Saksi Sebut Setor Upeti Sudah Biasa
Sidang Dugaan Suap Komisi B DPRD Jatim
SURABAYA – Penyuapan di Komisi B DPRD Jatim ternyata berlangsung sejak lama. Bahkan, praktik haram tersebut sudah menjadi kebiasaan. Hal itu terungkap saat sidang lanjutan dugaan suap kepada Mochammad Basuki serta M. Ka’bil Mubarok selaku ketua dan wakil ketua Komisi B DPRD Jatim kemarin.
Tiga terdakwa didatangkan dengan peran yang berbeda. Kepala Dinas (Kadis) Peternakan Jatim nonaktif Rohayati dipanggil sebagai saksi mahkota untuk dua terdakwa lainnya. Yakni, Bambang Heriyanto (Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan/DPKP Jatim nonaktif) dan ajudannya, Anang Basuki Rahmat.
Selain Rohayati, jaksa penuntut umum (JPU) memanggil Sekretaris DPKP Jatim Muhammad Istijab dan Kepala Bidang Tanaman Pangan DPKP Nur Falaqi. Sayang, nama terakhir meninggal 23 Agustus lalu. Jadi, JPU meminta agar keterangannya hanya dibacakan. ’’Meski belum diambil sumpah, kami mohon keterangannya dibacakan saja,’’ ujar Budi Nugraha, ketua tim JPU.
Dalam keterangannya, Rohayati mengakui bahwa dirinya sering menjadi tempat curhat Bambang. Keluhan itu berkaitan dengan permintaan uang oleh Komisi B DPRD Jatim. Rohayati masih ingat, sebelum rapat paripurna Maret lalu, Bambang tiba-tiba meneleponnya. ’’Pak Bambang mengeluh karena terus ditagih oleh komisi B,” ujar Rohayati.
Mantan sekretaris Dinas Peternakan Jatim tersebut menyatakan, keluhan Bambang bukan hanya itu. Sekitar Mei lalu, Bambang berkeluh kesah terkait tenggat waktu penyerahan setoran kedua ke komisi B. Dia terus ditagih. Selain itu, dia dipersulit saat hearing. ’’ Tenggat akhir penyerahannya pada 22 Juni, sama dengan deadline yang diserahkan kepada saya,” terangnya.
Karena bernasib sama, Rohayati mengaku sempat berbalik curhat kepada Bambang. ’’Saya ingin mundur saja,” ucapnya. Sebab, bebannya terlalu berat. ’’Baru dua bulan menjabat sudah diharuskan menyetor Rp 500 juta per tahun,” keluhnya.
Rohayati mengaku kali pertama dimintai uang oleh Ka’bil pada Februari tahun ini. Tepatnya sebelum sidang hearing kedua. Saat itu, dia merasa terus diteror Ka’bil. Baik melalui SMS maupun telepon. ’’Katanya, ada ketetapan untuk memberikan dana tersebut sejak Kadis sebelumnya,” ungkapnya.
Rohayati sempat tidak percaya. Namun, sekretarisnya, Kusnoto, membenarkan adanya praktik tersebut. Nilainya mencapai Rp 500 juta untuk dinasnya. Kusnoto menjelaskan bahwa Maskur, Kadis peternakan sebelumnya yang menjabat sejak 2012, mengalami hal serupa. ’’Karena Kusnoto ikut urunan,” katanya.
Bedanya, tahun ini, penyetorannya dibagi empat termin dalam setahun atau tiga bulan sekali. Namun, dia hanya mampu memberikan Rp 75 juta. Pada triwulan pertama, yang meminta adalah Ka’bil. Kemudian, dilanjutkan Basuki di triwulan berikutnya. Sebelumnya, uang langsung diserahkan seluruhnya pada akhir atau awal tahun. Uang itu adalah hasil urunan Rohayati, sekretaris, dan para kepala bidang. Berupa uang pribadi, honor, perjalanan dinas, dan tunjangan. Bukan uang negara. ’’Sudah nggak usah evaluasi, yang penting masuk dananya,’’ ujar Rohayati, menirukan pernyataan Basuki. ’’Padahal, saya sudah mengisi form evaluasi,’’ lanjutnya. (aji/c18/ano)