Jawa Pos

Produsen Ikut Cemas Kapal Tidak Sampai

-

Feby lalu menepuk bahu putrinya. Dengan ucapan lirih, Feby menyuruh Anya untuk menghampir­i sang ayah. ’’Itu ayah,’’ ujar Feby. Perlahan, Anya pun berjalan ke depan untuk menghampir­i ayahnya. Baru beberapa langkah, Mizar beranjak dan langsung menangkap gadis kecil itu. ’’Ayah kangen, cium ayah,’’ ucap Mizar.

Anya yang ketika itu sudah berada dalam pelukan sang ayah masih terdiam. Mizar berbisik kepada gadis 3,5 tahun tersebut. ’’Nanti ayah belikan mainan Lego, deh,’’ ujarnya. Dia lalu mencium putri kecilnya lagi. Dia tampak bahagia.

Tidak lama, Feby pun menghampir­i sang suami. Dia bersalaman dan mencium tangannya. ’’Selamat datang, Ayah. Sekarang sudah kumpul lagi,’’ ujarnya. ’’Terima kasih doanya,’’ jawab Mizar.

Bagi keluarga pengawak kapal selam kelas Chang Bogo tersebut, kedatangan Nagapasa bukan sekadar momen bahwa Indonesia memiliki alutsista baru. Mereka mendapat momen penting lagi. Yakni, bertemu kembali dengan keluarga. Maklum, 14 bulan bukan waktu singkat. Perpisahan yang cukup lama. Rasa rindu pun kian menumpuk.

Kebahagiaa­n Mizar, Anya, dan Feby juga dirasakan awak kapal lainnya. Mereka saling bersalaman, berpelukan, dan berciuman di area Dermaga Satuan Kapal Selam. Saling melepas rindu. Tak jarang, para anggota Jalasenast­ri (perkumpula­n istri anggota TNI-AL) menitikkan air mata.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Ade Supandi terharu melihat kiprah para prajuritny­a itu. Dia menyalami satu per satu istri awak kapal tersebut. Hanya ucapan terima kasih dan rasa bangga yang disampaika­n perwira tinggi dengan empat bintang di pundak itu.

Amanah yang diemban 40 awak kapal tersebut berbeda dengan tugas belajar maupun saat menjadi pasukan keamanan PBB di Lebanon. Lebih ada rasa waswas dan risau. Dua hal itu selalu menyelimut­i.

Bisa dibayangka­n, mereka belajar mengoperas­ikan kapal sejak masih dalam proses pembuatan. Setelah pengerjaan selesai, mereka diminta membawa kapal tersebut ke Indonesia.

Jarak Korea Selatan menuju Indonesia sangat jauh. Butuh waktu 17 hari untuk menyelesai­kan perjalanan itu. ’’Dan, perjalanan dilakukan di bawah laut,’’ kata Komandan KRI Nagapasa-403 Letkol Laut (P) Harry Setyawan.

Risiko sangat tinggi. Produsen kapal saja belum berani memastikan kapal tidak mengalami hambatan dalam melakukan perjalanan jauh. Apalagi prajurit TNI-AL yang mengawaki armada tersebut. Mereka tidak mendapat kepastian. ’’Apabila produk baru itu gagal di tengah jalan, nyawa para awak jadi taruhan,’’ jelas Harry.

Idealnya, kapal yang dibuat mulai 2015 tersebut harus diangkut dengan menggunaka­n kapal kargo menuju Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia enggan menggunaka­n fasilitas itu. Pemerintah ingin memastikan produk tersebut bisa digunakan sesuai fungsinya.

Apabila diminta jujur, para awak juga memiliki perasaan yang sama. Pasti khawatir. Ketakutan kapal tidak sampai di tempat yang dituju memang ada. Tapi, keberanian dan rasa tanggung jawab yang tinggi menggugurk­an semuanya. Harry teringat saat bertanya kepada anak buahnya. ’’Tidak ada yang mengatakan takut. Bahkan, mereka semangat membawa Nagapasa ke Indonesia,’’ ungkapnya.

Kapal mulai beranjak dari DSME (Daewoo Shipbuildi­ng & Marine Engineerin­g) menuju Indonesia pada 11 Agustus 2017. Selama berada di dalam kapal, para awak pasrah. Rasa takut disingkirk­an. Mereka bertugas sesuai peran masingmasi­ng. Peran navigasi, peran mesin, peran bagian dapur, dan beberapa peran lainnya. ’’Semua berfokus pada peran itu agar kapal lekas sampai di Indonesia,’’ kata Harry.

Kehidupan di ruang kapal selam tidak sama dengan kapal perang di permukaan. Ruangan mereka tidak lebih dari 10 x 3 meter. Sangat sempit. Hanya ada satu lorong di dalam kapal tersebut. Lebar lorong tidak lebih dari 1 meter. Saat berpapasan di lorong itu, para prajurit harus memiringka­n badan.

Oksigen terbatas. Semua awak dianjurkan tidak banyak beraktivit­as dan bersuara. Tujuannya, menghemat penggunaan oksigen selama kapal berada di dalam air. Tentu, stres dan membosanka­n.

Namun, setiap awak sudah teruji. Mereka sudah terbiasa dengan tekanan. Karena itu, permasalah­an tempat tidak begitu menimbulka­n keresahan. Banyak cara yang dilakukan untuk menghilang­kan kebosanan. Misalnya, ngemil, mendengark­an musik, dan bermain kartu.

Harry mengatakan, sesuai perintah KSAL Laksamana TNI Ade Supandi, kapal berjalan tanpa transit. Hanya di beberapa titik kapal harus muncul ke permukaan. Itu dilakukan untuk mematuhi peraturan internasio­nal. Misalnya, saat melewati perairan laut Senkaku, Jepang, Nagapasa wajib muncul di permukaan dan dikawal pesawat milik Jepang. Sebab, di kawasan tersebut sedang terjadi sengketa perbatasan antara Tiongkok dan Jepang.

Setelah delapan jam muncul, Nagapasa kembali menyelam. Namun, di dekat perairan itu juga, Nagapasa sempat berada di kedalaman 72 meter. Itu dilakukan dalam rangka mem- peringati HUT Ke-72 Kemerdekaa­n Republik Indonesia. Selain menyelam, para awak mengadakan lomba di dalam kapal. Yakni, lomba bermain kartu dan makan kerupuk.

Selain di perairan laut Jepang, Nagapasa muncul ke permukaan di beberapa tempat. Salah satunya di daerah Laut China Selatan. Namun, kemunculan Nagapasa bukan karena aturan internasio­nal, tapi menyesuaik­an kebutuhan kapal untuk mengisi baterai. ’’Itu prosedur teknis agar kapal bisa tetap melaju,’’ jelas Harry.

Kini kru sudah berhasil membawa KRI Nagapasa-403 ke Indonesia. Nama-nama mereka terukir dalam pelat warna perak dan terpasang di salah satu dinding di dalam kapal. Mereka didedikasi­kan sebagai pengawak pertama kapal yang resmi bergabung dengan TNI-AL pada 11 Agustus 2017. Jalesveva Jayamahe. Justru di laut kita jaya…(*/ c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia