Yuk, Jadi Agen Anti-Bullying!
Road Show Tangkis di SMPN 26 Malang
MALANG – Sebanyak 235 siswa membagi diri dalam kelompokkelompok berisi 10–15 orang. Mereka menghadapi karton putih besar. Salah seorang menggambar body map. ”Lalu, tulis hal nggak menyenangkan yang pernah kalian alami di bagian tubuh tertentu,” kata Ir Naning Pudji Julianingsih MSi, spesialis perlindungan anak Unicef Indonesia.
Anak-anak menuliskan pengalaman mereka di kertas post-it. Ada yang menulis dipukul, dijambak, dijegal, dan sebagainya. Kertas warna-warni itu ditempel di tangan, kaki, badan, hingga kepala. Namun, ternyata, bagian tubuh yang paling banyak mendapat tempelan kertas adalah dada. Tulisannya berisi pengalaman diejek, dikatain, dibentak, diteriakin, dan sebagainya.
Membuat body map itu menjadi pembuka untuk pembahasan utama
road show Tangkis Jawa Pos For Her di SMPN 26 Malang kemarin (6/9). Tema yang diusung kali ini adalah
bullying. Sebab, kasus-kasus bullying semakin sering terjadi di kalangan anak sekolah. Apalagi, anak SMP adalah usia yang cukup rawan.
”Kalau cowok, paling banyak tempelannya di kepala, ya. Kalau cewek, di hati,” Naning menyimpulkan sambil menunjuk salah satu body map. Itu benar. Ejekan, meski tidak menyakiti secara fisik, sudah termasuk perundungan. Terutama jika dilakukan secara berulang dan menimbulkan sakit hati bagi korban. Lalu, kenapa tidak dilaporkan saja kepada guru?
”Takut! Nanti malah makin di- bully,” jawab para siswa serentak. Sementara itu, banyak siswa yang memilih diam ketika menyaksikan temannya dijahili. Alasannya, mereka tidak ingin terlibat atau dianggap sok ikut campur. Padahal, itu berbahaya. ”Korban bisa stres. Selain itu, mereka bisa balas dendam,” tegasnya.
Dalam kasus yang ekstrem, korban bisa mengalami depresi, lalu bunuh diri. Misalnya, kasus Amanda Todd, remaja korban cyberbullying dan kekerasan seksual. Karena tidak tahan diejek dari seluruh dunia, remaja 15 tahun itu memilih bunuh diri.
Naning beserta anggota Unicef dan Erry Pratama Putra, sukarelawan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Klaten, mengajak para siswa menyanyikan lagu anti perundungan yang dibawakan Erry dan Rachel Ria, salah seorang siswa. ” Aku kamu, kita semua, sepakat sama-sama. Hentikan perundungan di sekolah dan berikan perubahan.”
Tim Unicef juga membuat gerakan nyata untuk menghentikan perundungan ( bullying) di sekolah. Naning bertanya, siapa kira-kira di antara mereka yang ingin menjadi agen perubahan. Syaratnya, anak itu bisa menjadi jujukan teman-temannya untuk curhat dan harus punya sedikitnya sepuluh teman dari kelas yang berbeda.
Semua kompak menunjuk gadis bernama Aprilia. Naning memintanya maju ke panggung dan menyematkan pin agen perubahan anti perundungan. ”Aprilia patut jadi agen perubahan. Dia bisa menerima keluhan temannya dan menyikapi dengan baik sehingga temanteman yang jadi korban perundungan bisa nyaman,” paparnya.
Bunda juga bisa menjadi agen perubahan di lingkungan masingmasing. Yakni dengan mengikuti Tangkis Community Competition. Bentuk komunitas berisi minimal 5 orang. Lalu, buatlah aneka kegiatan yang berfokus menciptakan lingkungan yang lebih baik buat anak. Selain antibullying, tema yang bisa dipilih adalah mencegah kekerasan seksual dan internet sehat. (fam/adn/c16/na)