DP5A Turunkan Tim Khusus
KASUS kekerasan anak hingga tewas di Pondok Pesantren Darusallam, Simokerto, mendapat perhatian khusus oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya. Saat ini DP5A sudah menurunkan tim khusus untuk melakukan
atau identifikasi penyebab terjadinya kekerasan terhadap pelaku
Kepala Bidang Pengarusutamaan Hak Anak (Puha) DP5A Wida Widayati menyatakan, laporan terjadinya dugaan kekerasan terhadap Muhammad Iqbal Ubaidillah sudah masuk di DP5A kemarin pagi (4/9). Tim khusus pun langsung turun ke Polsek Simokerto untuk melakukan outreach kasus dugaan kekerasan tersebut. ’’ Tim kami masih pengumpulan data di lapangan. Khususnya ke pelaku kekerasan karena masih anakanak,’’ katanya.
Mengingat kasus kekerasan anak tersebut memakan korban hingga meninggal, lanjut dia, proses outreach pun membutuhkan waktu yang cukup lama. Bahkan, hingga pukul 14.30, tim khusus yang turun ke lapangan belum memberikan laporan. ’’Kami masih belum bisa menjelaskan banyak. Kami tunggu data dan akan dilaporkan ke pimpinan dan wali kota,’’ ujar dia.
Wida menyatakan, kasus kekerasan anak hingga tewas di lingkungan ponpes baru kali ini ditangani. Mayoritas kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani DP5A berdasar limpahan kepolisian berada di lingkungan sekolah umum. ’’Ini akan jadi perhatian khusus,’’ kata dia.
Selama ini, DP5A sudah melakukan sosialisasi untuk mencegah kekerasan terhadap anak di Surabaya. Sosialisasi tersebut dilakukan di seluruh SMP negeri dan swasta. Saat ini sosialisasi sudah berjalan dua periode. Target tahun ini mencapai 200 sekolah. ’’Materi yang diberikan mulai internet sehat, kesehatan reproduksi, dan konsep diri,’’ ujarnya.
Namun, sosialisasi belum menyentuh lingkungan ponpes. Karena itu, pihaknya akan mulai menembus ponpes-ponpes untuk sosialisasi terkait dengan masalah kekerasan terhadap anak. ’’Selama ini, ponpes-ponpes memang masih sulit terpantau. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang lebih terbuka,’’ katanya.
Menurut Wida, kasus kekerasan di Surabaya memang masih ada. Saat ini DP5A memiliki dua rumah pembinaan yang aman untuk korban-korban kekerasan anak. Total ada 16 anak yang saat ini didampingi di rumah pembinaan tersebut. ’’Delapan putri dan delapan putra. Rumah pembinaan itu dipisah antara perempuan dan laki-laki,’’ terangnya.
Di rumah pembinaan putri, ada 3 anak korban pencabulan oleh ayah tiri, 1 korban penganiayaan oleh ibu sendiri, 1 anak telantar, serta 3 anak korban pencabulan oleh sesama anak dan orang dewasa. Sementara itu, rumah pembinaan putra dihuni anak-anak yang bermasalah dengan hukum. Mulai pencurian hingga kekerasan. ’’Semua di bawah 18 tahun. Paling kecil usia 10 tahun,’’ katanya.
Wida menuturkan, selama berada di rumah pembinaan, seluruh anak-anak tersebut tetap sekolah. Setiap hari mereka diantar jemput pendamping PD5A. Di rumah pembinaan putra, anakanak dilatih membuat budi daya tanaman seperti jamur dan ayam. Di rumah pembinaan putri, mereka diberi trauma healing dan ilmu keagamaan. ’’Kalau yang putri, semuanya adalah korban kekerasan,’’ ujar dia.
Untuk mengatasi kekerasan terhadap anak, lanjut dia, DP5A juga memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di Siola. Fasilitas tersebut diberikan kepada masyarakat yang ingin berkonsultasi tentang permasalahan keluarga. Termasuk kekerasan terhadap anak maupun perempuan. ’’Sekarang masyarakat mulai paham harus melapor ke mana ketika mengalami kekerasan,’’ tandasnya. (ayu/c19/ano)