Jawa Pos

Kayu Kapal Cheng Ho di Kelenteng Mbah Ratu

-

JEJAK Cheng Ho di Surabaya sekarang bisa dijumpai di Kelenteng Mbah Ratu yang terletak di Jalan Demak. Sebuah kayu yang diperkirak­an sebagai bagian kapal Cheng Ho masih tersimpan di tempat itu. Kelenteng tersebut merupakan persembahy­angan untuk Sam Poo Tay Djien (Tuan Besar Kasim) Cheng Ho.

Menurut juru kunci Kelenteng Mbah Ratu Nio Lin Tiong, kayu itu disebut pula sebagai kayu aji atau kayu bertuah. ”Sebab, dilempar dan dibuang ke mana pun selalu kembali,” kata pria yang akrab dipanggil Teo tersebut.

”Setelah beberapa kali dibuang dan kembali, kayu itu disimpan di sebuah perempatan di dekat Pelabuhan Tanjung Perak,” katanya. Tempat tersebut sekarang bernama Prapat Kurung. Kemudian, abad ke-17, di tempat itu dibuatkan miniatur kapal Cheng Ho.

Sebelum penemuan kayu itu, masyarakat sudah mengenal Cheng Ho. Sebab, sebelumnya Cheng Ho juga mendarat di Tuban, Gresik, baru kemudian Surabaya. Selama muhibah tersebut, anak buah Cheng Ho menularkan life skills sehari-hari. Misalnya cara menangkap ikan, cara bercocok tanam, dan seni pembuatan perahu. Hingga akhirnya masyarakat menghormat­inya dengan sebutan Mbah Ratu. Sosok yang tinggi besar dan menguasai laut membuat Cheng Ho dianggap sebagai dewa laut dan disebut Sam Poo Tay Djien.

Karena itu, kayu sepanjang 2,5 meter dengan lebar 0,5 meter tersebut dianggap sebagai salah satu tuah dari Mbah Ratu. Masyarakat beranggapa­n bahwa merawat kayu itu semacam perintah sang dewa laut.

Pada 1937, pemerintah Hindia Belanda menganggap kayu dan replika kapal Cheng Ho di Prapat Kurung tersebut mengganggu tata kota. Pemerintah lalu memindahka­nnya ke Jalan Demak, tempat Kelenteng Mbah Ratu yang sekarang. ”Jika saja Cheng Ho bukan seorang muslim, tampaknya masyarakat setempat tak akan menerimany­a. Kelenteng Mbah Ratu bisa jadi tak akan di sini,” kata Teo.

Namun, saat pemindahan, replika kapal tak ikut dipindah. Alasannya murni teknis. Yakni, keterbatas­an lahan yang ditempati Kelenteng Mbah Ratu. Karena itu, hanya kayunya yang kini disimpan dalam sebuah kotak kaca dan selalu dibersihka­n secara berkala.

Saat ini Kelenteng Mbah Ratu memang menjadi satu-satunya petilasan dari ekspedisi besar Laksamana Cheng Ho di Surabaya. Seperti di Thailand, Malaysia, dan di mana pun, Cheng Ho selalu dianggap sebagai dewa laut yang selalu disembahya­ngi.

Hingga kini, Kelenteng Mbah Ratu masih sering dijadikan jujukan orang-orang yang ingin menghormat­i pelaut yang bernama asli Ma He tersebut.

Umat Islam Tionghoa di Surabaya menghormat­i Cheng Ho dengan membangun masjid. Namanya Masjid Muhammad Cheng Hoo. Tempat ibadah itu didirikan di Jalan Gading. (*/c11/nw)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia