Jalani Rekonstruksi, Nyaris Dihakimi Warga
Dua Pelaku Pencabulan Peragakan 37 dan 11 Adegan
SURABAYA – Dua tersangka pencabulan terhadap tujuh anak di bawah umur, Ahmad Syafi’i dan Sunarto, menjalani rekonstruksi kemarin (8/9). Reka ulang adegan selama 1,5 jam itu berjalan lancar, meski puluhan warga yang geram berusaha menghakimi para pelaku.
Warga Medokan Semampir Indah memang marah atas ulah Syafi’i dan Sunarto. Dua pria yang dikenal sebagai guru ngaji itu tega mencabuli dan menyetubuhi tujuh anak di bawah umur. Perbuatan bejat tersebut terjadi dalam kurun waktu April–Juni.
Proses rekonstruksi dimulai sekitar pukul 15.00. Sebanyak 15 polisi dikerahkan dengan dibantu lima personel satpol PP dan satlinmas setempat. Awalnya, petugas yang dibantu pengurus RW setempat sulit membuka rumah tempat kejadian. Pintu rumah tersebut terpaksa dirusak dengan menggunakan linggis.
Kasubnit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Harun menyatakan, sebenarnya ada dua lokasi yang digunakan Syafi’i dan Sunarto saat beraksi. Yakni, ruang sekretariat dan tempat ibadah milik yayasan yang diketuai Sunarto. Dua lokasi tersebut berdiri berdampingan. Hanya dipisahkan sepetak tanah berukuran 5 x 7 meter.
Adegan pertama dilakukan di ruang sekretariat yayasan. Syafi’i langsung masuk ke ruangan dan duduk di sebuah kasur kapuk merah muda. Tiga korban, AF, SEP, dan NEA, dipanggil masuk secara bergantian. ’’Adek yang sabar, lapang hati. Kalian anak baik-baik,’’ kata Harun kepada kedua korban sebelum masuk ke ruang sekretariat.
Syafi’i mempraktikkan perbuatan cabulnya dengan bantuan boneka perempuan. AF dan NEA hanya melihat sesaat untuk memastikan validnya keterangan tersangka. ’’Kami masih mempertimbangkan kondisi psikologis para korban. Yang penting adegannya dibenarkan atau tidak,’’ tutur seorang petugas.
Di ruang sekretariat itu, Syafi’i mempraktikkan delapan adegan. Dia menyetubuhi AF dan NEA secara bergantian. Pelaku beralasan ingin memasukkan ilmu kepada para korban.
Ibu AF dan NEA yang ikut mendampingi selama rekonstruksi tidak bisa menutupi kemarahannya. ’’Saya masih menghormati hukum. Kalau tidak, sudah saya hakimi sendiri mereka,’’ jelas MAR, ibunda dari NEA. ’’Saya nggak terima, Mas. Guru macam apa itu,’’ ucap HAR, ibunda dari AF.
Rekonstruksi di ruang sekretariat hanya berjalan 30 menit. Syafi’i lantas dikeler ke barat, menuju ke dalam tempat ibadah. Warga yang penasaran langsung memadati teras. Mereka berusaha melihat dari balik kaca jendela.
Selama sejam Syafi’i diminta mempraktikkan perbuatan bejatnya. Dia lalu pindah ke ruang belakang. Di gudang tempat ibadah yang berisi berbagai macam buku dan perkakas tersebut pelaku memuaskan hasratnya kepada ketiga korban. Polisi meminta Syafi’i mempraktikkan seluruh adegan. Mulai mengajak, merayu, hingga menyetubuhi korban.
Selain di gudang, area utama tempat ibadah menjadi saksi bisu perilaku bejat pelaku. Total ada 37 adegan yang dipegarakan Syafi’i dalam rekonstruksi di dua lokasi tersebut. Sementara itu, Sunarto memperagakan 11 adegan di sudut selatan ruang tempat ibadah.
Tepat pukul 16.30 reka adegan itu dinyatakan selesai. Saat akan dimasukkan ke mobil polisi, warga yang marah berusaha memukul kedua tersangka. Namun, pagar betis yang dibuat petugas gabungan berhasil menggagalkannya. Warga dan petugas hanya terlibat aksi saling dorong.
Gagal menghakimi tersangka, warga langsung mencopot sejumlah atribut yayasan di dua lokasi itu. Warga marah karena kedua tersangka tidak mencerminkan sikap sebagai guru yang amanah.
Sebagaimana diberitakan, Syafi’i dan Sunarto dicokok petugas pada akhir Agustus setelah tiga korbannya memberanikan diri melapor ke Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya. Pelaku dijerat UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman penjara selama 15 tahun. (mir/c15/fal)