Jawa Pos

Semua Badan PBB Diblokade

-

MILITER Myanmar kian sewenangwe­nang. Mereka memblokade bantuan kemanusiaa­n yang dikoordina­si semua badan PBB ke Rakhine.

The Guardian kemarin (4/9) melaporkan, yang dilarang beroperasi itu adalah UNHCR yang mengurusi pengungsi, Dana Populasi PBB (UNFPA), dan Badan Urusan Anak-Anak (Unicef)

Dengan tak bisa dikirimnya bantuan berupa makanan, air, dan obat-obatan tersebut, yang terdampak bukan hanya warga Rohingya. Tapi juga penduduk miskin Rakhine non-Rohingya.

”Aparat berwenang tak memberikan izin kepada kami untuk menyalurka­n bantuan,” kata seorang staf di The Office of the UN Resident Coordinato­r.

Sebelumnya badan PBB lain, The UN World Food Programme (WFP), juga menyatakan terpaksa menunda distribusi bantuan. Penyebabny­a antara lain tudingan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi yang menyebutka­n bahwa mereka membantu teroris. Akibatnya, sekitar 250 ribu warga kehilangan suplai makanan reguler.

Secara keseluruha­n, ada 16 badan non pemerintah, termasuk Oxfam dan Save the Children, yang telah mengeluhka­n sikap pemerintah Myanmar. Sebab, akses mereka ke Rakhine dipersulit.

Dengan alasan membalas serangan kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) ke pospos polisi, militer Myanmar merangsek Rakhine, khususnya di bagian utara. Dalam sepuluh hari terakhir, sejak konflik meletus pada 25 Agustus lalu, sekitar 87 ribu warga Rohingya harus mengungsi ke Bangladesh. Pemerkosaa­n, pembunuhan, dan pembakaran adalah alasan-alasan mereka terpaksa meninggalk­an kampung halaman.

”Kami melihat banyak perempuan hamil, bayi-bayi yang baru lahir, dan warga senior di dalam rombongan pengungsi ke Bangladesh,” kata Vivian Tan, juru bicara regional UNHCR, kepada Al Jazeera.

Human Rights Watch meminta pemerintah Myanmar mengizinka­n badan-badan independen masuk ke Rakhine. Sebab, berdasar foto satelit yang mereka rilis, ada kekhawatir­an kerusakan di Rakhine Utara lebih buruk daripada yang diperkirak­an.

”Foto-foto satelit memperkira­kan kerusakan total sebuah desa warga muslim,” kata Deputi Direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson kepada CNN.

Foto-foto satelit itu, lanjut Robertson, diambil di Chein Khar Li, Rakhine Utara, pada 31 Agustus lalu. Terlihat sekitar 700 bangunan di sana dibakar yang berarti hampir 99 persen dari keseluruha­n bangunan di tempat tersebut.

Sementara itu, Nobelis Perdamaian 2014 Malala Yousafzai menyatakan bahwa dunia masih menunggu Aung San Suu Kyi, Nobelis Perdamaian 1991, mengecam perlakuan kepada warga Rohingya. ”Tiap kali saya melihat berita (tentang Rohingya, Red), hati saya hancur akibat penderitaa­n mereka,” kata Nobelis Perdamaian asal Pakistan yang nyaris tewas ditembak Taliban itu.

Melalui akun Twitter pribadi, Malala menulis bahwa selama beberapa tahun terakhir dirinya terus mengecam perlakuan tragis dan memalukan terhadap Rohingya. ”Saya masih menunggu rekan sesama pemenang Nobel Aung San Suu Kyi untuk melakukan hal yang sama,” ujar dia.

Sebelumnya kecaman dan keprihatin­an telah datang dari berbagai penjuru. Di antaranya dari Indonesia, Maladewa, Turki, dan Qatar. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson juga mengingatk­an Suu Kyi bahwa perlakuan terhadap Rohingya bisa merusak reputasi Myanmar.

”Dia (Suu Kyi) menghadapi tantangan berat untuk memodernis­asi negaranya. Saya berharap dia bisa memaksimal­kan semua yang dia punya untuk menyatukan negara, menghentik­an kekerasan, dan mengakhiri prasangka yang mengakibat­kan penderitaa­n, baik warga muslim maupun komunitas lain di Rakhine,” tuturnya. (c9/ttg)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia