Jalan Terjal Produksi Masal Molina
Aturan Mobil Listrik Untungkan Pabrikan Internasional
JAKARTA – Upaya mewujudkan mobil listrik nasional (molina), tampaknya, bakal menemui jalan terjal. Sebab, kebijakan pemerintah sejauh ini terkesan hanya memberikan karpet merah bagi investor luar negeri. Syarat produksi masal yang dibuat pemerintah, rupanya, bakal sulit dipenuhi pelaku usaha kendaraan listrik bermerek nasional.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, ada beberapa syarat agar mobil listrik bisa masuk industri (produksi masal)
Syarat itu berlaku sama. Baik untuk para periset Indonesia yang saat ini mengembangkan mobil listrik maupun pabrikan otomotif luar negeri yang akan berinvestasi di Indonesia. Syarat yang paling utama, menurut Airlangga, adalah pemasaran.
Menurut dia, ada lima komponen yang harus dipenuhi untuk bisa memasarkan produk secara luas. Yakni, jaringan distribusi yang luas, kapasitas pabrik yang tinggi, jaminan ketersediaan spare part, jaminan resale value, dan pembiayaan. Kelimanya merupakan syarat mutlak dalam industri otomotif.
Airlangga mengakui, saat ini sudah ada sejumlah investor yang berminat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan mobil listrik di Indonesia. Mereka berasal dari Tiongkok, Jepang, dan Taiwan. Sebagai langkah awal, para investor itu akan menyiapkan pemenuhan lima syarat industri otomotif tersebut.
Indonesia, menurut Airlangga, terbuka untuk investor dari mana pun. Yang terpenting, para investor wajib punya road map untuk membangun industri mobil listrik di Indonesia. Sebab, hal itu juga terkait dengan kebijakan bea masuk yang bakal diambil pemerintah. Nilai bea masuk untuk kendaraan saat ini mencapai 50 persen.
’’Kami mau turunkan itu menjadi 5 persen untuk yang berproduksi di dalam negeri,’’ tutur menteri asal Partai Golkar tersebut. Insentif itu diharapkan bisa mendorong investor untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia.
Kebijakan tersebut dinilai hanya akan menjadikan Indonesia se- bagai pusat produksi (manufaktur). Indonesia hanya akan menjadi penonton tanpa memiliki hak intelektual atas mobil listrik. Padahal, anak-anak negeri selama ini telah berdarah-darah melakukan riset dan pengembangan mobil listrik. Hasilnya pun sebenarnya sudah nyata.
’’Ini memang perlu political will. Pemerintah harusnya ikut mendorong pasar untuk kendaraan listrik bermerek nasional,’’ kata Sukotjo Herupramono, ketua Asosiasi Kendaraan Listrik Bermerek Nasional (Apklibernas), kepada Jawa Pos kemarin. Jika tidak ada political will untuk mendorong terwujudnya mobil listrik nasional, Indonesia hanya akan menjadi penonton lagi dalam industri otomotif.
Sementara itu, Menristekdikti M. Nasir menyatakan, Indonesia sudah sangat siap memproduksi mobil listrik. Hanya, hal itu tidak mungkin dilakukan tanpa suntikan dana. Investor menjadi satu-satunya harapan untuk bisa membuat kendaraan listrik karya insinyur indonesia melaju di jalanan.
’’Tanpa investor, ini nggak mungkin bisa jalan. Cost- nya kan mahal,’’ lanjut Nasir.
Dia menegaskan, pemerintah akan memprioritaskan investor dalam negeri. Selain bersaing dengan produk luar negeri, keberadaan investor dalam negeri akan membuat uang investasi berputar di dalam negeri. Diharapkan, pendapatan negara semakin besar. Targetnya, kerja sama dengan investor dimulai pada 2020.
Nasir menganggap, untuk pengembangan industri sepeda motor listrik nasional, Indonesia telah berhasil mewujudkannya. Sudah sampai tahap investasi untuk produksi masal. Sementara itu, untuk mobil, Indonesia masih berkutat pada penerapan teknologi untuk mencapai level enam. Setelah itu, pada level berikutnya, industri akan lebih banyak berperan. Level-level yang dimaksud Nasir itu tak lain merujuk pada tingkat kesiapan teknologi atau TKT.
Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Darmin Nasution menilai peluang mobil listrik Indonesia untuk masuk ke industri cukup besar. Dia menuturkan, saat ini yang terpenting adalah semua stakeholder mengetahui kerangka kebijakan mobil listrik. ’’Silakan mulai. Justru, bagi yang punya visi, punya dana, ini waktunya dia mengambil keputusan,’’ terangnya.
Menurut dia, bagus apabila Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengembangkan mobil listrik. Namun, untuk menjadikannya produk masal, bukan lagi pemerintah yang berbicara. Dalam hal ini, investorlah yang akan lebih banyak berperan untuk memproduksinya secara masal.
Saat ini sejumlah pihak memang kembali pesimistis atas arah pengembangan mobil listrik di Indonesia. Sejumlah kementerian punya kebijakan sendiri-sendiri. Ironisnya, mereka belum satu hati mendukung terwujudnya mobil listrik dalam negeri.
Kementerian ESDM, misalnya. Mereka lebih condong untuk mendatangkan investor dari Tiongkok untuk mengembangkan mobil listrik di Indonesia. Sementara itu, Kemenperin lebih sreg menggelar karpet merah untuk pabrikan internasional memasukkan mobil listrik mereka ke Indonesia. Karpet merah itu salah satunya lewat kebijakan pajak masuk. Mobil listrik yang dipilih pun bukan full electric, tapi masih berkonsep hybrid. (byu/gun/c5/ang)