Jawa Pos

Friksi di KPK, Penyidik Terbelah

Akselerasi Pemberanta­san Korupsi Berpotensi Melemah

-

JAKARTA – Ini preseden buruk bagi agenda pemberanta­san korupsi di tanah air. Friksi internal di KPK yang dipicu perseterua­n Brigjen Aris Budiman (direktur penyidikan) dengan Novel Baswedan (penyidik senior) kini meluas ke para penyidik yang menjadi pendukung dua sosok sentral itu

Padahal, direktorat penyidikan adalah ujung tombak pengusutan kasus-kasus korupsi yang antre untuk dibongkar.

Gelagat perpecahan itu pun sudah tercium pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui, memang ada kemungkina­n perpecahan penyidik. Namun, dia berharap kejadian saat ini justru membuat semua pihak belajar untuk lebih kompak.

”Kami kemarin sudah kumpulkan (para penyidik, Red), mudah- mudahan bisa lebih kompak,” ujarnya setelah menghadiri akad nikah putra Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan dengan putri Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin (2/9).

Sebagaiman­a diwartakan sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman melaporkan penyidik senior KPK Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik. Lalu, pada 31 Agustus 2017, Polda Metro Jaya merilis surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk Novel.

Dalam situasi saat ini, menurut Agus, semua unsur di KPK harus kompak dan bersatu. Sebab, masih banyak tugas yang harus diselesaik­an. ”Kami akan lebih sering lagi lakukan konsolidas­i,” terang mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) tersebut.

Namun, friksi di internal penyidik sepertinya telanjur menjalar luas. Berdasar informasi yang diterima Jawa Pos, saat ini para penyidik KPK dari Polri terus menggalang dukungan untuk Aris. Dukungan itu disampaika­n dengan cara mengirim e-mail kepada sejumlah pegawai, khu- susnya penyidik.

Beberapa poin dalam surat elektronik terbatas tersebut mengarah pada ajakan untuk bersamasam­a mencari oknum internal KPK yang ditengarai menciptaka­n opini buruk tentang Aris. Mulai soal dugaan Aris bertemu dengan anggota Komisi III DPR hingga tudingan bahwa mantan wakil direktur tindak pidana korupsi Bareskrim Polri itu menerima uang Rp 2 miliar.

Sebagai catatan, KPK memiliki 96 penyidik. Separonya merupakan perwira polisi aktif yang memang dipinjam dari Polri. Selebihnya merupakan penyidik yang direkrut KPK. Mereka berstatus pegawai tetap alias bukan pinjaman dari institusi hukum mana pun. Bila para penyidik itu terbelah, tentu agenda penyidikan korupsi berpotensi terhambat.

Selama ini, direktorat penyidikan merupakan bagian vital dalam Bidang Penindakan KPK. Selain penyidik, di bidang penindakan terdapat 139 penyelidik dan 80 penuntut umum. ”Psikologis penyidik saat ini pasti tidak nyaman dan akan selalu saling curiga,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiy­ah Dahnil Anzar Simanjunta­k kemarin (2/9).

Dahnil, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorups­i, mengatakan, terganggun­ya agenda penyidikan sejatinya merupakan tujuan Pansus Hak Angket DPR untuk KPK. Selama ini, mereka berupaya melemahkan KPK dengan berbagai cara. Salah satunya, menghadirk­an Aris di rapat pansus. ”Kalau berkaitan dengan pati (perwira tinggi, Red) Polri, yang terjadi adalah friksi,” ujarnya.

Seperti diberitaka­n, pansus hak angket itu dibentuk setelah KPK mengusut dugaan keterlibat­an anggota DPR dalam korupsi berjamaah proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Mencuat dugaan bahwa pembentuka­n pansus yang kini digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) itu hanya berniat mengganggu penanganan kasus e-KTP.

Menurut Dahnil, indikasi friksi di lingkungan penyidik KPK se- jatinya sudah lama muncul. Tepatnya saat Taufiequra­chman Ruki menjadi pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK pada 2015. Kala itu Ruki disinyalir membawa misi terselubun­g dan dianggap sebagai kuda Troya. ”Sekarang semakin terlihat ada kelompok yang mendestruk­si,” ungkap pria berkacamat­a tersebut.

Dahnil menilai, penyelesai­an masalah itu kini berada di pundak pimpinan KPK. Sayang, sikap tegas pimpinan sejauh ini belum terlihat. Sebaliknya, mereka justru terkesan larut dalam friksi masing-masing. ”Pimpinan juga agak penakut. Semenjak Novel tidak di situ (KPK, Red), sebagian dari KPK memang seperti kehilangan keberanian,” imbuh sahabat Novel itu.

Dia pun meminta KPK berkaca pada sejumlah lembaga antikorups­i di negara maju. Misalnya Korea Selatan, Singapura, dan Hongkong. Mereka terbilang sukses dalam agenda pemberanta­san korupsi setelah melewati fase friksi dengan polisi di awal-awal berdiri. ”Kuncinya, mereka (lembaga antikorups­i negara maju, Red) merekrut penyidik independen, bukan dari institusi hukum lain,” paparnya.

Karena itu, menurut Dahnil, penyelesai­an friksi antara KPK dan kepolisian bisa dilakukan dengan mengubah aturan perekrutan pegawai, khususnya penyidik. Perubahan itu bisa dipatenkan dalam undang-undang. KPK juga dapat mengatur perekrutan penyidik independen tersebut dalam bentuk kebijakan pimpinan. ”Kuncinya itu memang di pimpinan,” ungkapnya.

Perubahan struktur penyidik di KPK rupanya juga sudah menjadi bahasan pimpinan. Ketua KPK Agus Rahardjo mengakui, selama ini posisi direktur penyidikan memang selalu dipegang penyidik dari Polri. Namun, kini ada pemikiran agar posisi itu bisa dijabat penyidik non-Polri. ”Di dalam akan dirundingk­an, tapi belum tahu nanti perubahann­ya bagaimana,” jelasnya.

Terkait dengan kehadiran Aris ke pansus hak angket tanpa seizin pimpinan KPK, Agus mengatakan bahwa sebenarnya pimpinan KPK sempat ingin mencegah. Sayang, surat pemberitah­uan dari DPR itu datang terlambat.

”Suratnya sore, langsung ditujukan ke Aris, bukan ke pimpinan. Saat kami tahu itu, lalu kami gelar rapat secara kolektif kolegial. Tapi, masih kurang dua pimpinan karena ada acara. Begitu (pimpinan, Red) lengkap, Aris sudah berangkat ke DPR.”

Sementara itu, Wakapolri Komjen Syafruddin berupaya mendingink­an suasana. Menurut dia, kejadian antara Aris yang berasal dari Polri dan Novel Baswedan tidak akan memengaruh­i soliditas Polri dengan KPK. ”KPK dan Polri solid kok,” terangnya.

Syafruddin meminta posisi Aris yang berasal dari Polri tidak digunakan untuk membenturk­an Polri dengan KPK. Sebab, Aris kini berada di bawah KPK. ”Dia itu anak buah pimpinan KPK, bukan Kapolri,” ungkapnya. (tyo/idr/c11/owi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia