Kenangan Kerupuk dan Nasi Warung Padang
Privasi sekaligus kemewahan menjadi alasan pengunjung saat memilih kamar termahal di hotel. Tidak sembarang orang dapat mengaksesnya. Sebanding dengan biayanya yang bisa sampai puluhan juta.
MASIH terekam rapi di benak Ni Made Sudiasih saat memberikan pelayanan khusus kepada tamutamu VIP di Sheraton Surabaya Hotel & Towers. Ada susahnya, ada pula senangnya. Apa pun itu, dia harus memberikan pelayanan sebaik-baiknya selama 24 jam.
Made adalah salah seorang butler, pelayan senior, di hotel tersebut sejak 15 tahun lalu. Butler service diperuntukkan bagi tamutamu penting dan prioritas. Dia harus mempelajari karakter tamu sebelum mereka menginap di hotel. ”Ini termasuk dalam pelayanan. Orangnya seperti apa, kami harus tahu,” kata perempuan asal Tabanan, Bali, tersebut.
Pada 2007, misalnya. Made mendapatkan tamu VIP yang menginap di kamar Arjuno Presidential Suite. Dia adalah Miss Universe 2007 Riyo Mori. ”Orangnya cantik, tapi memang moody,” ucapnya.
Perempuan cantik asal Jepang itu punya permintaan khusus. Tidak boleh seorang pun masuk ke kamar tanpa seizinnya.
Made punya pengalaman yang kurang mengenakkan mengenai hal tersebut. Saat itu, dia mengantarkan makanan ke kamar sang ratu sejagat tersebut. ”Saya ketuk pintu kamarnya. Langsung ada teriakan, don’t disturb me! (jangan ganggu saya, Red),” cerita Made. Sontak, Made mundur dan membatalkan niatnya mengantarkan makanan.
Esoknya, perempuan Jepang kedua yang memenangkan Miss Universe tersebut langsung menghampiri Made. Dia minta maaf. ”Malah, saya diberi hadiah sepaket kosmetik,” tuturnya.
Beberapa tokoh Indonesia yang tercatat dalam daftar tamu VIP di kamar itu, antara lain, Agnez Mo dan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seingat Made, Agnez datang ketika Jakarta sedang banjir. ”Dia dan keluarganya menginap di sini,” jelasnya.
Sementara itu, SBY datang menginap pada 2004. Selayaknya presiden, ada pengamanan khusus yang diberikan. Ada lift khusus yang diperuntukkan bagi rombongan presiden waktu itu.
Kala itu, SBY minta menu makanan tradisional. Tahu petis dan kerupuk. ”Nah, Bapak minta kerupuk blek (kerupuk bawang berwarna putih yang sering kali dimasukkan dalam wadah blek),” ujarnya. Seluruh kru hotel kebingungan mencari kerupuk yang dimaksud. ”Malam-malam kami harus cari. Akhirnya dapat di pasar dekat sini,” imbuhnya.
Pengalaman melayani tamu penting juga dirasakan Abdul Ghofar, butler service di Food and Beverage Department Hotel Majapahit Surabaya. Selama lebih dari sembilan tahun, Ghofar dipercaya sebagai asisten pribadi tamu VVIP. ”Selama tamu VVIP menginap, saya tidak boleh libur,” paparnya.
Bahkan, dia tak libur sejak tiga hari sebelum VVIP menginap. Apalagi kalau tamunya presiden. Presiden memiliki standar keamanan yang ketat. Para pelayan harus menyerahkan CV lengkap dengan data keluarga kepada Paspampres.
Sebelum disuguhkan, makanan harus lebih dulu diperiksa dokter dan tim pengaman. Tim pelayanan untuk kamar VVIP harus stand by 24 jam. ”Jam istirahat saya mulai pukul 01.00–03.00,” tambah pria 29 tahun tersebut.
Pengalaman melayani orang nomor satu menjadi kesan tersendiri bagi Ghofar. Salah satu yang terkenang adalah ketika melayani mantan Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Beliau tidak mau makan nasi buatan hotel. Maunya makan nasi putih dari warung Padang. ”Katanya, beliau sudah terbiasa makan nasi putih yang dibeli di warung Padang,” ungkap Ghofar. Ya, nasi warung Padang memang menggoda. Pulen dengan tekstur yang tak terlalu lemas. Itulah yang jadi kesukaannya. (bri/esa/c16/jan)