Buku Cerita Watercolor
BUKU cerita dekat dengan dongeng. Umumnya, yang banyak dijumpai adalah dongeng ala Disneyland. Kalaupun ada dongeng lokal, rata-rata dengan cerita yang itu-itu saja. Padahal, banyak dongeng dari daerah lain di Indonesia yang tidak kalah menarik.
Berbekal ide tersebut, tiga mahasiswa menggarap sebuah proyek. Mereka adalah Feny Anggorowati Djuprianto, Meliana Maya Sari, dan Jessyca Wulandari. Para mahasiswa jurusan informatika program kekhususan multimedia fakultas teknik itu mendirikan Aurora Studio.
Di bawah payung Aurora Studio, mereka membuat buku cerita. Ada tiga buku cerita volume pertama yang mereka garap. Tiga buku itu berjudul Alung dan
Kimo Kajang; Kancil dan Pak Tani; serta Keong Mas. ’’Kami usung dua cerita yang populer dan satu cerita yang kurang po puler,’’ ujar Feny.
Kebetulan Feny yang banyak berinteraksi dengan anak-anak itu mengenal beberapa dongeng yang kurang populer. Feny melengkapinya dengan riset mengenai dongeng tersebut. Saat bertanya pada anak-anak, mereka rata-rata tidak mengenal dongeng yang dimaksud Feny. Para orang tua ternyata jarang mendongengi putra-putrinya.
Nah, melalui buku yang digagas, Feny dan tim ingin membantu orang tua agar tergerak untuk mendongengi putra-putrinya. Dengan begitu, interaksi orang tuaanak terjalin lebih baik. Selain itu, anakanak perlu tahu cerita dari berbagai daerah. ’’Agar cerita dari daerah-daerah lain juga tidak tergerus atau hilang,’’ katanya.
Konsep buku tersebut terdiri atas maksimal sepuluh lembar. Buku dikemas simpel dengan deskripsi cerita pendek-pendek. Sasarannya anak usia 3–8 tahun. ’’Supaya tidak susah mencernanya, deskripsi segampang mungkin. Jadi, saat cerita ke anak-anak juga mudah,’’ tuturnya.
Yang menarik, setiap buku menggunakan dua bahasa, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bukan hanya itu. Feny, Meliana, dan Jessyca mengemasnya dengan gambar ilustrasi buatan sendiri. Untuk pewarnaan, mereka menggunakan cat air atau watercolor. ’’Karena warnanya lebih bagus, lebih cheerfull, lebih anak-anak,’’ jelasnya.
Dalam pembuatan buku itu, Feny bertindak sebagai ilustrator dan graphic designer, Jessyca sebagai graphic designer serta penata artistik, dan Meliana mendesain logo, display, maupun packaging.
Tidak kalah penting adalah unsur budaya. Lantaran mengusung kisah zaman dulu, busana tokoh pun menyesuaikan. ’’Cerita pertama dari Kalimantan. Busananya gimana, kita gambarkan di buku sesuai adat,’’ papar Feny.
Isi cerita, lanjut dia, tidak mengurangi makna atau pesan aslinya. Feny menyebut isi cerita memang disesuaikan. Pesan positif ditonjolkan. Feny dan rekan-rekannya berharap nantinya bisa memproduksi cerita-cerita lebih lanjut. (puj/c15/nda)