Sekolah Boleh 5 atau 6 Hari
Presiden Teken Perpres Pengua Penguatan Pendidikan Karakter
JAKARTA – Polemik seputar lima hari sekolah diharapkan berakhir. Kemarin (6/9) Presiden Joko Widodo menandatanganime Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentangtenta Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam perpres itu tertuang pilihan yang bisa diambil sekola sekolah, apakah akan menerapkan lima atau enam hari sekolah dalam sepekan
Perpres tersebut ditandatangani presiden di Istana Merdeka di hadapan pimpinan sejumlah ormas Islam. Ada PB NU, PP Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, dan sejumlah ormas Islam lainnya. MUI juga menyaksikan penandatanganan perpres itu.
Pro-kontra seputar hari sekolah diakhiri lewat satu pasal dalam perpres tersebut, yakni pasal 9. Pasal itu menyebutkan, penyelenggaraan pendidikan karakter di jalur pendidikan formal dilaksanakan selama lima atau enam hari sekolah dalam satu pekan. Penentuan hari sekolah diserahkan kepada setiap sekolah bersama komite sekolah.
Selanjutnya, ada ketentuan tambahan untuk sekolah yang memutuskan memberlakukan lima hari sekolah. Pihak sekolah dan komite harus mempertimbangkan beberapa hal. Yakni, kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana, kearifan lokal, serta pendapat tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat.
Ketentuan itu berbeda dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang sebelumnya menjadi kontroversi. Dalam permendikbud tersebut, sekolah ditetapkan berlangsung lima hari dengan durasi masingmasing delapan jam. Penerapannya mempertimbangkan ketersediaan sumber daya di sekolah dan akses transportasi.
Jokowi menjelaskan, perpres itu disiapkan atas masukan dari para pimpinan organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan. ”Sehingga perpres ini betul-betul menjadi perpres yang kompre- hensif,” terangnya di Istana Merdeka kemarin.
Perpres itu bisa berlaku pada tahun ajaran kali ini. Sekaligus mencabut Permendikbud 23/2017. Setelah perpres itu terbit, Mendikbud maupun Menag akan menindaklanjuti dengan membuat petunjuk teknis dan pelaksanaannya. Dengan demikian, perpres itu bisa langsung diimplementasikan di lapangan. ”Ini (juga) menjadi payung hukum bagi menteri, bupati, wali kota, dalam menyiapkan anggaran untuk penguatan pendidikan karakter,” tambah Jokowi.
Ketentuan pada pasal 9 menegaskan pernyataan Jokowi sebelumnya bahwa program lima hari sekolah tidak wajib. Sekolah bebas menentukan apakah mau memberlakukan enam atau lima hari sekolah dalam sepekan. Dalam pelaksanaannya, sekolah yang sudah menerapkan lima hari tidak perlu mengubahnya. Sebab, lima hari sekolah merupakan salah satu pilihan yang diakomodasi perpres tersebut.
Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy tidak banyak berkomentar mengenai perpres tersebut. Saat presiden menggelar konferensi pers, dia tidak ikut. Presiden hanya didampingi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan para pimpinan ormas.
Saat ditanya wartawan, awalnya Muhadjir agak mengelak meski akhirnya mau menjawab. ”Cakupannya, karena naik ke perpres, jadi tidak hanya di Kemendikbud, tapi sudah menyangkut sampai perguruan tinggi juga,” terangnya. Kemudian, ada payung hukum untuk menganggarkan kebutuhan pendidikan karakter baik di tingkat pusat maupun daerah.
Setelah ini, lanjut Muhadjir, pihaknya akan menerbitkan permendikbud yang baru untuk menindaklanjuti perpres. ”Kirakira dalam pekan ini akan kami siapkan,” lanjut menteri yang juga ketua PP Muhammadiyah itu.
Sementara itu, Ketua Umum Tanfidziyah PB NU KH Said Aqil Siroj mengapresiasi keluarnya perpres tersebut. Dengan adanya perpres, diharapkan dalam penerapannya dihasilkan generasi bangsa yang memiliki akhlak yang baik sehingga mampu menerapkan nilai-nilai luhur bangsa dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Dia menuturkan, NU sudah menerapkan pendidikan karakter sejak lama melalui pesantren. ”Juga melalui model pendidikan madrasah diniyah dengan tiga tingkat pendidikan. Mulai diniyah dasar ( awaliyah), wustho, dan ulya,” terangnya.
Dengan adanya perpres tersebut, pihaknya telah mengusulkan agar ada anggaran sebagaimana bantuan operasional sekolah (BOS). Namun, kali ini bantuan ditujukan bagi madrasah, terutama madrasah diniyah. Sebab, selama ini mayoritas madrasah diniyah mengandalkan pembiayaan dari masyarakat karena rata-rata memang diprakarsai masyarakat sendiri.
Said Aqil menambahkan, penerbitan perpres itu sudah secara otomatis membatalkan permendikbud yang mengatur lima hari sekolah. ”Maka, kita akhiri perdebatan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah,” tambahnya. Dia juga meminta jajaran NU agar mengawal penerapan perpres tersebut.
Di tempat terpisah, PP Muhammadiyah mengapresiasi terbitnya perpres. Visinya dinilai sudah bagus, yakni menyiapkan generasi emas 2045. Perpres 87/2017 menjadi solusi atas kondisi karakter bangsa yang saat ini sedang turun. ”Sekarang saya lihat banyak orang yang pikirannya mengesampingkan agama. Menganggap diri benar sendiri. Ini kan bermasalah,” terang Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas kemarin.
Namun, Muhammadiyah mempertanyakan kesiapan pemerintah dari sisi tenaga pendidik. Anwar menuturkan, pemerintah hendak membentuk generasi yang berkarakter Pancasila. Tapi, guru-guru dan para calon guru diajari ideologi yang bukan ideologi Pancasila. Misalnya, guru-guru ekonomi lebih banyak diajari konsep ekonomi liberal dan kapitalis.
Tiba-tiba, lanjut dia, guru tersebut diminta mengajar mata pelajaran ekonomi yang arahnya sesuai dengan karakter Pancasila. Kemudian, siswa diajari sosiologi yang sumbernya dari Auguste Comte yang beraliran positivisme. ”Kita ingin anak-anak kita menjadi Pancasilais, tetapi yang kita didikkan bukan ideologi Pancasila,” tutur Anwar.
Dia sudah menyampaikan hal itu secara langsung kepada presiden saat berdiskusi mengenai perpres tersebut. ”Dan beliau sudah mencatat itu,” tambahnya. Guru maupun kurikulum juga harus ditata lebih baik agar mampu mendukung konsep pendidikan karakter yang diusung pemerintah.
Di sisi lain, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengapresiasi terbitnya perpres tersebut. Bagi dia, setelah perpres itu keluar, publik harus menyudahi perdebatan tentang teknis penerapan pendidikan karakter. ”Apakah lima atau enam hari, itu adalah teknis,” jelasnya.
Unifah berharap setelah perpres itu keluar, diskusinya lebih pada substansi karakter apa saja yang ditanamkan kepada siswa. Kemudian, bagaimana para guru menerapkannya dalam proses belajar sehari-hari. Menurut dia, pemerintah perlu memfasilitasi sebuah forum untuk para guru saling bertukar pengalaman dalam menanamkan karakter untuk anak-anak. (byu/wan/c10/agm)