Selalu Mengawali Belajar dengan Lagu Indonesia Raya
Evi Ayu Lestari, 23, selama dua tahun ini tidak lelah melangkah. Berikhtiar untuk terus memperjuangkan literasi dan prestasi di kampung halamannya. Yakni, di Dusun Gisik Kidul, Tambak Cemandi, Sedati.
SUARA belasan anak terdengar cukup keras. Rupanya, suara itu berasal dari Kolam Pemancingan Gemilang di wilayah Gisik Kidul pada Minggu (27/8). Anak-anak tersebut berkumpul dalam satu tikar. Melingkar di dekat pohon teduh. Melempar pandang ke depan, suasana terasa adem. Mereka layaknya anggota keluarga yang tengah menikmati piknik.
Namun, anak-anak itu bukan sedang piknik. Di tangan bocahbocah tersebut, ada buku cerita. Buku-buku itu diambil dari dua wadah di pojok tikar. Sambil serius membaca, anak-anak tersebut sedang menunggu kehadiran seseorang. Siapa dia? Tidak lain Evi Ayu Lestari, guru sekaligus teman bocah-bocah itu.
Sore itu, begitu datang, Evi langsung bergabung dengan anak-anak. Dia memanggil Salsabilah, salah seorang anak, untuk berdiri di sampingnya. Anak itulah yang diminta menjadi pemimpin sekaligus dirigen dalam ”ritual” pertama. Apa? Menyanyikan lagu Indonesia Raya. Salsabilah pun patuh. Lagu kebangsaan tersebut berkumandang.
Setelah itu, Evi yang masih kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Adi Buana mengambil satu buku cerita. Dia meminta anak-anak untuk ber- gantian membacakan cerita tersebut. Suara mesti lantang. Sesekali, Evi memberikan tebakan. Tujuannya memastikan bahwa anak-anak itu menyimak cerita dengan baik.
’’Namanya juga anak-anak. Pasti ada banyak kesempatan mereka tidak fokus sama apa yang diterangkan,’’ ujarnya kepada Jawa Pos.
Menurut Evi, perjuangan dua tahun itu sebagai salah satu amal. Ingin memberikan kemanfaatan untuk anak-anak pesisir. Sebagai orang yang tinggal di wilayah tersebut, Evi tahu betul bagaimana kondisi pendidikan mereka. Dia merasa beruntung karena bisa mengenyam pendidikan tinggi. Tidak sedikit anak yang hanya puas menempuh pendidikan sampai ke tingkat SMP. Mereka diminta orang tua untuk membantu ekonomi rumah tangga.
Kondisi tersebut membuat aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu membulatkan tekad untuk melangkah. Dia ingin ikut andil memberdayakan anakanak di sekitar kampungnya. Awalnya, Evi hanya meminta sepupunya yang masih kecil untuk menyampaikan niat tersebut kepada teman-temannya. ’’Ternyata yang datang lumayan banyak. Sekitar 20 orang. Mereka juga senang saat diajak baca sama-sama,’’ ungkapnya.
Tentu, orang tua mereka awalnya melarang. Alasannya, membaca sia-sia. Toh, anak-anak tersebut sudah belajar membaca di sekolah. Karena itu, tidak perlu lagi mengorbankan waktu luang setelah sekolah untuk membaca. Namun, Evi tidak putus asa. Dia berusaha meyakinkan. Akhirnya, orang tua mulai sadar bahwa aktivitas literasi itu sangat membantu anaknya di sekolah. ’’Mereka jadi lebih suka belajar’’ jelasnya.
Dalam perkembangannya, Evi juga memberi pelajaran pencak silat agar ada suasana lain. Hasilnya, salah satu anak asuhnya berhasil meraih prestasi tingkat kabupaten pada akhir 2016. ’’Jadi, setelah literasi, saya juga ingin anak-anak punya prestasi nonakademis,’’ katanya sambil tersenyum bangga. (*/c6/hud)