Waspada Provokasi SARA Rohingya
TRAGEDI kemanusiaan memilukan yang menimpa muslim Rohingya di Myanmar tak luput dari penyebaran hoax. Sejumlah akun di Facebook menyebarkan informasi sesat yang menjurus ke provokasi SARA. Misalnya, menyebut umat Buddha di Indonesia hanya diam. Tidak bersikap atas pembantaian terhadap etnis Rohingya.
Salah satu pemilik akun Facebook Muhammad Taufik melontarkan status terkait tragedi Rohingya. Sayang, status dan foto yang diposting berpotensi memicu konflik SARA di Indonesia. Status yang dibuat Jumat, 1 September 2017, itu mulai banyak dibagikan. Bunyi statusnya, ”MEREKA MERASA AMAN DAN DAMAI. Kenapa para Biksu merasa damai Dan aman di Indonesia? Karena MAYORITAS penduduk Indonesia adalah Muslim. Muslim Indonesia tidak membalas perlakuan para Biksu yg membantai Ribuan Muslim di Rohingya. Dan sayangnya para Biksu di Indonesia tdk bertindak APA APA atas tindakan keji Biksu Biksu yg membunuh Muslim di Rohingya. Muslim dibantai para Biksu di Rohingya Dan Para Biksu Budha hidup nyaman Dan damai di Indonesia. Siapa yv TERORIST sebenarnya ? IslamAgamaDamai”.
Status itu disertai foto biksu yang sedang menggelar upacara keagamaan di Candi Borobudur. Juga, sebuah meme dengan tulisan ”Kata mereka Islam adalah agama radikal dan teroris. Faktanya 85 persen penduduk Indonesia adalah muslim. Pertanyaannya: kenapa sampai saat ini kalian masih hidup???”. Status tersebut dibagikan banyak netizen. Mereka percaya bahwa umat Buddha di Indonesia diam dalam menyikapi tragedi penyerangan Rohingya.
Nah, sebenarnya informasi tersebut keliru. Sebab, pada 30 Agustus 2017, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (PBD-NSI) memberikan konferensi pers terkait pernyataan sikap Buddha. Konferensi pers diselenggarakan di gedung PBD-NSI di Jalan Minangkabau 23–25, Manggarai, Jakarta Selatan. Undangan konferensi pers pun ketika itu disebar lewat aplikasi instant messaging dan diterima banyak wartawan.
Ada sepuluh pernyataan sikap yang disampaikan PBD-NSI. Yang terpenting ada dalam poin keempat. Yakni, mendesak pemerintah Myanmar memberikan perlindungan, bantuan, hak asasi dasar kepada masyarakat Rakhine.
PBD-NSI mengingatkan umat beragama, terutama umat Buddha, untuk tidak terprovokasi dan menjaga kerukunan dan perdamaian umat beragama di Indonesia, bahkan dunia. Per- nyataan sikap itu banyak ditemukan di search engine, telah menjadi berita sejumlah portal. Termasuk portal Hidayatullah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengimbau masyarakat di Indonesia agar tidak menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan konflik SARA. ”Mari kita bergandeng tangan untuk sama-sama menjaga kohesivitas sosial kita dan membantu semampunya etnis Rohingya di Myanmar,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini yang dibutuhkan etnis Rohingya bukan bantuan logistik dan kesehatan. Tapi, tekanan politik dari dunia terhadap pemerintah Myanmar. Termasuk mendorong pemerintah Indonesia untuk tegas, mi salnya, melakukan peringatan diplomasi. Misalnya, menarik Dubes RI dari Myanmar dan meminta Dubes Myanmar di Indonesia untuk meninggalkan Indonesia.
Pembantaian etnis Rohingya oleh militer Myanmar memang layak dikutuk. Pemerintahan mereka layak diberi sanksi lantaran membiarkan terjadinya kebiadaban dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa di depan mata. Tapi, membangun kebencian dengan menyebar informasi sesat juga kejahatan. Apalagi kalau dampaknya memicu perpecahan antaragama. (gun/eko/c10/fat)