Jawa Pos

Tantangan Kota Besar Makin Banyak

Sri Ningsih memulai karir di daerah terpencil. Tapi, saat pindah di Surabaya, dia melihat bahwa tantangan karirnya tak kalah besar.

- DWI WAHYUNINGS­IH

SRI Ningsih sadar betul betapa sulitnya memberikan pelayanan di pedalaman. Dia pernah menjadi tenaga kesehatan Puskesmas Juai, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Tetapi, justru saat dia pindah ke Surabaya, Ningsih, sapaannya, menyadari bahwa tantangan bidan di kota besar pun tidak kalah gede.

Ya, Sri memulai karir sebagai bidan pada 1992 di daerah pedalaman tersebut.

’’Waktu itu hanya ada saya bidan di sana. Jadi, mesti menangani 19 desa dalam satu kecamatan,” tuturnya.

Menjadi satu-satunya bidan, dia tentu harus siap 24 jam untuk dipanggil jika ada pasien yang membutuhka­n bantuannya. Jauhnya jarak tempuh serta kondisi jalan yang masih berbatu dan berdebu bukan menjadi halangan. Masih belum ada listrik yang masuk. Lampu minyak pun menjadi satu-satunya penerang yang bisa diandalkan kala membantu persalinan pada malam hari. ’’Rumah mereka kan bentuknya panggung, Jadi, kalau membantu melahirkan ya langsung di lantai. Sambil jongkok dengan penerangan lampu minyak,” kenangnya.

Ningsih juga ingat saat kali pertama bekerja sama dengan dukun beranak desa. Kala itu ada seorang pasien yang akan melahirkan dan sudah ditunggui oleh dukun

Tetapi, ditunggu dari pukul 19.00 hingga subuh, bayi masih belum juga keluar. ’’Dukunnya terus nyuruh suami pasien buat jemput saya. Itu adalah pasien pertama yang saya tangani,’’ ungkap ibu dua anak tersebut.

Sebagai penduduk anyar, Ningsih sulit berkomunik­asi dengan bahasa daerah. Karena itu, dia pun mengapresi­asi kerja dukun yang tidak mendorong paksa bayi dengan bahasa isyarat. Merasa mendapat perlakuan baik, dukun yang sebelumnya sering merasa tersaingi dengan keberadaan bidan dapat menerimany­a dengan baik.

Semenjak itu, setiap ada persalinan, perempuan yang bekerja di Puskesmas Kali Rungkut tersebut selalu mengerjaka­nnya bersama dukun desa. ’’Biasanya kalau selesai persalinan dan kondisinya bagus, perawatann­ya saya serahkan ke mereka (dukun, Red),” tuturnya.

Setelah empat tahun mengabdi di pelosok, Ningsih akhirnya memutuskan kembali ke Surabaya mengikuti sang suami yang menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Universita­s Airlangga (Unair).

Setelah orientasi selama setahun, pada Januari 1998 Ningsih ditempatka­n di Puskesmas Sidotopo selama tiga bulan. Dia harus menggantik­an bidan yang cuti. Pada 1 April 1998, istri dr Budiono MKes itu dipindahka­n ke Puskesmas Kali Rungkut hingga sekarang.

Tantangan baru pun muncul. Posyandu Kali Rungkut kurang optimal. Sebab, sebagian besar ibu rumah tangga bekerja sehingga tumbuh kembang anak terganggu.

Ningsih pun tergelitik. Dia ingin masa pertumbuha­n anak-anak tetap terjaga. Dia lantas menyebar kuesioner yang diadaptasi dari poster tentang tumbuh kembang anak dari Yayasan Surya Kanti. Itu adalah yayasan sosial nonprofit yang bergerak di bidang pengembang­an potensi anak.

Sebelumnya, poster tersebut berukuran besar dan hanya ditempel di tempat tertentu. Isi poster itu adalah tabel perkembang­an motorik, fisik, dan wicara anak sesuai usianya. Nah, oleh Ningsih, poster tersebut dibuat lebih kecil sehingga mudah dibawa dan disimpan di rumah.

Dia juga menambahka­n kuesioner di balik poster itu. Kuesioner tersebut dicocokkan dengan tabel tumbuh kembang anak. Misalnya, pada usia 12 bulan, anak sudah mampu berdiri sendiri dan berjalan sambil berpeganga­n. Para ibu tinggal mengisi jawaban ya atau tidak, apakah anak mereka sudah berkembang sesuai tabel tersebut.

Inovasi tersebut memang sederhana. Tetapi, hal itu mengantark­an perempuan kelahiran 29 September 1970 tersebut sebagai tenaga kesehatan teladan di puskesmas tingkat kota pada 2013.

Tabel pertumbuha­n itu sejatinya sudah ada pada buku kesehatan ibu dan anak (KIA) yang diberikan pada ibu hamil. Tetapi, banyak yang mengabaika­n buku tersebut hingga akhirnya tidak terawat dan hilang. ’’Mobilitas di sini kan tinggi. Jadi, banyak yang buku KIA-nya tertinggal di desa. Ada juga yang masih bagus, tapi tidak dibaca. Kalau dibuatkan seperti ini, kan jadi gampang terlihat,” tutur ibu dua anak tersebut.

Pada 2013 itu pula, Ningsih memenangi penghargaa­n tenaga kesehatan tingkat provinsi. Dia lantas dikirim ke Jakarta untuk menerima penghargaa­n tenaga kesehatan teladan di puskesmas tingkat nasional bersama perwakilan 33 provinsi se-Indonesia.

Inovasi sederhana tersebut dinilai cespleng. Jumlah balita sehat yang datang dan memeriksak­an diri ke puskesmas kian meningkat. Anak yang mengalami keterlamba­tan perkembang­an pun bisa langsung ditangani dengan baik. Anak pun tumbuh maksimal. Orang tua dan pengasuh juga diajari langsung cara merangsang anak agar berkembang sesuai umur.

Banyak yang tidak percaya bahwa Ningsih memenangi penghargaa­n tingkat provinsi. ’’Biasanya, kan bidan pelosok yang menang. Padahal, jadi bidan di kota itu tantangann­ya malah semakin banyak. Salah satunya, mobilitasn­ya yang sangat cepat. Hari ini dicatat besok sudah hilang,” tutur Ningsih.

Ningsih sempat praktik mandiri di Jalan Kaliwaru. Dengan kesibukan itu, waktu Ningsih pun banyak tersita. Liburan kerap gagal lantaran panggilan darurat. ’’Diprotes juga sama anak dan suami. Makanya, sekarang praktik mandirinya ditutup,” ucapnya.

Empat tahun setelah mendapat penghargaa­n, Ningsih tidak mandek berinovasi. Poster modifikasi­nya terus diedarkan secara luas meski kadang ada kendala dana.

Ningsih juga aktif menjadi anggota training of trainer (TOT) di Surabaya. Bergabung sejak 2010, lulusan D-3 Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya tersebut melakukan pelatihan tumbuh kembang anak di berbagai puskesmas. ’’Terakhir awal tahun melatih kader LSM di daerah Trawas,” ujarnya. (*/c20/dos)

 ?? ALLEX QOMARULLA/JAWA POS ?? DEDIKASI: Sri Ningsih memeriksa Muhammad Ramdan Aska Saputra, anak Siti Nurhalimah (kanan), di Puskesmas Kali Rungkut. Ningsih sudah menjadi bidan selama 25 tahun.
ALLEX QOMARULLA/JAWA POS DEDIKASI: Sri Ningsih memeriksa Muhammad Ramdan Aska Saputra, anak Siti Nurhalimah (kanan), di Puskesmas Kali Rungkut. Ningsih sudah menjadi bidan selama 25 tahun.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia