Kampung Kelir yang Unggulkan Bank Sampah
Desa yang bersih dan asri bikin betah penghuninya. Itu berkat gotong royong warga membersihkan lingkungan. Hal itulah yang terus dipegang teguh oleh masyarakat Desa Gelam, Kecamatan Candi. Dengan begitu, mereka bisa konsisten menjaga lingkungan agar selal
SETIAP orang yang melintasi desa itu pasti terkesima. Lingkungan di kawasan tersebut amat bersih. Nyaris tidak ada sampah yang berceceran. Atau tempat sampah kotor. Jalan-jalan di setiap gang juga tak memberikan kesempatan buat sampah untuk nongol. Sebab, sampah kering sudah disulap menjadi berbagai macam karya daur ulang yang bermanfaat.
Keindahan desa semakin bertambah karena desain warna- warni yang dibubuhkan di seluruh tembok, rumah, hing ga jalan- jalan. Gerakan mengindahkan kampung dengan konsep aneka warna itu dilakukan sejak 2009. ”Kampung warna-warni Jodipan, Malang, itu kan barusan. Di sini sudah lama,” kata Kepala Desa Gelam Muhammad Muslik, bersemangat.
Dia sangat getol menyuarakan kebijakan terkait lingkungan. Hal tersebut dilakukan sejak dia memegang amanah sebagai Kades. ”Sebelum jadi Kades, saya aktivis lingkungan. Organisasinya juga pencinta alam,” terang Muslik. Dia mengaku prihatin dengan kondisi Desa Gelam dahulu. Waktu itu, rumah-rumah warga terasa gersang. Tidak ada tanaman yang bisa hidup berdampingan dengan manusia.
Kegelisahannya semakin menjadi karena banyak warga pendatang yang tinggal di Desa Gelam. Tidak heran, Desa Gelam dekat dengan beberapa pabrik besar di Sidoarjo. ”Jumlah penduduk hampir 10 ribu. Status DPT hanya 5 ribu,” papar Muslik. Hal tersebut sempat menjadi problem. Pasalnya, belum ada sistem pengolahan sampah sehingga warga membuang seenaknya tanpa terkontrol.
Akhirnya, Muslik lebih banyak mengambil kebijakan terkait penataan lingkungan setelah memegang jabatan sebagai Kades. Salah satu tindakannya adalah memberikan sosialisasi kepada seluruh warga akan pentingnya menjaga lingkungan. ”Saya ajak mereka mikir. Enaknya apa kalau lingkungan bersih. Untungnya apa kalau ada bank sampah,” tuturnya.
Setelah sambang ke 29 RT di wilayah Desa Gelam, bank sampah mulai tumbuh. Yang mengawali adalah kawasan RW 5 yang kebetulan merupakan Perumahan Graha Candi Mas. Setelah itu, bank sampah di setiap RT juga didirikan di wilayah permukiman. Setiap RT setidaknya menyediakan lahan 5 x 4 meter yang didesain memiliki sirkulasi udara yang banyak agar tidak bau dan pengap.
Misalnya, bank sampah di RT 2. Jenis sam pah kering diklasifikasikan dalam rak- rak. Kardus dan dupleks ditempatkan sen diri, botol- botol plastik disimpan di karung. Sementara itu, kertas disimpan dalam lemari tertutup. ” Bukanya se tiap Minggu. Makanya sekarang sepi,” ujar Ibu Ketua RT 2 Tasrifah. Dia menjelaskan bahwa setiap bulan, omzet bank sampah minimal Rp 1,5 juta. ” Nasabahnya ya seluruh KK. Ada 100 kalau tidak salah,” katanya.
Menurut dia, pihak pemerintah desa selalu mendorong keberadaan bank sampah untuk mengurangi jumlah sampah kering. Awalnya, masyarakat ragu. Namun, setelah dijalani, keuntungan memiliki bank sampah betul-betul dirasakan warga. ”Selain bisa buat tabungan kalau ada kebutuhan, bisa buat kas RT. Bahkan, sama ibu-ibu terkadang dibuat lawatan pun cukup,” imbuhnya. (via/c6/ai)