Jawa Pos

Mulai Turki Usmani sampai Moskow

-

JONO, salah seorang marbot di Masjid Besar Al Karomah di Jalan Raya Buduran, tampak sibuk. Dengan tangkas, dia naik ke bagian atas beduk. Ukuran beduk tersebut memang sangat besar sehingga bisa ”ditunggang­i”. Jono mengelapny­a dengan telaten. Setelah itu, giliran kentongan kayu setinggi manusia dewasa yang dibersihka­n.

Sehari-hari Jono bersama dua rekannya, Hidayat dan Kartono, bertugas merawat beberapa perlengkap­an masjid agar selalu bersih. Hidayat kebagian tugas mengepel lantai. Tak ketinggala­n, lantai di bawah menara.

”Dari dulu masjidnya sudah seluas ini. Tapi, belum dibangun (tembok, Red) semua. Yang utama ya ruang tengah itu,” kata Hidayat kemarin (22/6).

Pria yang akrab disapa Gus Dayat oleh para jamaah itu sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi marbot di masjid tersebut. Menurut dia, renovasi terakhir berjalan bertahap selama 10 tahun. ”Nah, waktu mau bangun menara sama kubah utama itu, petugas takmir berkumpul. Rembukan modelnya bagaimana,” kenang Dayat.

Hasilnya, dipilihlah model menara dengan bagian atas meruncing. Seperti kerucut. Tampak ramping. Model tersebut mengadopsi menara masjid pada era Dinasti Turki Usmani. ”Kadang ya orangorang foto menara. Background- nya menara begitu,” kata Hidayat.

Tak sedikit warga yang datang sebelum magrib untuk mengikuti kajian di masjid sekaligus berfoto ria. Pengurus masjid tidak keberatan sepanjang dilakukan dengan sopan.

Sekretaris Takmir Masjid Besar Al Karomah Abdul Fattah menceritak­an awal mula pendirian masjid tersebut. ’’Masjid ini didirikan Kiai Muhammad Abbas,’’ katanya. Bangunan masjid itu berdiri sejak 94 tahun lalu. Yakni, pada 1923. Sejak itu, masjid yang dibalut warna emas tersebut mengalami tiga kali pemugaran besar. ’’Pertama pada 1964. Nah, yang terakhir pada 2001,’’ jelas Abdul.

Enam tahun setelah dipugar kali terakhir atau pada 2007, masjid megah dengan kubah utama berbentuk layaknya stupa Candi Borobudur itu benar-benar tampil baru. ’’ Tapi, tidak ada peresmian karena penasihat utama mengatakan tidak boleh ada peresmian,’’ imbuh Abdul.

Pembanguna­n tersebut bisa berjalan lantaran dukungan warga Desa Buduran. Menurut Abdul, hampir 95 persen dana pembanguna­n berasal dari masyarakat desa. Mereka mengumpulk­an sedikit demi sedikit dana pembanguna­n masjid yang kini bisa menampung 1.500 jamaah itu. ’’Masjid ini juga pernah difoto-foto buat masuk cover album kasidah,’’ ujar Abdul, lantas tersenyum.

Menara Masjid Raya Tebel yang berwarna hijau juga istimewa. Ada kubah kecil di bagian tengah dengan empat warn a sekaligus. Hijau, biru, kuning, dan oranye. Bergaya ala Moskow di Eropa Timur.

 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ?? TAMPAK MEGAH: Kubah utama Masjid Besar Al Karomah diapit dua menara kembar berbentuk kerucut.
ANGGER BONDAN/JAWA POS TAMPAK MEGAH: Kubah utama Masjid Besar Al Karomah diapit dua menara kembar berbentuk kerucut.
 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ?? DOMINASI HIJAU: Menara Masjid Al Hikmah di Raya Tebel yang dicat dengan kombinasi menarik empat warna.
ANGGER BONDAN/JAWA POS DOMINASI HIJAU: Menara Masjid Al Hikmah di Raya Tebel yang dicat dengan kombinasi menarik empat warna.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia