Jawa Pos

Sosialisas­i Harus Lebih Gencar

Respons Warga terhadap Penerapan Tilang Online

-

SURABAYA – Ada yang setuju. Ada pula yang tidak. Begitulah respons warga Surabaya ketika ditanya mengenai uji coba program tilang online. Sebagian besar menganggap program yang digagas Pemkot Surabaya itu oke. Penindakan pelanggara­n lebih profesiona­l. Tetapi, tidak sedikit di antara mereka yang merasa khawatir.

Karyo, pengemudi angkutan di wilayah Rungkut, menganggap program tersebut sebagai ancaman. Secara umum,u dia mendukung program itu. Tetapi, ada kekhawatir­an bakal sering kena tilang. ’’Selama ada bukti, tidak masalah. Kalau nggak ada, saya bakal

katanya. Sebagai pengemudi angkutan umum, diad merasa memiliki beban yang cukup besar.b Dia dituntut melayani penumpangp dengan baik. Selain itu, ada target setoran setiap hari. Dua hal tersebut yang membuatnya berat. ’’Masak sekarang, ke mana-mana diawasi CCTV,’’ ungkap Karyo.

Tetapi, secara prinsip, dia menganggap program itu membawa dampak positif. Paling tidak, semua pengguna jalan sekarang lebih berhati-hati karena takut terpantau CCTV.

Tanggapan lain disampaika­n Budi Elang Pradtya, warga Darmo Permai. Tilang online, menurut dia, akan menjadi buruk apabila dilaksanak­an tanpa sosialisas­i. Tidak semua pengendara paham Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. ’’Tanpa sosialisas­i dan pembelajar­an lebih dahulu, program ini sama saja dengan menjebak masyarakat,’’ jelasnya.

Beda halnya bila masyarakat sudah paham betul Undang-Undang Lalu Lintas. Pengendara tahu yang salah dan tidak. Otomatis, mereka akan disiplin di jalan. ’’Bisa jadi, pelanggara­n di jalan terjadi karena pengendara tidak tahu kesalahann­ya,’’ kata Budi.

Pentingnya sosialisas­i juga diungkapka­n Fajar D. Harsanto. Sosialisas­i bukan hanya pada aturan, tetapi juga prosedur penilangan dan proses penyelesai­annya. Dengan begitu, masyarakat tahu apabila terkena tilang dengan sistem online.

Fajar menjelaska­n, selain pengawasan melalui CCTV, prosedur pembayaran denda harus dirancang lebih mudah. Warga mengingink­an cara yang lebih ringkas. Sebab, untuk mengikuti sidang tilang, mereka harus antre dan ribet. Memang, polisi sudah menerapkan program e-tilang

Tetapi, banyak warga yang belum memahaminy­a.

Sebenarnya, uji coba yang dilakukan bidang lalu lintas dinas perhubunga­n (dishub) merupakan tahap awal. Masih banyak tahapan yang belum dilalui. Salah satunya, pembahasan kerja sama antara pemkot, kejaksaan, dan kepolisian. ’’Tahapan itu masih lama,’’ kata Kabid Lalu Lintas Dishub Robben Rico.

Saat ini pihaknya fokus melakukan uji coba pada CCTV. Yakni, CCTV bisa merekam dan mendeteksi pelanggara­n yang tampak atau tidak. Untuk menyinkron­kan pandangan yang direkam dengan Undang-Undang Lalu Lintas, tentu dibutuhkan uji coba. ’’Sekarang masuk tahap itu dan hasilnya cukup bagus,’’ ujarnya.

Secara umum, CCTV untuk tilang online sudah sesuai sistem yang diharapkan. Yakni, merekam, menginform­asikan tempat kejadian, dan mendeteksi kesalahan pengguna jalan.

Polisi juga menuturkan bahwa program penilangan dengan menggunaka­n CCTV belum berjalan sepenuhnya. Kasatlanta­s Polrestabe­s Surabaya AKBP Adewira Negara Siregar menyatakan selama ini baru melakukan koordinasi dengan pihak kejaksaan tentang program tersebut.

Dia enggan berkomenta­r terkait dengan program itu. Alasannya, banyak kesepakata­n antarpihak terkait yang belum tercapai. ’’Nanti kalau sudah sepakat semua. Kami akan menjelaska­n,’’ ungkap perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Meski begitu, Adewira menjamin program itu tetap berlangsun­g. Ada nilai manfaat dari penyelengg­araan program tersebut. Program itu merupakan sebuah bentuk pendisipli­nan yang harus dilakukan polisi kepada masyarakat. ’’Tujuannya, masyarakat tidak melanggar lalu lintas lagi,’’ tutur alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) pada 1999 tersebut.

Kapolresta­bes Surabaya Kombespol M. Iqbal menyatakan bahwa sudut pandang masyarakat harus diubah. Selama ini yang dilakukan polisi merupakan upaya untuk menyelamat­kan nyawa mereka.

Betapa tidak, selama ini banyak warga Surabaya yang meninggal akibat kecelakaan. Kecelakaan juga masih menduduki peringkat pertama sebagai pembunuh terganas. ’’Jumlahnya lebih besar daripada korban perang,’’ ucapnya.

Kecelakaan berasal dari pelanggara­n yang dilakukan pengemudi. Mereka lalai sehingga membahayak­an diri sendiri dan orang lain. Dengan membabat habis jumlah pelanggar di Surabaya, Iqbal berharap persentase angka kecelakaan menurun. ’’Ini program lama yang pernah kami bicarakan dengan Ibu (wali kota, Red) secara langsung,” ungkap perwira dengan tiga melati di pundak tersebut.

Ceritanya bermula ketika Iqbal baru kali pertama masuk ke markas command center di Siola. Dia terperanja­t karena tidak ada petugas di ruangan itu yang berasal dari unsur Polri. ’’Padahal, itu tugas polisi,’’ katanya.

Karena itu, Iqbal ingin terlibat di dalamnya. Termasuk melakukan tilang melalui CCTV. ’’Ini nomor satu lho di Indonesia,’’ jelas polisi asli Palembang tersebut.

Koordinasi pun terus dilakukan dengan pemkot. Iqbal paham tilang menggunaka­n CCTV tidak bisa hanya dilakukan oleh polisi. Juga dibutuhkan bantuan dari pemkot yang sudah memiliki peranti itu. ’’Menurut saya, fasilitas yang sudah ada harus diberdayak­an,’’ ujarnya.

Mekanismen­ya masih digodok. Dia sudah memerintah Kasat- lantas untuk berkoordin­asi demi berlangsun­gnya program tersebut. Realisasi program itu sudah di depan mata. Mekanismen­ya tidak jauh berbeda dengan tilang manual.

Mereka ditindak karena melanggar aturan. Misalnya, melanggar markah, lampu merah, dan rambu-rambu. Bedanya, cara petugas mengetahui pelanggara­n itu. Mereka tidak berada di lapangan, tetapi di balik monitor. (bin/riq/gal/mir/c20/git)

 ??  ?? ngengkel,’’
ngengkel,’’
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia