Wajib Bela Negara untuk Maba
JAKARTA – Gencarnya provokasi berbau SARA lewat media sosial menjadi perhatian besar pemerintah. Dampak yang sangat dikhawatirkan adalah munculnya bibit-bibit perpecahan. Karena itu, isu bela negara kembali dimunculkan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, hampir semua peristiwa sekarang digoreng menjadi isu politik. Bahkan, masalah yang terjadi di Myanmar ’’diimpor’’ sebagai bahan untuk memicu perpecahan antara umat Islam dan Buddha. ’’Ini fitnah dikemas untuk kepentingan politik,’’ ujarnya setelah melepas sekitar 6.500 peserta bela negara di Kampus Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, kemarin (8/9).
Meski dilakukan untuk tujuan politik, lanjut dia, persatuan dan kesatuan negara tetap kena imbas. Jika terus dibiarkan, potensi terjadinya perpecahan sangat besar. Apalagi, tahun politik sudah semakin dekat. ’’Ingat, April sampai Agustus tahun depan sudah tahapan krusial Pilpres 2019. Ada juga pilkada,’’ katanya.
Untuk menghindari potensi perpecahan, pemerintah membuat program pendidikan bela negara untuk generasi muda. Saat ini, kata Tjahjo, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir sudah membuat perjanjian dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Salah satu poinnya memastikan bela negara menjadi salah satu aktivitas wajib yang dilakukan mahasiswa baru. ’’Mahasiswa harus paham bela negara, Pancasila. Tidak hanya dihafalkan, tapi memahami dan menjabarkan,’’ tuturnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Semarang Fathur Rokhman menuturkan, pihaknya siap menjalankan program bela negara sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Tahun ini, lanjut dia, ada sekitar 6.500 mahasiswa baru yang digembleng untuk program tersebut. ’’Kita kirim ke Rindam IV Diponegoro di Magelang selama tiga hari,’’ tegasnya.
Dengan adanya pendidikan bela negara, Fathur berharap mahasiswa bisa kebal dari doktrin yang berus ah amen g goyang Pancasila. Selain itu, mahasiswa diminta bis amen g implementasi kan nya di kehidupan bermasyarakat. (far/c15/fat)