Jawa Pos

Hilangkan Nyeri Hebat karena TN

Operasi Ke-1.001 CBSC Surabaya

-

SURABAYA – Hidup Yanis Candra Santi terasa lebih berat dalam lima tahun terakhir. Sebab, sejak Desember 2012, dia sering mengalami nyeri yang begitu menyiksa. Obat penghilang rasa sakit pun menjadi satusatuny­a jalan untuk mengatasi sakitnya.

’’Awalnya cuma nyeri sekilas di dalam telinga kanan, lalu hilang. Tapi, semakin ke sini, nyerinya semakin lama dan menyakitka­n,” ujar Yus Satyo Kurniawan, sang suami, saat ditemui di National Hospital Rabu lalu (30/8). Melalui layar monitor di ruang tunggu, Yus bisa melihat secara langsung bagaimana penyakit istrinya itu diangkat.

Tindakan operasi itu harus diambil karena Yanis mengalami trigeminal neuralgia (TN). Yakni, nyeri luar biasa dan tidak tertahanka­n di satu sisi wajah.

Nyeri tersebut bisa terjadi di bagian gigi, gusi, pipi, dan terkadang sampai mata dan dahi satu sisi. Hal itu terjadi karena adanya pembuluh darah yang melekat pada saraf nomor lima di batang otak. Ketika pembuluh darah yang bergerak kembang kempis seiring denyut jantung itu menempel, saraf akan mengalami trauma hingga akhirnya menimbulka­n rasa sakit luar biasa.

Dokter THT (telinga, hidung, tenggoroka­n) dan gigi pun sempat disambangi Yanis demi mengetahui apa yang dialami. Namun, mereka semua mengatakan bahwa Yanis sehat. Bahkan, dia sempat dikira mengalami nyeri psikosomat­is.

Kalau nyeri yang dirasakan istrinya sudah sangat parah, Yus membawanya ke UGD untuk mendapat suntikan penghilang nyeri. ’’Itu bisa seminggu sekali dalam empat bulan terakhir,’’ lanjut ayah satu anak tersebut. Saat memeriksak­an diri ke dokter saraf, Yanis dicurigai mengalami TN. MRI pun dilakukan untuk memastikan­nya. ’’Ternyata benar (terkena TN),’’ urainya.

Tindakan operasi pun lantas dijadwalka­n. Dokter M. Sofyanto SpBS bertindak sebagai operator dalam operasi microvascu­lar decompress­ion (pemisahan saraf di batang otak). Itu merupakan pembedahan kecil dengan membuat lubang selebar satu setengah sentimeter di bagian belakang telinga pasien.

Lubang tersebut kemudian digunakan untuk melakukan tindakan memisahkan pembuluh darah dan saraf. Setelah berhasil dipisahkan, bantalan dari serabut teflon digunakan sebagai pembatas agar tidak terjadi perlengket­an kembali.

Akurasi dan ketelitian dari tim dokter dalam operasi tersebut harus sangat diperhatik­an. Kesalahan sedikit saja akan fatal akibatnya. ’’Ini merupakan operasi ke-1.001 yang dilakukan Comprehens­ive Brain and Spine Center (CBSC) Surabaya dengan metode microvascu­lar decompress­ion,’’ lanjut Sofyan. Selama ini tingkat keberhasil­annya sekitar 98 persen.

Komplikasi yang terjadi dalam operasi yang berjalan kurang dari dua jam itu pun tidak sampai fatal dan bisa kembali sembuh dalam waktu 6–10 minggu. Meski trigeminal neuralgia tidak tampak sebagai suatu penyakit berbahaya, jika dibiarkan, hal itu bisa menimbulka­n depresi hingga mengakibat­kan bunuh diri.

’’Pasien saya pernah ada yang hampir bunuh diri. Dia minum obat penenang begitu banyak akibat sakit yang luar biasa,’’ ungkap Sofyan. Padahal, dengan operasi microvascu­lar decompress­ion, penyakit tersebut bisa disembuhka­n. (dwi/c17/jan)

 ??  ?? LIVE SURGERY: Dokter M. Sofyanto SpBS (kanan) dari CBSC Surabaya memimpin operasi microvascu­lar decompress­ion pada pasien Yanis Candra Santi pada Rabu (30/8). GUSLAN GUMILANG/JAWA POS
LIVE SURGERY: Dokter M. Sofyanto SpBS (kanan) dari CBSC Surabaya memimpin operasi microvascu­lar decompress­ion pada pasien Yanis Candra Santi pada Rabu (30/8). GUSLAN GUMILANG/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia