Jawa Pos

Belajar Nrimo, Pasrah, dan Sabar

Setelah memeluk Islam sejak 1998, ibadah Nursinta Netty masih jauh dari sempurna. Namun, penyakit vertigo mengubahny­a menjadi perempuan yang bisa mengontrol emosi dan egoisme.

-

SIANG itu pada Mei 2016, Nursinta Netty tengah asyik menonton acara televisi. Dia sempat melontarka­n komentar pada acara televisi yang hanya itu-itu saja setiap hari. Tibatiba, dia merasakan sakit kepala di bagian sebelah kanan.

Rasa nyeri kepala luar biasa dibarengi rasa panas yang menjalar di bagian perut. Netty juga mengalami muntah darah hingga sepuluh kali. ’’Sebetulnya tanda-tanda sakit kepala itu dirasakan sejak 2014. Tapi, saya biarkan,’’ ujarnya saat ditemui di rumahnya dikawasan Perumahan Pongangan Indah kemarin (22/6). Melihat kondisi tersebut, keluargany­a membawa Netty ke rumah sakit. ’’Suami saya udah takut. Anak saya nangis. Sebab, pas waktu dibawa ke Rumah Sakit Petrokimia, muka saya membiru. Badan juga dingin,’’ katanya. Beberapa sanak saudara yang ikut menemani di RS pun membacakan serangkaia­n doa. Dia bisa mendengar segala kekhawatir­an yang terlontar meski tidak kuasa membuka mata. ’’ Nggak kuat buka mata waktu itu. Sebab, kalau mata ini dibuka, rasanya kayak lagi terombang-ambing di tengah ombak. Takut mual dan muntah darah lagi. Akhirnya, saya merem,’’ ucapnya.

Setelah tujuh hari diopname di RS, kondisi Netty akhirnya pulih. Setelah menderita sakit, Netty belajar banyak hal. Dia bertekad memperbaik­i diri. Dia pelan-pelan belajar menghilang­kan sifat-sifat buruk yang selama ini bersemayam kuat dalam dirinya. Misalnya, egoisme dan emosi yang kadarnya berlebihan. ’’Saya itu dulu orangnya perfeksion­is banget. Semua harus berjalan sempurna. Semua harus rapi, licin, bersih, dan diletakkan sesuai dengan tempatnya,’’ jelasnya.

Saat ini Netty masih rutin memeriksak­an diri ke dokter dan berusaha menyembuhk­an dirinya sendiri. Dengan begitu, dia tidak terus-menerus bergantung pada obatobatan. Dia memberikan sugesti positif kepada dirinya bahwa kondisinya sehat dan baik-baik saja. Sang suami, Nurlaksana, juga memintanya berpikir yang lebih santai dan rileks. ’’Intinya, saya belajar nrimo, pasrah, dan sabar. Ternyata seperti itu lebih enak ya rasanya,’’ tutur mantan manajer lapangan di salah satu perusahaan tambang tersebut.

 ?? NURUL KOMARIYAH/JAWA POS ?? PERFEKSION­IS: Nursinta Netty.
NURUL KOMARIYAH/JAWA POS PERFEKSION­IS: Nursinta Netty.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia