Kejari Telusuri Dugaan Pungli PG Kremboong
Sita Dokumen, Segel Ruang Manajer Keuangan
SIDOARJO – Kasus dugaan korupsi dengan modus pungutan liar (pungli) kembali mencuat. Kali ini Pabrik Gula (PG) Kremboong yang diduga melakukan praktik curang tersebut. Korbannya adalah para petani tebu.
Kemarin (30/8) tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menggeledah badan usaha milik negara (BUMN) di Kecamatan Krembung tersebut. Penggeledahan sejak pukul 10.30 itu dilakukan berdasar penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Hampir semua ruang kerja diperiksa. Terutama ruang kerja General Manager (GM) Sugeng Purnomo serta Manajer Administrasi Keuangan dan Umum Dadang Retyo Katnoko. Kasi Intel Kejari Sidoarjo Andri Tri Wibowo kali pertama menggeledah ruangan GM. Kemudian, dia menuju ruangan Dadang. Dari sana, mereka bergeser ke ruangan Manajer Sumber Daya Manusia (SDM) Hoegeng.
Ruang kerja para pegawai juga tak ketinggalan digeledah oleh Kasipidsus Kejari Sidoarjo Adi Hernomo dan Kasubbag Pembinaan Wahyu Wasono. Dari proses penggeledahan selama tiga jam itu, penyidik menemukan dan menyita puluhan dokumen. Penyidik juga membawa serta komputer dan CPU yang berisi data-data keuangan perusahaan.
Selama proses penggeledahan, tim penyidik hanya didampingi Manajer SDM Hoegeng. Dadang dan Sugeng kebetulan sedang dinas luar.
”Ada dua laci di ruang kerja manajer keuangan yang terkunci,” kata Andri. Karena tidak dapat dibuka, penyidik mengambil tindakan dengan menyegel ruang kerja tersebut. Dengan begitu, tidak ada pihak lain yang bisa masuk ruangan tersebut tanpa izin dari kejaksaan. Itu demi keamanan dokumen dan barang bukti yang diperlukan.
Segel yang digunakan mirip police
line. Tapi, identitas di garis merah dan hitam yang terpasang itu bertulisan Kejaksaan RI. Dua pintu di ruangan tersebut juga disegel. Sebelumnya, pintu itu dikunci oleh pihak kejaksaan.
Andri membeberkan, dugaan pungli tersebut terjadi dalam kurun waktu 2015–2017. ”Terstruktur dan sistematis,” ucapnya. Salah satu bentuknya adalah membebankan biaya proses penggilingan kepada petani tebu.
Selain itu, sesuai aturan, seharusnya sudah ada pembagian gula untuk petani dan PG masing-masing. Termasuk soal penjualan. Berdasar aturan, uang hasil penjualan tersebut langsung diberikan kepada petani. Tapi, yang terjadi selama ini, uang tersebut terlebih dahulu masuk rekening BUMN.
”Di sinilah terjadi pemotongan uang,” ujar Andri. Pemotongan tersebut, lanjut dia, tidak memiliki dasar. Hal itulah yang disebut pungli. Akumulasi uang yang pengumpulannya diduga tidak sesuai aturan tersebut mencapai Rp 1,6 miliar. Sunarto menyampaikan, perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan umum. Belum ada tersangka. (may/c6/pri)