KPK Terancam Lumpuh
Kasus Novel, Pimpinan Diharapkan Tegas
JAKARTA – Tragedi cicak versus buaya kembali mengancam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu bisa terjadi lagi setelah Brigjen Aris Budiman melaporkan anak buahnya sendiri, Novel Baswedan (penyidik andalan KPK), ke Polda Metro Jaya
Laporan itu pun sudah naik ke penyidikan. Artinya, penetapan tersangka untuk Novel tinggal menunggu waktu.
Namun, pendiri Lokataru Haris Azhar menyatakan, perseteruan antara KPK dan Polri kali ini cenderung mengerucut pada Novel. Itu dilihat dari skenario polisi yang terkesan hanya mengincar Novel sebagai target utama. ”Kalau dulu itu cicaknya kan KPK. Tapi sekarang, dibilang ci- cak juga nggak bisa. Karena pimpinan KPK nggak mau maju,” ujarnya kepada Jawa Pos.
Mantan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu menyebutkan, KPK sejatinya sudah lemah semenjak dipimpin komisioner saat ini. Pun, tidak tertutup kemungkinan perseteruan antara Aris dan Novel merupakan dampak lemahnya pimpinan yang sekarang. ”Ini sudah jelas (serangan Polri, Red) mau mengerucut ke Novel,” tegasnya.
Secara umum, kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Aris ke Polda Metro Jaya merupakan modus yang biasa dipakai orang-orang panik. Dengan kata lain, tidak ada persoalan krusial dalam kasus tersebut. ”Isi e-mail (Novel, Red) sebenarnya hanya protes biasa,” imbuhnya. Haris pun menduga kasus tersebut hanya pesanan. ”Polisi bintang satu (Aris Budiman, Red) apa sih kepentingannya?” cetus dia.
Haris menyebutkan, Presiden Joko Widodo ( Jokowi) semestinya tidak tinggal diam menyika- pi persoalan itu. Jokowi setidaknya segera memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menanyakan maksud dan tujuan pengusutan kasus dugaan pencemaran nama baik atas Novel. ”Jangan ketika masyarakat marah baru mengeluarkan pernyataan,” tuturnya.
Sementara itu, polisi terus mempercepat penanganan kasus dugaan pencemaran nama baik atas e-mail Novel. Direskrimsus Polda Metro Jaya Kombespol Ade Derriyan menyatakan, pemanggilan kali kedua Aris kembali di- lakukan pada Kamis (31/8).
”Pemanggilan pertama pas masih tahap penyelidikan. Nah, kemarin pemanggilan untuk tahap penyidikan,” terangnya saat ditemui di Mapolda Metro Jaya.
Aris dicecar 40 pertanyaan dalam pemeriksaan itu. Menurut Ade, Aris memberikan keterangan yang cukup komplet. Aris menjadi informan tunggal dalam kasus itu. ”Kami tidak butuh memeriksa orang lain. Hanya Pak Aris cukup,” tutur mantan Kasubdit I Tipikor Bareskrim Polri tersebut.
Lantas, adakah perubahan status Novel setelah polisi memeriksa Aris hingga dua kali? Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menjelaskan, status Novel masih sama hingga kemarin, yaitu terlapor.
” Kan ada tahapan-tahapannya. Tidak sembarangan menjadikan seseorang sebagai tersangka,” ungkapnya.
Pekan depan polisi memeriksa saksi ahli dengan menghadirkan barang bukti (BB) dari Aris. Argo mengatakan, BB berupa handout surat elektronik ( e-mail) yang diduga dikirimkan Novel. Menurut Argo, sikap Aris yang melaporkan Novel ke kepolisian adalah hal wajar. ”Sekarang, kalau kamu dibilang oleh anak buahmu jelek ke orang lain, gimana? Marah, kan?” ucapnya.
Sementara itu, KPK masih irit berkomentar soal perseteruan Aris-Novel. Mereka belum menentukan sikap terkait manuver Aris. KPK tetap akan berpegang pada hasil sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK terhadap Aris. Setelah itu pimpinan baru akan memanggil Aris. ”Ditunggu saja,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sidang DPP itu memproses dugaan pelanggaran yang dilakukan Aris. Yakni terkait dugaan pertemuan Aris dengan anggota Komisi III DPR dan kehadiran di Pansus Hak Angket DPR untuk KPK. KPK pun berjanji hasil sidang tersebut menentukan posisi Aris di internal KPK.
Dari Sukabumi, Presiden Jokowi kembali menegaskan posisinya atas polemik di internal KPK. Menurut dia, KPK merupakan lembaga yang independen. ”Saya tidak ingin mencampuri. Nanti ada yang ngomong intervensi,” ujar Jokowi di sela-sela kunjungan kerja kemarin (1/9).
Karena itu, presiden enggan mengomentari lebih jauh friksi yang sedang berlangsung. Begitu pula halnya soal pansus hak angket yang menjadi awal mula konflik di internal KPK. Bagaimanapun, pansus merupakan ranah legislatif dan presiden tidak bisa turut serta. ”Itu haknya DPR. Pansus haknya DPR. Angket haknya DPR,” tutur Jokowi
Masyarakat, tambah presiden, harus memahami bahwa ada wilayah sebuah lembaga yang tidak bisa dicampuri lembaga lainnya. Konstitusi maupun undang-undang sudah mengatur pembagian wewenang antarlembaga. Selama regulasi tidak mengizinkan, tidak boleh ada lembaga lain yang mengintervensi. Sekalipun itu lembaga kepresidenan. (tyo/sam/byu/c9/ang)