Jawa Pos

Harus Pernah Ditipu, Disakiti, dan Diutangi

-

SURABAYA – Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan bicara soal bisnis di kantor bappeko kemarin (9/9). Dia menjadi salah satu pembicara dalam seminar yang diselengga­rakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surabaya. Dahlan irit bicara. Porsi bicara banyak diberikan ke tiga peserta seminar yang diminta maju.

Dahlan memasuki ruang seminar pukul 13.25. Memakai jaket biru, celana hitam, dan sepatu kets. Sangat santai. Begitu diberi waktu untuk bicara, dia langsung berdiri dan meminta para peserta maju untuk ditanyai pemahaman tentang bisnis. Empat orang mengacungk­an tangan

Tiga di antaranya diminta maju. Satu laki-laki dan dua perempuan.

Ketiganya adalah M. Riswanto, Puji Astuti, dan Ayu Mustikasar­i. ’’Yang Anda bayangkan dari bisnis itu apa?’’ tanya Dahlan kepada Riswanto. ’’ Anu Pak. Mendapatka­n keuntungan tinggi walaupun modal minim. Tapi harus kreatif,’’ jawab mahasiswa jurusan manajemen Universita­s Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu.

Riswanto membuka usaha warung kopi sejak duduk di bangku SMK. Letaknya di Lidah Wetan, dekat kampus Universita­s Negeri Surabaya (Unesa). Menurut dia, lokasi itu sangat strategis karena dekat dengan kos-kosan.

Selanjutny­a, giliran Puji. Pertanyaan­nya sama. Puji menjawab, bisnis adalah mengolah potensi diri untuk membuat lapangan kerja bagi orang lain. Apalagi, saat ini sumber daya manusia dan tingkat penganggur­an di Indonesia sangat tingi. ’’Apa Anda sudah memulai bisnis?’’ tanya Dahlan. ’’Belum. Tapi, kepengin Pak. Kepengin sekali,’’ jawabnya antusias.

Namun, Puji tidak bisa memulai usaha. Alasannya, dia tidak punya modal. Dia adalah mahasiswi bidikmisi jurusan manajemen di Unesa. Ibunya seorang pedagang. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan.

Karena yang jadi masalah modal, Dahlan pindah bertanya ke Riswanto. Dari mana Riswanto mendapatka­n modal untuk membuka warung? Dia menceritak­an bahwa usaha buka warung itu dimodali orang tuanya. ’’Saya juga nyelengi uang saku dan uang jajan,’’ jawab Riswanto.

Dahlan bingung. Dia beberapa kali meminta Riswanto untuk mengulangi jawabannya. Siapa tahu dia salah dengar. ’’ Lha, uang saku sama uang jajan itu apa bedanya?’’ ucap Dahlan yang disambut riuh tawa peserta seminar.

Kembali lagi ke Puji. Dia ditanya berniat membuka usaha di bidang apa. Dengan sigap, dia menjawab bisnis online. Dia ingin jual baju. Dahlan lantas bertanya kepada Puji. Pernah beli di online shop? Puji menjawab belum. ’’ Pernah melihat- lihat online shop?’’ tanya Dahlan lagi. ’’ Pernah,’’ jawab Puji.

’’Saya kapan ditanya Pak?’’ sahut Ayu menyela pembicaraa­n. Sejak tadi Dahlan memang berusaha membantu Puji. Ayu yang tidak sabar juga ingin diajak bicara. Suasana pun jadi riuh. Mahasiswa yang duduk di belakang tertawa terpingkal-pingkal sampai menggebrak-gebrak kursi kosong di depannya. ’’Oh iya. Sabarsabar,’’ ucap Dahlan.

Ayu lantas menjelaska­n bahwa dirinya senasib dengan Puji. Samasama mahasiswi dari keluarga tidak mampu dan mendapat biaya kuliah dari program bidikmisi. Ayahnya hanya petugas satpam. Ibunya pedagang. Yang membedakan, kini dia sudah membuka usaha. Jual pulsa. Juga, makanan. Pembelinya adalah teman-teman di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS).

Setiap hari dia harus membawa makanan yang dimasak ibunya. Modalnya berasal dari uang bidikmisi. Selama tiga bulan kuliah dia mendapat jatah Rp 1,95 juta untuk keperluan kuliah. Nah, uang tersebut diputar untuk bisnis.

’’Anda dengar?’’ tanya Dahlan kepada Puji. Itu contoh yang bisa ditiru. Dahlan menjelaska­n bahwa pebisnis tidak mempermasa­lahkan modal. Jika kreatif seperti Ayu, uang bidikmisi bisa jadi modal. ’’Sekarang Anda berdua tukar nomor telepon. Kalau perlu nanti tidur rumah dia. Lihat bagaimana dia menjalanka­n bisnisnya,’’ jelasnya.

Dahlan mengatakan, pebisnis harus tahan banting. Mayoritas pebisnis sukses sudah merasakan sakit hati, pernah ditipu, dan diutangi. Bos warung kopi Riswanto menyahut. Dia menyatakan sering diutangi. Banyak mahasiswa yang datang untuk ngopi, tetapi tidak membayar. Berutang. ’’ Ngomongnya utang. Tahu-tahu sudah lulus,’’ jelas Riswanto berkelakar.

Dahlan menguatkan Riswanto agar terus berkembang meski banyak yang berutang. Kepada Puji, Dahlan juga berpesan agar segera memulai usaha. Tidak perlu pusing memikirkan modal atau menunggu lulus kuliah. Jika nantinya banyak diutangi pembeli sebagaiman­a cerita Riswanto, Puji harus bangkit lagi.

Pembicaraa­n itu tidak lebih dari 30 menit. Dahlan lantas pamit. Namun, peserta merasa belum puas. Belum ada sesi tanya jawab. Namun, Dahlan menegaskan bahwa ilmu bisnis tidak hanya ditemukan di seminar. Pebisnis tidak banyak mengeluh dan bertanya. Mereka harus bisa mencari jawaban sendiri. (sal/c15/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia