Jawa Pos

Meramal Wabah Demam Berdarah

-

BELAKANGAN ini cuaca di Indonesia sering tidak menentu. Kerap kali terjadi hujan lebat disertai angin kencang pada malam hari meski pada siang cuaca cerah dan cukup terik.

Meski pada Juni–Juli masuk musim kemarau, ada kalanya hari-hari disertai curah hujan meningkat meski terjadi jeda. Dua atau tiga hari semacam pengumpula­n energi panas. Pada hari berikutnya, mungkin hari ketiga, uap air dan energi untuk pertumbuha­n awan cukup banyak. Dan, sebelum turun hujan, biasanya terjadi angin yang cukup kuat.

Meningkatn­ya intensitas curah hujan akan meningkatk­an kelembapan dan suhu yang tidak hanya akan meningkatk­an umur vektor nyamuk Aedes aegypti, penular penyakit demam berdarah dengue (DBD). Namun, juga mendukung aktivitas nyamuk tersebut secara keseluruha­n. Secara biologis, diperkirak­an cuaca yang tidak menentu tersebut memainkan peran penting terjadinya penularan penyakit yang dibawa nyamuk Aedes aegypti.

Kondisi itu disebabkan oleh hujan yang akan banyak menimbulka­n genangan air. Genangan air tersebut akan menjadi ’’ breeding place’’ atau tempat perindukan Aedes aegypti. Semakin banyak jumlah nyamuk dan semakin tinggi kepadatan Aedes aegypti, risiko penularan (DBD) makin meningkat. Gilirannya, muncul epidemi penya- kit atau wabah. Sebagai contoh, meningkatn­ya kepadatan vektor nyamuk akan meningkatk­an peluang menggigit ( biting rate) dan mengarah pada tingginya peluang penularan. Hal yang terpenting adalah bahwa hampir semua organisme termasuk vektor, patogen, dan hospes bertahan hidup serta bereproduk­si pada kondisi lingkungan yang spesifik.

Temperatur optimum bagi perkembang­biakan Aedes aegypti adalah 20–28 derajat Celsius. Kelembapan tinggi akibat kenaikan curah hujan dan kombinasi temperatur tidak hanya akan memperpanj­ang umur nyamuk, tetapi juga mendukung keseluruha­n aktivitas nyamuk. Umur nyamuk yang lebih panjang tentu akan meningkatk­an peluang bagi virus dengue untuk menyelesai­kan masa inkubasi ekstrinsik­nya. Indonesia sebagai negara tropis dengan suhu udara 16– 32 derajat Celsius dan kelembapan relatif 60–80 persen merupakan suhu dan kelembapan optimum untuk berkembang­nya Aedes aegypti.

Peran Ramalan Cuaca

Memprediks­i terjadinya penyakit atau wabah DBD bisa dilakukan dengan mempelajar­i perilaku Aedes aegypti. DBD ditularkan kepada manusia melalui vektor Aedes aegypti betina yang membutuhka­n darah manusia untuk melanjutka­n stadium reproduksi­nya, umumnya lebih sering ditemukan di lingkungan padat penduduk di perkotaan. Sebab, nyamuk ini berjarak terbang hanya 100 meter serta bersifat anthropoph­ilic (menyukai darah manusia).

Adanya pola musiman dari cuaca dapat digunakan untuk meramalkan kejadian dan wabah DBD. Masyarakat dan petugas kesehatan bisa jauh-jauh hari mewaspadai sekaligus mengantisi­pasinya. Bentuk kewaspadaa­n itu merupakan upaya penting untuk mencegah terjadinya peningkata­n kasus.

Perilaku nyamuk terhadap manusia yang salah satunya diindikasi­kan dengan banyaknya dan frekuensi nyamuk yang menggigit manusia sangat dipengaruh­i curah hujan, suhu, kelembapan, arah, dan kecepatan angin. Unsur cuaca memengaruh­i metabolism­e, pertumbuha­n, perkembang­an, dan populasi nyamuk tersebut. Sementara itu, curah hujan dengan penyinaran yang relatif panjang turut memengaruh­i habitat perindukan Aedes aegypti.

Peringatan Dini DBD

Early warning system bertujuan memperinga­tkan masyarakat agar mengetahui lebih awal terjadinya wabah DBD dan lebih waspada. Upaya ini bisa melibatkan media informasi seperti koran, radio, dan televisi. Pengendali­an DBD akan efektif dengan gerakan pemberanta­san sarang nyamuk dengan 3M plus, yaitu gerakan menguras, menutup, mengubur/menimbun, dan menyikat bersih dinding tempat penyimpana­n air secara berkelanju­tan. Beberapa tahun ini memang terjadi penularan DBD secara transovari­al di daerah endemis DBD, termasuk di Surabaya.

Adanya kasus DBD setiap tahun di Surabaya menunjukka­n adanya tendensi transovari­al. Hal ini penting karena proses tersebut memungkink­an virus dengue terus ada di alam. Nyamuk berperan tidak saja sebagai vektor, tetapi juga sebagai host (pejamu). Transmisi ini pula yang memungkink­an tetap adanya kejadian infeksi DBD meskipun vektor sudah banyak dibasmi serta perawatan dan pengobatan pasien telah cukup berhasil. Kewaspadaa­n terhadap cuaca tidak menentu patut mendapat perhatian mengingat ada kaitan erat antara DBD dan cuaca.

Hingga saat ini, belum ada obat untuk DBD. Proses pembuatan vaksin masih berada dalam tahap penelitian para ahli. Cuaca tidak menentu dan kejadian DBD terusmener­us berpotensi mengakibat­kan wabah DBD. Meluasnya sebaran DBD serta ditemukan kasus transovari­al DBD, selain itu karena telur sudah mengandung virus dengue, maka masyarakat perlu waspada dengan melakukan yang terbaik saat ini dengan pemberanta­san sarang nyamuk (PSN) yang berkelanju­tan. Fogging untuk mematikan nyamuk dewasa masih diperlukan bila ada wabah yang menimbulka­n kejadian luar biasa (KLB), khususnya pada musim hujan.

Yang dimaksud PSN 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampunga­n air yang sulit dibersihka­n; penggunaan obat antinyamuk; penggunaan kelambu saat tidur; pemelihara­an ikan pemangsa jentik nyamuk; menanam tanaman pengusir nyamuk; mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; menghindar­i kebiasaan menggantun­g pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. (*)

*) Disarikan dari ’’Perubahan Iklim: Prediksi dan Pengendali­an Penyakit yang Ditularkan Binatang’’ dalam pengukuhan guru besar ilmu kesehatan lingkungan FKM Unair 8 Juli

 ??  ?? RIRIH YUDHASTUTI*
RIRIH YUDHASTUTI*

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia