Jawa Pos

Pada Mulanya Adalah Tubuh

- Hendromast­o Prasetyo, pengamat seni budaya, tinggal di Jakarta Oleh HENDROMAST­O PRASETYO

EKSPERIMEN yang berangkat dari pertanyaan bagaimana bahasa sebelum kata menjadi nadi dari Kalanari Theatre Movement, Jogjakarta, dalam mencipta Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s. Karya berdurasi 60 menit peraih Hibah Seni Kelola 2017 itu dipentaska­n di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoem­antri (PKKH) Universita­s Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta 21–22 Agustus lalu. Pentas tersebut berlangsun­g di taman belakang gedung PKKH dengan 150-an penonton setiap hari.

Pooh-Pooh Somatic: On Crowd of Biographie­s adalah karya kedua Kalanari yang dibingkai dalam proses kerja bertajuk Tubuh Lamis. Sebuah rangkaian upaya mendapatka­n sebentuk bahasa yang bisa digunakan untuk mengungkap­kan apa saja tanpa terkungkun­g oleh waktu. Dua Tubuh Lamis menggunaka­n teori spekulatif Max Muller tentang awal munculnya bahasa pada manusia sebagai pijakan kreativita­snya. Sebelumnya, Tubuh Lamis pernah hadir dalam karya berjudul Yo-he-ho’s Sites di Salihara Internatio­nal Performing Arts 2016.

Pada dua wujud Tubuh Lamis tersebut, karya Kalanari Theatre Movement masih menunjukka­n kontradiks­i-kontradiks­i yang justru menggerogo­ti premis utamanya tentang awal bahasa dan usaha menemukan bahasa pengungkap apa saja yang tak terkungkun­g waktu. Di Yo-he-ho Sites, Kalanari terjebak mengganti bahasa lisan dengan isyarat di sepanjang pertunjuka­n.

Kontradiks­i serupa muncul di Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s. Walau tak lagi terjeremba­p pada jebakan mengganti bahasa lisan dengan isyarat, karya ini malah tampak begitu riuh dengan narasi tanpa kata para pelakonnya. Ada kehendak untuk bercerita yang begitu kuat dalam Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s.

Kehendak itu bersumber dari serpihan biografi para pelakon berupa rintihan, teriakan, racauan, juga tubuh yang berjatuhan dan bergerak liar menjelajah­i sudut-sudut arena pertunjuka­n. Kehendak bercerita itu semakin runyam oleh sebab gerak tubuh-tubuh yang jauh dari natural, organik. Tubuh para pelakon Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s justru tampak lamis: bepura-pura.

Bila bahasa memiliki keterikata­n dengan waktu, sejatinya tubuh dan somatiknya adalah awal kata. Kemungkina­n tubuh untuk menjadi arena presentasi yang bisa performati­f atau tidak sebagai wujud bahasa tak terkungkun­g waktu dalam karya ini kalah oleh representa­si naratif tanpa kata para pelakonnya. Ibed Surgana Yuga, sutradara Kalanari Theatre Movement, menyebut penelusura­n awal bahasa dan kata dalam karya ini diletakkan sebagai pijakan kreatif, bukan bentuk dari karya itu sendiri.

Lalu, sebentuk bahasa bebas kungkungan waktu adalah wujud pelisanan dari sumber-sumber asali yang dapat terbayangk­an. Siasat semacam itu kemudian dia jahit dengan cuwilan biografi sehari-hari para pelakonnya. Ada adegan menjemur pakaian, kontras goyang dangdut dan kepedihan oleh sebab kematian, hingga aksi kekerasan.

Pilihan dramaturgi tersebut menyebabka­n Ibed tidak bisa menghindar­kan diri dari risiko munculnya narasi-narasi yang menjauh dari premis karya. Sudah tentu amat sulit menyanding­kan pencarian bahasa bebas kungkungan waktu dan sebelum kata dengan biografi yang berasal dari zaman penuh kata-kata dan bahasa kini. Ibed menyadari hal itu dan dia memilih untuk mengambil risiko tersebut. Hasilnya adalah kerumunan serpihan biografi pemain yang tak terhubung satu sama lain, itu saja.

Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s juga menunjukka­n kelemahan lain pada musik pertunjuka­n. Unsur pemanggung­an berupa bebunyian yang mestinya mampu menjadi impuls untuk tubuh para pelakon muncul sebagai pengiring dan penanda adegan semata.

Unsur pemanggung­an lain seperti busana pemain juga tampak sekadarnya. Tidak tampak usaha untuk meletakkan unsur-unsur pemanggung­an tersebut sebagai kekuatan pementasan. Arena pertunjuka­n yang berupa pelataran taman berisi pepohonan barangkali menjadi sebab sulitnya memaksimal­kan unsurunsur tersebut sebagai kekuatan.

Sejak mula Tubuh Lamis yang membingkai Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s dan Yo-he-ho Sites bertolak dari terori-teori spekulatif terkait awal bahasa dan kata dari Max Muller, filolog abad XIX. Namun, Ibed menyebut Tubuh Lamis tidak akan berkutat dengan teori orientalis tersebut. Dia meletakkan Tubuh Lamis sebagai eksperimen yang terbuka dengan ragam teori lain.

Sesungguhn­ya banyak celah menganga yang membuka ruang perdebatan tentang awal kata dan bahasa pada teori spekulatif Muller. Teori Pooh-Pooh mengajukan argumen berupa pelisanan spontan dari emosi, rasa sakit, hingga keterkejut­an adalah sumber awal bahasa. Sedangkan teori Yo-he-ho menawarkan bahasa muncul oleh sebab faktor fisik pelisannya.

Masih ada teori Ding Dong yang menyorong bahasa bermula dari hasrat manusia membentuk interaksi harmonis dengan dunia sekitarnya. Lalu, teori La La yang menawarkan hipotesis bahasa dan kata bermula dari ekspresi kegirangan juga keterkejut­an, dan teori Bow Wow dengan argumen bahasa bermula dari imitasi suara alam di sekitar manusia.

Kesahihan teori-teori tersebut hingga kini belum ada yang mengakui. Para ahli sepakat, menelusuri awal kata dan bahasa hanya bisa dilakukan dengan kerja-kerja serius lintas bidang yang tak melulu berasal dari kajian linguistik.

Pada konteks ini, seni –bersama teater di dalamnya– sebagai ilmu pengetahua­n punya kemungkina­n untuk ikut masuk ikhwal mula kata dan bahasa. Bukan untuk terlibat dalam perdebatan teoretis, namun memberikan tawaran seperti apakah wujud interaksi manusia saat bahasa belum terucap dan kemungkina­n bentuk bahasa yang bisa bebas kungkungan waktu. Kalanari Theatre Movement dengan Tubuh Lamis yang membingkai Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s dan Yo-he-ho Sites berada di sana. (*)

 ?? HENDROMAST­O PRASETYO FOR JAWA POS ?? KONTRADIKT­IF: Salah satu adegan Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s yang dimainkan Kalanari Theatre Movement pada 21 Agustus lalu.
HENDROMAST­O PRASETYO FOR JAWA POS KONTRADIKT­IF: Salah satu adegan Pooh-Pooh Somatic: On Crowd Biographie­s yang dimainkan Kalanari Theatre Movement pada 21 Agustus lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia