Sistem zonasi tidak bisa mempermudah siswa untuk mendapatkan sekolah yang dekat tempat tinggal.
Kecamatan Tegalsari yang ditempatkan pada zona 2, misalnya. Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim menempatkan SMAN 10, SMAN 15, SMAN 21, dan SMAN 18 pada zona tersebut. ’’Nah, mayoritas pilihan itu sebenarnya memiliki jarak cukup jauh dengan Kecamatan Tegalsari,’’ terangnya.
Mekanisme zonasi tersebut juga sering kali berubah-ubah tanpa kejelasan. Yang jelas, dia bersama tim posko PPDB sering menerima keluhan dari wali murid.
Bukan hanya pada sistem PPDB online, pelaksanaan PPDB sistem offline yang meliputi jalur bidikmisi, mitra warga, dan prestasi juga menuai banyak kritik wali murid. Terutama pada sistem seleksi yang dinilai tidak transparan. Saat pengumuman jalur tersebut pada 17 Juni, banyak sekolah yang tidak menyertakan nilai dan prestasi siswa yang dinyatakan lolos seleksi. Sekolah hanya mencantumkan nama dan nomor ujian siswa.
Sementara itu, ketika dimintai konfirmasi soal seleksi jalur offline tersebut, sekolah tidak memberikan jawaban secara jelas. ’’Kondisi itu membuat banyak wali murid yang kesal. Sebab, sebagian di antara mereka yakin putranya sebenarnya lebih layak lolos,’’ tutur mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) tersebut.
Lasul, sapaan Ikhlasul Amal, mengungkapkan bahwa GMBU telah melayangkan surat kepada Ombudsman Jawa Timur. Keputusan pelaporan itu dilakukan agar dispendik dan sekolah dapat menjelaskan secara terbuka sistem PPDB jalur offline tersebut.
Ketua Ombudsman RI Jatim Agus Widiyarta menyatakan sudah merespons laporan itu dan membenarkan adanya pelaporan PPDB oleh GMBU. Laporan tersebut telah direspons Ombudsman dengan melakukan kunjungan ke kantor Dispendik Jatim Cabang Surabaya.
Berdasar hasil pertemuan itu, Ombudsman meminta dispendik turut mengontrol mekanisme seleksi sistem offline yang selama ini diserahkan sekolah. Sebab, meski seleksi dilakukan sekolah, dispendik sebagai perancang sistem tersebut harus bertanggung jawab. Termasuk mengontrol sistem tetap transparan.
Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Akh. Muzakki mengapresiasi berbagai masukan warga terkait dengan pelaksanaan PPDB Jawa Timur. Sebab, tahun ini merupakan tahun pertama pelaksanaan PPDB SMA/SMK di bawah naungan Jawa Timur. Tidak heran jika ada ketidaksempurnaan dalam pelak- sanaannya. ’’Perlu diapresiasi masukan warga karena ada partisipasi aktif dari masyarakat,’’ katanya.
Muzakki menjelaskan, zonasi yang diterapkan Dispendik Jatim juga mengacu pada kebijakan pusat. Namun, dia mengakui, ke depan pelaksanaan PPDB memang harus lebih transparan dan akuntabel. ’’Bagian dari penyempurnaan semua pihak,’’ ujarnya.
Agar lebih merata, anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Anshori mengusulkan sistem zonasi bisa dibuat menjadi rayonisasi. Lingkup zonasi, jelas dia, lebih luas. Yakni, terdiri atas lima wilayah Surabaya yang masing-masing meliputi 4–5 sekolah. Untuk rayonisasi, lingkupnya bisa lebih kecil dan merata. Rayonisasi bisa terdiri atas 8–10 rayon yang masing-masing meliputi 2–3 sekolah. ’’Kalau rayonisasi, masyarakat lebih punya pilihan dekat rumah sekaligus sekolah yang diinginkan,’’ ungkapnya.