Santri Ponpes Tewas Dianiaya
Dituduh Ambil Uang Teman-temannya
SURABAYA – Kekerasan berujung maut kembali terjadi di dunia pendidikan Surabaya. Seorang santri di Ponpes Darussalam, Jalan Tambak Anakan, yang bernama M. Iqbal Ubaidillah tewas setelah dikeroyok teman-temannya. Empat pelajar telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Sebanyak 11 santri lain berstatus sebagai saksi.
Kejadian tersebut bermula pada Sabtu malam ( 2/ 9)
Ketika itu, Iqbal dibangunkan oleh M. Munif Zainuri dan tiga santri lain. Munif adalah senior Iqbal yang berusia 18 tahun. Iqbal diinterogasi empat pelajar tersebut perihal kehilangan uang yang belakangan sering terjadi.
Entah karena terintimidasi atau hal lain, Iqbal mengaku mengambil uang Rp 350 ribu milik teman-temannya. Dia kemudian dipukuli. ’’Tapi, tidak sampai fatal,’’ ujar seorang petugas yang ikut menangani kasus tersebut. Malam itu, Iqbal kembali tidur dan menganggap masalahnya sudah selesai. Dugaannya keliru.
Pada Minggu pagi (3/9), Iqbal kembali didatangi Munif dan sejumlah santri lain. Dia dibangunkan sekitar pukul 07.00. Masih dalam kondisi gelagapan, Iqbal dikeroyok. Dadanya dipukul, ulu hati ditendang, leher diinjak, dan bagian belakang kepalanya ditendang. Tak ayal, Iqbal yang bertubuh kecil dan kabarnya sering menjadi sasaran bullying teman-temannya tergeletak tak berdaya.
Melihat Iqbal tidak bergerak, para pengeroyok bingung. Apalagi, Iqbal sama sekali tak merespons ketika pengeroyok membangunkannya. Para pengeroyok saling menyalahkan. ’’Mereka (para pengeroyok, Red) ketakutan,’’ kata petugas tersebut.
Akhirnya, Iqbal dibawa ke RSUD dr M. Soewandhie yang lokasinya paling dekat dengan ponpes. Iqbal tiba di RS sekitar pukul 10.00. Namun, tim dokter menyatakan bahwa Iqbal dalam status DOA ( death on arrival alias tewas ketika sudah tiba di RS). Tim dokter sudah menduga Iqbal menjadi korban penganiayaan. Sebab, tubuhnya terlihat lebam-lebam.
Polisi mengotopsi jasad Iqbal pada malam harinya. Hasilnya, Iqbal dinyatakan tewas karena penganiayaan. Sejumlah luka ditemukan. Yakni, memar di leher sebelah kanan, punggung sebelah kanan, dan pinggang kiri. Selain itu, terjadi pendarahan di dalam perut/lambung. Pelipis kiri bengkak dan kepalanya berdarah.
Paman korban, Adang Andreas, bersama sejumlah keluarga besar menunggu proses otopsi di ruang jenazah RSUD dr Soetomo. Dia menceritakan, sekitar pukul 15.00 dirinya mendapat kabar bahwa keponakannya tersebut tewas di ponpes. Pria 33 tahun itu segera menuju RSUD dr M. Soewandhi.
Sesampainya di sana, Adang kaget ketika melihat wajah bocah 14 tahun tersebut. ” Ya Allah, kasihan saya lihatnya. Sampai lebam gitu. Terutama di bagian mata sebelah kanan, bendol besar,” ujar Adang.
Sekitar pukul 14.00, orang tua Iqbal, Farman dan Muyasaroh, tiba di kamar jenazah RSUD dr M. Soewandhie. Tangis keduanya pecah ketika melihat wajah anak sulung mereka itu. Muyasaroh langsung memeluk dan menciumi wajah anaknya yang membiru. Air mata perempuan 38 tahun tersebut membasahi wajahnya dan Iqbal.
Orang tua mana yang tidak teriris hatinya mengetahui anaknya tewas dengan cara seperti itu. ”Padahal, semalam (Sabtu malam (2/9), Red) habis saya tengok. Saya beri makanan sama bayar biaya pondok,” tuturnya lirih menahan tangis.
Pukul 21.00 perwakilan Ponpes Darussalam tiba dan menyampaikan belasungkawa. Mediasi antara pihak keluarga dan ponpes dilakukan. ”Kami dari pihak yayasan akan bertanggung jawab dengan apa yang dibutuhkan keluarga korban,” kata Ahmad Anshori, pengawas Yayasan Darussalam, di depan keluarga korban.
Adang melanjutkan cerita mengenai penganiayaan terhadap Iqbal. Berdasar kabar yang beredar, keponakannya itu dipukul dan ditendang oleh empat temannya.
Semasa hidup, Iqbal pernah bercerita kepada Adang bahwa dirinya kerap di- bully teman-temannya. ” Nggak cuma sekali, tapi berkalikali kayak gitu,’’ tutur Adang.
Di sisi lain, Kanitreskrim Polsek Simokerto Iptu Suwono menuturkan, pihaknya sudah memeriksa 15 santri yang kali terakhir berinteraksi dengan korban sebagai saksi. ”Kami juga berkoordinasi dengan Satreskrim Polrestabes Surabaya,” tuturnya.
Hingga akhirnya, kemarin sore (4/9) polisi menetapkan empat santri sebagai tersangka. Tiga anak di bawah umur dan satu orang berusia 18 tahun. Yang berusia 18 tahun itu adalah M. Munif Zainuri. Tiga santri lain berinisial TH, 14; MA, 15; dan SIS, 15. (han/c7/ano)