Warga Ratusan Desa Suka BAB Sembarangan
Sudah Lebih Banyak Yang Berhasil Bebas
GRESIK – Wabah diare pernah menyerang dengan hebat warga Desa Kedungsumber, Kecamatan Balongpang Balongpanggang. Penduduknya sakit masal.ma Mereka kapok, lalu r ramai-ramai berjanji me meninggalkan tabiat bu buruk yang sudah menjadi tradisi. Apa itu?t Buang air besar (B (BAB) sembarangan. Cerita tragis tersebut dik dikisahkan Kepala Dinkes Gresik dr Nurul Dho Dholam. Sebelum 2010, Desa KedungsumberK dikenal sebagai s salah satu desa yang warganya m mempunyai kebiasaan b buang airi sembarangan. Kotoran ditemui di mana-mana. Terutama di sungai. Akibatnya, muncul berbagai masalah kesehatan. Salah satunya, penyakit diare. Ratusan warga pernah sakit bareng-bareng. Sebenarnya, tutur Nurul, tidak banyak warga yang masih memiliki kebiasaan buruk BAB sembarangan. Namun, penyebarannya hampir merata. Jika masih ada satu saja warga yang bandel di satu lingkungan, dampaknya menimpa banyak warga. Untungnya, penduduk Kedungsumber kemudian sadar.
Warga lantas mendeklarasikan desa me reka sebagai desa bebas kebiasaan BAB sembarangan atau open defecation free ( ODF). ”Nah, pada 2011 Kedungsumber malah dinobatkan menjadi desa pelopor cuci tangan pakai sabun ( CTPS) tingkat nasional,” ungkap Nurul.
Hingga 2017 ini, ujar dia, masih ada 140 desa di Kabupaten Gresik yang belum bebas dari ”tradisi” BAB sembarangan. Sebanyak 216 desa lainnya sudah berhasil bebas. Tahun ini Dinas Kesehatan Gresik menargetkan sepuluh desa lagi yang masuk ODF. Desadesa itu masuk wilayah Kecamatan Kedamean, Panceng, dan Ujungpangkah.
”Tahun ini dilakukan pendampingan di tiga wilayah 0dr Ummi Khoiroh kemarin (8/9). Ummi menyatakan, dalam satu kecamatan, sejatinya tidak banyak desa yang belum ODF. Kecamatan Kedamean, misalnya. Di antara 15 desa, tinggal 4 yang belum ODF.
Apa faktor penentunya? Menurut Ummi, keberhasilan ODF sangat bergantung pada kebiasaan masyarakat. Perlu dilakukan pendekatan khusus. Misalnya, perilaku. Sanitasi yang baik harus dipahami.
Kebiasaan tidak BAB sembarangan tak selalu dipengaruhi faktor ekonomi. Ada warga yang mampu, tetapi belum mempunyai jamban atau fasilitas sanitasi yang layak. ”Itu sangat bergantung PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) masyarakat,” tuturnya.
Karena itu, dinkes berupaya keras membangun komitmen semua pihak. Yakni, camat, kepala desa, dan semua elemen masyarakat. Dinkes juga menggandeng pihak ketiga untuk pengadaan jamban yang layak. (adi/c20/roz)