Internalisasi Nilai-Nilai Agama
PENDIDIKAN agama bagi setiap individu dan kelompok agama menempati posisi strategis. Setiap masyarakat membutuhkan norma agama sebagai tata nilai dan aturan dalam kehidupannya. Tidak hanya dilakukan oleh masyarakat tertentu, negara pun mengakuinya melalui sebuah legitimasi institusi. Baik dalam UUD 45 maupun undang-undang tentang Sisdiknas pasal 37 ayat 1.
Ada dua paradigma yang berkembang dalam wacana pendidikan agama. Pertama, pendidikan agama berfungsi sebagai transfer ilmu-ilmu agama. Artinya, peserta didik hanya diberi materi tentang pengetahuan agama. Agama hanya dianggap sejenis dengan ilmu pengetahuan lainnya, sedangkan kecakapan hidup dalam beragama ( religius skill) tidak dimunculkan. Kondisi itu mulai berkembang sekitar abad pertengahan.
Paradigma kedua adalah pendidikan agama sebagai proses internalisasi nilai-nilai agama. Grand design yang dibangun dalam sistem pendidikan tersebut adalah pendidikan agama sebagai proses pembelajaran (tilawah) yang memiliki tujuan agar siswa memahami materi yang diberikan guru agama. Dengan pemahaman itu, siswa diharapkan bisa menilai dan mewujudkannya melalui pembentukan sikap hidupnya.
Dalam hal tersebut, diperlukan adanya penyadaran-penyadaran atau pembersihan diri ( tadzkiyah). Baik berupa evaluasi, teguran, maupun figur seorang guru agama. Seorang guru harus aktif dalam proses pembentukan sikap tersebut yang dibarengi dengan transfer pengetahuan agama itu sendiri.
Sepintas kita melihat, masuknya pendidikan agama menjadi kurikulum pendidikan nasional merupakan penyebab yang menjadikan pendidikan agama sebagai makna yang sempit. Pengetahuan agama hanya diajarkan dua jam dalam seminggu (bagi sekolah umum) atau lebih (bagi sekolah berbasis agama). Itu pun hanya bersifat teoretis dalam kelas. Peserta didik hanya diberi pengetahuan agama dari segi kognitif. Semakin hafal dan mengetahui agama, mereka dianggap berhasil.
Hal itu bukan berarti pendidikan agama harus dijauhkan dari kurikulum. Sebab, ketika ia dipisah dari sistem pembelajaran, sesungguhnya tidak akan ada upaya pelestarian dan pewarisan nilainilai agama kepada generasi selanjutnya, melainkan interpretasi dan aktualisasi kurikulum tersebut yang mesti dipertanyakan. Kurikulum pendidikan agama bukanlah produk jadi yang kemudian dikonsumsikan pada peserta didik, melainkan kurikulum tersebut harus diaktualisasikan dalam pembentukan sikap setiap peserta didik. Dengan demikian, pendidikan agama itu sebenarnya berlangsung terus-menerus dan kontinyu tanpa harus dibatasi oleh kelas dan jam pelajaran.
Kalau mau ditinjau lebih dalam lagi, sesungguhnya paradigma pendidikan agama sangat membutuhkan sistem pembelajaran model competence based curriculum. Salah satu program yang dikembangkan adalah life skill (istilah pendidikan agama religious skill), yakni cara seorang siswa memiliki kecakapan dalam beragama. Mereka tidak hanya dituntut menghafalkan ayatayat Alquran sampai 30 juz, hadishadis, atau persoalan-persoalan fikih, dan lain-lain, tetapi cara mereka bisa memahami dan mampu menerapkan pengetahuan agama itu dalam sikap hidupnya.
Agama bukan dianggap lagi sebagai ilmu pengetahuan sejenis fisika, matematika, kimia, dan biologi ala sekolah. Artinya, ilmu yang mereka dapat sebatas disiplin keilmuan yang kepandaian siswa hanya ditentukan oleh kemampuan siswa menyelesaikan soalsoal ujian di sekolah. Ketika berada di luar sekolah, mereka tidak bisa memanfaatkan ilmu yang diperolehnya di sekolah.
Para lulusan sekolah yang tidak mampu meneruskan kuliah lari ke pabrik-pabrik. Padahal, terkadang pekerjaannya tidak sejalan dengan ilmu yang didapat di sekolah. Bahkan, dalam perilaku keseharian pun, mereka seolah-olah tidak pernah memperoleh pendidikan agama. Padahal, pendidikan agama itu selalu diajarkan di sekolah.
Peran dan aktivitas guru agama sangat dibutuhkan. Seorang guru tidak sekadar memberikan materi agama. Seorang guru harus memahamkan, membina, mengarahkan, dan mengajak siswa untuk mengevaluasi setiap perilakunya melalui sebuah proses pemahaman, penyadaran, dan pembelajaran. (*) Dosen Program Pascasarjana Umsida