Jawa Pos

Kali Pertama Punya, Geli kalau Pegang

Memang memikat. Melihatnya, orang bisa langsung jatuh hati. Bisa juga langsung geli. Beberapa orang Surabaya menjadi penggemar sekaligus pembudi daya reptil tersebut.

-

Leopard gecko

’’ MAAF, tempatnya berantakan,” ujar Giovanni Putra, Selasa (29/8). Ruang yang disebutnya berantakan itu berukuran 3 x 5 meter di dalam rumah Gio, sapaan Giovanni, di kawasan Jalan Donowati, Sukomanung­gal.

Boleh jadi, ungkapan berantakan itu diamini sebagian orang. Sebab, tumpukan boks plastik memenuhi sekujur sisi ruangan. Ukurannya beragam. Ada yang 15 x 20 sentimeter. Ada juga yang berukuran 20 x 30 sentimeter.

Boks plastik tersebut tidak berisi kue atau semacamnya. Boks yang jumlahnya mencapai 300 lebih itu berisi leopard gecko. Orang awam bisa jadi akan menyebutny­a sebagai tokek.

Secara fisik, mereka memang mirip. Padahal berbeda. Tokek dan leopard gecko sama-sama berasal dari keluarga gecko. Tapi, spesiesnya berbeda.

Tokek rumahan yang berbunyi otokotok-otok tekek itu adalah tokay gecko. Warnanya cenderung abu-abu dengan totol-totol hitam, oranye, atau warna lain. Mereka galak. Kalau diganggu, mereka bisa menggigit

Sementara itu, leopard gecko punya warna dan motif lebih cantik. Beragam. Kulitnya kasar. Ada semacam benjolan kecil merata di atas tubuhnya. Ekornya sedikit menggembun­g.

Dan, binatang itu lebih jinak. Kalau dipegang, dia pasrah. Beda dengan tokek yang langsung menyerang kalau diganggu. ’’Makanya, banyak yang suka leopard gecko sebagai hewan peliharaan,” ujar Gio.

Di habitat aslinya, kawasan Pakistan, India, atau Iran, leopard gecko hidup di bawah bebatuan. Pemalu dan cenderung takut saat melihat orang. ’’Cenderung lari dan menghindar. Tapi, kalau sudah sering dipegang, ya nggak lari,” ujar pria 21 tahun itu.

Kini leopard gecko menjadi pilihan hewan peliharaan yang sedang digandrung­i. Termasuk di Surabaya. Sebab, selain warnanya bercorak dan cantik, perawatann­ya mudah. Tak perlu bikin kandang bagus. Boks plastik sudah cukup. Tinggal diberi lubang ventilasi secukupnya dari semua sisi.

Alas kotak harus diberi bubuk kalsium untuk meredam bau. Bubuk itu juga aman kalau termakan gecko.

’’Makannya, cukup jangkrik atau ulat kecil,” ujarnya. Itu pun tak setiap hari. Cukup 2–3 hari sekali. Begitu juga minumnya, cukup beri wadah kecil di dalam kotak.

Bahkan, menurut Gio, tanpa makan dan minum, seekor gecko bisa bertahan hingga dua bulan. Karena itu, gecko bisa menjadi pilihan bagus bagi orang yang merawat hewan peliharaan sesempatny­a.

Contohnya, Gio. Pagi hingga sore, bahkan sampai malam, dia kuliah. Kalau setiap hari merawat hewan, dia akan kehabisan waktu. ’’Makanya, ngerawat gecko ini bisa santai,” kata mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universita­s Kristen Petra tersebut.

Jika tidak ada makanan, seekor leopard gecko akan memutuskan ekornya untuk dimakan. Sama dengan golongan gecko lain, ekor yang putus bisa tumbuh lagi. ’’Tapi, tidak bisa sama seperti awal. Pasti berbeda. Ekornya jadi mulus, tidak kasar lagi,” ujarnya.

Gio adalah satu di antara beberapa pembudi daya gecko di Surabaya. Semua berawal saat dia duduk di bangku SMP. Dia membeli seekor leopard gecko jantan. Bukan karena jatuh cinta pada hewan nocturnal (aktif saat malam) tersebut. ’’ Tapi, soalnya tanggal lahirnya sama dengan saya,’’ kata Gio.

Ya, tiap gecko pasti punya tanggal lahir. Sebab, besar-kecilnya ukuran tubuh gecko tak bisa dijadikan patokan umur. Semakin lama umur gecko, belum tentu lebih besar ukurannya. Jadi, tiap leopard gecko pasti punya akta lahir.

Saat pertama punya gecko, Gio tidak berani memegang. Geli. Selama beberapa lama, gecko itu hanya tergeletak tanpa mendapat sentuhan. Saat memberi makan pun, Gio memakai sendok. Semua pakai alat. Tanpa menyentuh kulit gecko itu sama sekali.

Orang yang kali pertama memegang gecko mungkin merasakan kegelian yang sama. Binatang itu empuk. Lentur. Rasanya aneh. Yang tidak tahan pasti akan jingkrak-jingkrak.

Lambat laun Gio memberanik­an diri memegang reptil itu. ’’Ternyata gak apa-apa. Lama-kelamaan jadi biasa akhirnya,” katanya. Setelah beberapa lama, Gio memutuskan membeli gecko baru untuk dipasangka­n dengan miliknya yang sudah ada. Dia ingin mencoba breeding (penangkara­n).

Tanpa disangka, gecko miliknya berhasil bertelur. Sejak itu, Gio kian tertarik. Uniknya, sekali bertelur, gecko menghasilk­an dua butir. Setelah itu, seminggu sekali, gecko pasti bertelur lagi dengan jumlah yang sama. ’’Itu kawinnya cuma sekali. Bertelurny­a hingga enam kali,” ujar Gio.

’’Ada yang tanpa dikawinkan sudah bertelur,” lanjutnya. Di dalam telur itu benar-benar ada embrionya. Saat diinkubato­r pun, telur bisa menetas. Padahal, biasanya gecko yang tidak kawin akan menghasilk­an telur kosong.

Menurut Gio, itu adalah sifat reptil. Yakni, partenogen­esis. Betina bisa memproduks­i sel telur tanpa pembuahan.

Dan, jangan kaget ketika leopard gecko jantan menggigit si betina saat breeding. Bukan berkelahi. Tapi, rayuan kasar pejantan justru akan membuat betina bergairah. Pemanasan yang khas gecko.

Harga leopard gecko berbedabed­a. Yang paling murah, berumur di bawah 2 bulan, dibanderol Rp 100 ribu. Panjangnya hanya separo jengkal orang dewasa.

Yang paling mahal mencapai jutaan rupiah. Contohnya, leopard gecko Gio yang berwarna kulit polos kemerahan. Harganya Rp 4 juta. Ukurannya kurang lebih 20 sentimeter. Yang lebih mahal lagi? Ada banyak, belasan juta rupiah pun ada.

Banderol itu ditentukan banyak faktor. Misalnya, warna. Makin merah makin mahal. Motif juga menentukan. Kalau garis-garis yang muncul tidak terputus, harganya juga makin meroket.

Motif itu memang tak bisa ditebak. Selama masih hidup, warna leopard gecko akan terus bermutasi. Misalnya, bintik besar saat tubuhnya masih kecil. Ketika dewasa, bisa jadi bintik besar tersebut akan pecah menjadi kecil-kecil dan lamakelama­an hilang.

Nilai jual yang tinggi itu memang pas untuk ladang bisnis. Selain Gio, ada beberapa orang yang berfokus pada budi daya reptil tersebut. Misalnya, Eri Santoso dan Budi Wonosasmit­o.

Bisa dibilang, mereka adalah pionir leopard gecko di Surabaya. Budi membudiday­akan binatang itu sejak 2008. Gio pun memperoleh hewan pertamanya dari Budi. Koleksi Budi kini mencapai dua ribu ekor. Benar-benar maestro leopard gecko.

Eri Santoso idem ditto. Koleksinya lebih dari seribu ekor. Ada gecko milik Eri yang harganya Rp 10 juta. Itu yang jenis superred.

Eri bilang, berbisnis leopard gecko termasuk simpel. Modalnya tak banyak. Biaya perawatan rendah. Dalam sebulan, seekor gecko tidak akan menghabisk­an duit Rp 5 ribu. Untuk beli jangkrik pun, lebih dari cukup. ’’Makanya, balik modalnya paling cepet kalau leopard gecko,” jelasnya.

Menurut mereka bertiga, breeding gecko memiliki keasyikan tersendiri. Mengawinka­n reptil itu seperti mengajak utak-atik DNA. Jika perpaduann­ya pas, warna yang muncul bisa sangat ciamik.

Namun, kalau salah meramu, hasilnya akan lebih jelek. Karena itu, peramu leopard gecko harus paham ilmunya. ’’Ilmunya itu diajarkan waktu kita SMP. Itu sangat bermanfaat untuk breeding leopard gecko ini,” tuturnya.

Kini mereka bertiga bersiapsia­p mengikuti kontes dan ekspo reptil pada 9 September di Pakuwon Mall. Mereka akan berada pada kompetisi leopard gecko. Puluhan hingga ratusan pencinta reptil eksotis itu akan berkumpul. Adu pesona dan eksotika binatang merayap tersebut. (*/c7/gal)

 ?? GALIH COKRO/JAWA POS ??
GALIH COKRO/JAWA POS
 ?? GALIH COKRO/JAWA POS ?? BINATANG EKSOTIS: Dari kiri, red stipe, supersnow billzard, hypo tangerine, dan sun glow.
GALIH COKRO/JAWA POS BINATANG EKSOTIS: Dari kiri, red stipe, supersnow billzard, hypo tangerine, dan sun glow.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia