Sempat Frustrasi, Kembali Adem saat Lihat Istri
SEA Games 2017 bakal sulit dilupakan M. Zahidi Putu Pranoto. Di tengah keterpurukan Indonesia di ajang tersebut, dia justru tampil memukau. Padahal, dia masih dihantui trauma cedera parah yang sempat diderita.
DUA medali emas sukses diraih M. Zahidi Putu Pranoto di SEA Games 2017 Malaysia. Dia meraihnya dari nomor jumping dan overall. Tak tanggung-tanggung, di nomor jumping, Zahidi menciptakan rekor baru SEA Games. Atlet 27 tahun itu melompat sejauh 49,2 meter, jauh dari rekor sebelumnya yang hanya 46,9 meter.
Prestasi itu diraih setelah melewati banyak rintangan, termasuk cedera yang menjadi momok atlet.
Tepat tiga tahun silam, September 2014, momen kelam dia alami. Cedera parah mengancam karir Zahidi. Padahal, saat itu dia masih berada di usia emas, 24 tahun. Masa depannya sebagai atlet ski air masih terbentang panjang.
Pentol, sapaannya, mengungkapkan, saat itu dirinya mengikuti Asia-Oceania Waterski Championships 2014 di Perth, Australia Barat. Dia tampil di nomor andalannya, jumping. Pria asli Surabaya itu sangat optimistis saat gilirannya melakukan lompatan tiba.
Tak ada tanda-tanda yang membayangi bakal ada celaka. Setelah ancang-ancang dan melakukan lompatan, Zahidi pun mendarat seperti biasa. Tapi, suara kreeek dia dengar dari lutut kiri. ’’Suaranya seperti kertas sobek,’’ ujarnya.
Diagnosis awal menunjukkan bahwa lutut kirinya patah. Lututnya melengkung, ber lawanan arah dengan semestinya. ’’Rasanya seperti terkunci. Lutut nggak bisa dipakai bergerak,” lanjut suami Renny Dwi Mardiana tersebut.
Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan. Ha- silnya, Zahidi mengalami kerusakan pada
anterior cruciate ligament (ACL). Parah. Untuk menyembuhkannya, diperlukan operasi. Zahidi terpaksa menepi, setidaknya selama enam bulan. Artinya, kesempatan tampil di SEA Games 2015 Singapura terancam. ’’Sebab, SEA Games kurang sembilan bulan lagi saat itu,” katanya.
Ketakutan tersebut menjadi kenyataan. Zahidi gagal tampil di SEA Games 2015. Padahal, dia sudah berusaha untuk sembuh. ’’Sebelum SEA Games, saya coba latihan. Ternyata cedera kambuh lagi,” ungkapnya.
Zahidi pun harus balik ke meja perawatan. Bahkan, dokter menyarankan dia istirahat total selama tiga bulan. Kalau tidak, ligamennya bisa rusak permanen. Zahidi pun menuruti saran dokter. Selama itu, dia sempat frustrasi. Pikirannya kacau. ’’Rasanya pesimistis bisa berlaga lagi,” katanya.
Beruntung, Zahidi memiliki Renny. Istri yang dinikahinya pada Januari 2015 itu selalu mendampingi. Setiap menatap sang istri, otaknya langsung adem. Segala gelisah serasa lenyap. ’’Dia yang mampu meyakinkan saya untuk melakukan terapi,” terangnya.
Menurut Zahidi, sang istri bak oase di padang pasir. Saat cedera Zahidi kambuh, sang istri datang menenangkan. ’’Kalau nggak ada dia (istri), nggak tahu aku lanjut (jadi atlet) apa nggak,” katanya.
Dorongan dari istri membuat cederanya berangsur pulih. Akhirnya, tepat pada Januari 2016, Zahidi mulai berlatih. Meski begitu, dia belum percaya diri. ’’Saya merasa baik. Tapi, nggak yakin bisa menang saat pertandingan,” terangnya.
Namun, keraguan itu tertepis pada PON 2016 di Bandung. Tak tanggung-tanggung, pria kelahiran 5 Juni 1990 tersebut menggondol tiga emas sekaligus. ’’Dari situ, rasa percaya diri mulai kembali hingga akhirnya terbawa ke SEA Games lalu,” pungkasnya. (*/c17/ady)