Jatuh Cinta pada PAUD
PADA 1987, berbekal surat keputusan calon pegawai negeri, saya ditempatkan ke Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Tepatnya, di TK PGRI 2 Karanggayam, Kecamatan Omben. Jarak tempuh dari tempat tinggal sekitar 20 km. Untuk menuju ke sana, yang digunakan kendaraan seadanya. Yang sering adalah kendaraan pikap tertutup. Saya harus oper naik kendaraan dua kali untuk menuju TK PGRI 2 Karanggayam.
Yang ada di pikiran saat itu, setiap hari saya harus datang lebih awal sampai di sekolah karena khawatir anak akan main di jalan raya. Peserta didik di TK PGRI 2 Karanggayam sangat banyak. Dalam satu kelas, terdapat 50–60 peserta didik. Di TK tersebut terdapat dua kelas. Itu pun meminjam kelas SDN 2 Karanggayam. Guru berjumlah 4 orang. Semuanya merupakan pegawai negeri sipil.
Pada1997 saya mengikuti suami pindah ke Sidoarjo. Kebetulan semua gurunya swasta. Kondisi peserta didiknya juga jauh berbeda dengan TK PGRI 2 Karanggayam. Namun, jarak tempuh dari rumah hampir sama, yakni sekitar 17 km. Kesamaan dua lembaga yang pernah saya tempati adalah suasananya. Sekolah merupakan rumah kedua. Karena itu, semua aktivitasnya dilaksanakan dengan sepenuh hati dan ikhlas.
Semboyan yang melekat pada anak usia dini adalah bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Untuk itu, dibutuhkan tenaga spesialis yang ahli dalam membantu menumbuhkembangkan semua aspek perkembangan anak. Kegiatan yang utama ialah menanamkan karakter sabar, jujur, disiplin, dan berakhlak mulia. Anak menjadi terbiasa bersosialisasi dengan teman dan guru dalam bermain, belajar, hingga makan bersama.
Untuk itu, perlu sekali diperhatikan latar belakang pendidik di lembaga PAUD. Sebab, hal tersebut sangat berpengaruh pada pola pengajaran yang akan disampaikan pada PAUD. Latar belakang keluarga dan potensi pada individu guru juga penting.