KPK-Polri Memanas Lagi
Dirdik KPK Laporkan Novel, Polda Metro Terbitkan SPDP
JAKARTA – Kedatangan Direktur Penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman ke gedung parlemen pada Selasa (29/8) bukanlah puncak dari memanasnya hubungan KPK dengan Polri. Aris ternyata sudah melaporkan penyidik KPK Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya. Atas laporan itu, telah diterbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait penghinaan atau pencemaran nama baik.
Dalam surat bernomor LP/3937/ VIII/2017/PMJ/Ditreskrimsus itu, tertulis penyidikan dimulai pada 21 Agustus
Itu bersamaan saat laporan Aris terhadap Novel masuk ke polda. Penyidikan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau penghinaan dan/atau fitnah melalui media elektronik e-mail.
”Aris merasa terhina dengan pernyataan Novel Baswedan dalam surat elektronik atau e-mail,” terang Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono saat ditemui kemarin (31/8). Berdasar informasi yang dihimpun, e-mail itu dikirim Novel ke Aris ketika mencuat wacana rekrutmen kepala satgas (Kasatgas) penyidikan dari institusi Polri.
Saat itu Novel disebut-sebut memprotes perekrutan tersebut ke pimpinan KPK. Menurut lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1998 itu, perekrutan tersebut tidak sesuai prosedur. Dia juga khawatir rekrutmen itu justru akan membuka peluang bagi perwira tinggi (pati) Polri yang tidak berintegritas masuk ke internal KPK. Atas protes tersebut, Novel mendapat surat peringatan (SP) 2 dari pimpinan.
Argo belum mau membeberkan perihal isi e-mail yang dijadikan dasar laporan Aris terhadap Novel. Yang jelas, kata dia, berdasar hasil gelar perkara, penyelidik menemukan unsur pidana. Karena itu, polisi menaikkan status laporan tersebut. Polisi mencantumkan pasal 27 ayat 3 UU ITE dan/atau pasal 310 serta 311 KUHP untuk memulai penyidikan.
Saat disinggung mengenai faktor apa yang membuat polisi cepat menaikkan status perkara itu ke penyidikan, Argo tidak ingin ambil pusing. Dia mengatakan, polisi bersikap profesional. ”Ada laporan, masak ya nggak diproses sama polisi,” ungkapnya. Sejauh ini, polisi masih meminta keterangan Aris sebagai pelapor.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Kombespol Ade Deriyan menambahkan, pihaknya sudah memeriksa Aris pada Rabu (30/8). ’’Polisi meminta keterangan tentang runtutan peristiwa e-mail itu,’’ ujarnya. Polisi pun belum menetapkan tersangka meski SPDP sudah diterbitkan.
Ade tidak membeberkan detail hasil pemeriksaan terhadap Aris. Dia mengatakan, hal itu masuk materi penyidikan yang tidak bisa dipublikasikan. Meski telah memeriksa Aris, ternyata kepolisian belum memiliki agenda untuk meminta keterangan Novel sebagai terlapor.
Kepolisian memeriksa Novel setelah meminta keterangan saksi ahli. Ade menyatakan, pihaknya telah menyiapkan beberapa saksi ahli. Hanya, dia tidak menyebutkan nama para saksi ahli itu. ’’Yang pasti dari bidang IT, pidana, atau bahasa juga,’’ ujar mantan Kasubdit I Dittipikor Bareskrim tersebut.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan belum mengetahui soal laporan Aris terhadap Novel yang berujung keluarnya SPDP itu. Dia pun irit berkomentar ketika diminta menyikapi perseteruan antara Aris dan Novel. ”Saya belum tahu. Jangan ditanya itu dulu (keterangan Pak Aris). Saya belum tahu, nanti saya cek dulu,” katanya di gedung KPK kemarin.
Sejauh ini, pimpinan KPK memang cenderung berhati-hati dalam menyikapi konflik antara Aris dan Novel. Mereka memilih menyelesaikan persoalan itu secara internal. Misalnya, mengadakan sidang dewan pertimbangan pegawai (DPP) untuk menentukan apakah Aris melakukan pelanggaran etik ketika datang ke rapat dengar pendapat (RDP) Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK. ”Sidang (DPP) masih berlanjut. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami terima laporan dari mereka. Hari ini (kemarin, Red) kami kumpulkan semua pegawai juga,” ucap Agus.
Sementara itu, Aris dan Novel sama-sama belum bisa dikonfirmasi mengenai perseteruan tersebut. Nomor telepon pribadi keduanya tidak aktif ketika Jawa Pos menghubungi.
Bukan hanya hubungan Aris dan Novel yang memanas. Di lingkungan pegawai KPK juga demikian. Itu terjadi setelah salah seorang penyidik mengirim pesan melalui e-mail ke seluruh pegawai KPK. Surat elektronik tersebut berisi tentang dukungan agar pihak yang memfitnah Aris sebagaimana terungkap dalam sidang Miryam S. Haryani bisa ditemukan. Surat itu membuat pegawai lain risi. Mereka menilai e-mail tersebut tidak pantas.
Di sisi lain, penanganan kasus kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) terus bergulir di KPK. Kemarin penyidik memeriksa Ketua Pansus Hak Angket DPR untuk KPK Agun Gunandjar Sudarsa. Dia dipanggil sebagai saksi untuk penyidikan tersangka Setya Novanto. Agun mengatakan, tidak ada yang baru dalam pemeriksaan kemarin. ”Sama saja. Tidak ada yang beda, sama yang dulu,” ujarnya.
Sebelumnya, Agun juga diperiksa KPK untuk tersangka Irman dan Sugiharto. Kala itu, politikus Partai Golkar tersebut dimintai keterangan seputar dugaan pertemuan dan distribusi aliran uang haram e-KTP ke anggota dewan. Agun yang waktu proyek e-KTP bergulir duduk di Komisi II DPR dan badan anggaran (banggar) diduga menerima USD 1 juta.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan, selain memeriksa Agun, pihaknya melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi untuk memperkuat barang bukti penyidikan Setnov. Lokasi pertama adalah rumah Anang Sugiana (Dirut PT Quadra Solution) di daerah Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan pada Senin (28/8) pukul 14.00 hingga 18.00.
Selain itu, penggeledahan dilakukan di rumah mantan Direktur Produksi PNRI Yuniarto di Rawamangun pada Rabu (30/8). Di dua lokasi tersebut, penyidik KPK menemukan dokumen dan barang bukti elektronik.
”Semuanya masih dianalisis untuk kebutuhan penyidikan,” papar Febri. (tyo/sam/c7/ang)