Wali Murid Bingung Pilihkan Sekolah
Website PPDB SMA Tidak Lengkap
SURABAYA – Tidak lengkapnya teknis penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur umum SMA yang tertera dalam website https://ppdbjatim. net/ membuat para wali murid bingung. Tidak dicantumkannya statistik nilai unas di setiap sekolah mengakibatkan mereka sulit merancang strategi agar anaknya bisa lolos seleksi.
Irene Listiani, salah seorang wali murid, menyatakan bahwa tidak dicantumkannya data penerimaan siswa di satu sekolah berdasar nilai itu akan menyulitkan pendaftar
Suprayitno juga meminta ketua RT dan RW ikut membantu operasi tersebut. Sebab, di tangan merekalah segala informasi paling aktual didapatkan. Warga juga bisa melaporkan keberadaan pendatang-pendatang baru itu kepada pihak kecamatan atau kelurahan. Sebab, operasi yustisi yang dilakukan tidak mungkin menjangkau seluruh pendatang. Dia mengaku sudah memiliki peta kantong-kantong rawan pendatang. Seluruhnya tersebar di kecamatan di Bulak. Pemetaan telah bisa dilakukan. Sebab, hal itu terjadi setiap tahun.
Kepala Satpol PP Irvan Widyanto menyampaikan, operasi tersebut bakal dilakukan setiap hari. Dinas sosial dan linmas juga dilibatkan. ”Yang tidak punya tempat tinggal bakal kami tampung di liponsos,” kata mantan Camat Rungkut itu.
Di liponsos, warga yang terjaring razia bakal diberi pelatihan. Tujuannya, mereka tidak lagi kembali ke Surabaya. Serbuan pendatang baru juga bakal terjadi di kawasan industri. Misalnya, SIER di Rungkut. Namun, sejumlah warga memaparkan bahwa jumlah pendatang menurun dari tahun ke tahun. Jika dibandingkan dengan awal 2000-an, jumlah pendatang tidak begitu banyak.
Menurunnya jumlah pendatang disebabkan tutupnya beberapa pabrik dan perusahaan besar. Hariyani, 75, salah seorang warga Rungkut Tengah, menuturkan bahwa penutupan beberapa perusahaan membuat ribuan pekerja memutuskan untuk pindah dari sana. ”Banyak yang pulang lagi ke kota asalnya. Akhirnya banyak kos yang kosong,” tuturnya.
Dia sendiri termasuk pendatang di kawasan Rungkut Tengah. Warga asal Kenjeran itu menetap di Rungkut sejak 1982. Selama tinggal di sana, Hariyani melihat perubahan tren kedatangan perantau. Para pendatang kini tidak lagi berbondong-bondong bekerja dalam waktu lama di SIER. Namun, banyak yang memilih jadi pekerja musiman.
Biasanya pekerja pendatang hanya ramai pada saat-saat tertentu seperti Ramadan. ”Waktu Ramadan, banyak yang datang jadi pekerja angkut barang,” paparnya. Setelah Ramadan usai, para pendatang itu akan kembali ke tempat asalnya dan kembali mengadu nasib pada Ramadan tahun berikutnya.
Hal senada disampaikan warga Rungkut Tengah lainnya, Suwati, 53. Ibu asal Bojonegoro tersebut sempat membuka kos-kosan di daerah Brebek. Namun, karena berkurangnya jumlah pendatang, sebagian kos-kosan itu hendak dialihfungsikan. ”Jumlah yang mau ngekos makin sedikit. Banyak yang di-PHK,” ujarnya.
Dia menambahkan, biaya koskosan di sekitar SIER cukup terjangkau. Untuk kos yang sederhana, penyewa biasanya cukup membayar Rp 100–200 ribu. ”Lihat-lihat kondisi kosnya juga. Ada yang tidak sampai seratus (Rp 100 ribu, Red), tapi seadanya saja,” imbuhnya.
Penurunan tersebut wajar terjadi. Sebab, tren bidang pekerjaan favorit pendatang sudah berganti. Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya Dwi Purnomo menyebutkan, bidang pendidikan kini paling dicari pendatang dari daerah. Bukan hanya pendidikan formal, melainkan juga informal. ”Umumnya berkaitan dengan guru di sekolah maupun lembaga kursus,” ungkapnya.
Menurut dia, tren tersebut dipengaruhi kebutuhan masyarakat global. Memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), pemerintah menggenjot peningkatan kompetensi tenaga kerja dalam negeri agar mampu bersaing. Tenaga pengajar yang berkaitan dengan kompetensi global pun makin dibutuhkan. ”Biasanya menjadi guru bahasa asing dan kursus alih kompetensi,” lanjutnya.
Industri masih menyerap banyak tenaga kerja pendatang. Namun, pekerja industri yang dibutuhkan kota besar saat ini lebih mengarah pada tenaga ahli, bukan hanya tenaga kasar. (sal/deb/c16/git)