Pernah Dikira Aliran Agama, Berlomba dalam Kebaikan
Pengasuhan dan pendidikan anak (parenting) kini penuh dinamika. Gawai (gadget) menjadi tantangan besar. Komunitas Islamic Parenting Gresik siap membantu orang tua untuk menyukseskan pendidikan anak.
AWALNYA pertemuan tidak sengaja. Mei 2015, sebuah seminar bertema Mendidik Anak di Era Digital mengumpulkan 20-an perempuan. Mereka adalah aktivis beragam kajian di Kota Santri. Seminar parenting itu diasuh oleh Ustad Budi Ashari di Masjid Agung Gresik.
Mulanya mereka berkumpul begitu saja. Mempersiapkan acara sebaik-baiknya. Para kaum hawa yang terlibat sebagai panitia seminar lantas menamai diri Islamic Parenting Gresik (IPG). Me- reka lalu menyebar undangan. Jumlah sasaran para relawan seminar mencapai puluhan ribu. Targetnya, orang tua.
Menurut Muzammila, ketua IPG, seminar pendidikan itu diwarnai drama. Penuh kenangan. Para relawan dengan senang hati mengorbankan waktu. Hampir setiap hari menyanggong di pintu-pintu sekolah. ”Kalau wali murid lewat, kami berikan undangan itu,” kata Muzammila.
Kalau tiba-tiba ada keperluan, ibu-ibu itu terpaksa memberikan upah kepada satpam sekolah. Minta tolong agar menyebarkan undangan parenting ke orang tua. ”Karena masih pertama dan jalan sendiri, jadi penuh tantangan,” ujarnya.
Panitia pernah meminta bantuan kepada sekolah secara resmi. Bertamu, disambut dengan hangat. Titipan undangan pun diterima. Tapi, ternyata sampai acara terlaksana, undangan tersebut tidak pernah dibagikan ke wali murid. Panitia malah mendengar katakata yang menyakitkan hati. ” Diomongin nggak enak. Dikira kami ini aliran agama yang aneh-aneh,” ungkap Muzammila.
Namun, usaha keras panitia tidaklah sia-sia. Dari 22 ribu undangan yang tersebar, akhirnya 800 peserta hadir dalam seminar. Khususnya wali murid TK hingga SMA di kawasan perkotaan. Yaitu, Kebomas, Gresik, dan Manyar. ”Peserta tidak dipungut biaya sama sekali. Panitia urunan,” tambah perempuan yang juga direktur Klinik Cipta Medika tersebut.
Semua kebutuhan acara dipenuhi secara patungan oleh panitia. Mulai spanduk, sewa sound system, konsumsi peserta, hingga bingkisan untuk pemateri. Ada yang siap menyumbang konsumsi. Ada juga yang membantu untuk suvenir ustadnya. ”Kesannya malah berebut membantu,” tambah Muzammila.
Semua panitia berlomba-lomba dalam kebaikan. Semangat tidak padam. Setelah penyelenggaraan acara parenting itu, panitia malah tidak mau dibubarkan. Masih solid dan kompak. Maka, disepakatilah pembentukan komunitas IPG. Selama dua tahu ini, mereka eksis dengan beragam kegiatan.
Kerja sama dengan pihak lain semakin luas. Mulai dengan Majelis Ulama Indonesia, Takmir Masjid Agung Gresik, hingga dinas pendidikan. Agenda demi agenda pun terselenggara. ”Kami belajar dari kesulitan dan tantangan pada acara parenting pertama. Kalau bisa kerja sama, ternyata lebih lancar,” tambah Djuwita Nurfitri, pengurus IPG.
Waktu itu, IPG mengadakan doa bersama menjelang ujian nasional. Yang hadir benar-benar membeludak. Pelajar perlu mendapat motivasi, arahan, dan wawasan tentang tujuan hidup mereka. ”Setidaknya nanti ketika lulus, ada jejak yang mereka rekam dari sisi spiritual,” papar Djuwita.
Saat ini kegiatan rutin IPG ialah Renungan Bunda. Semacam kelas bagi ibu-ibu sebulan sekali. Di situ, para bunda disuntik semangat untuk selalu ikhlas mengantar anak-anak lewat untaian doa.
Bunda juga memperoleh beragam resep, trik, dan tip parenting yang bisa diterapkan dalam mendidik anak di keluarga. Apa pun problematika anak. Salah satunya, berbagai masalah tentang gawai (gadget). Banyak anak yang kecanduan peranti teknologi itu. Mereka lupa apa saja. Mengakses apa saja. Tanpa filter. Akibatnya, banyak juga yang tergelincir pada hal-hal buruk. Bahkan melanggar hukum.
”Kami kan bunda. Ketir-ketir juga karena sama-sama punya anak,” ucapnya. (*/c7/roz)