Ngebut Proyek Infrastruktur
IBARAT ngebut di jalan tol, pembangunan dan pelanjutan infrastruktur di zaman Presiden Joko Widodo kian melesat. Jawa Timur pun mendapat berkah. Dua hari lalu diresmikan tol Surabaya–Jombang ( Jawa Pos, 11 September kemarin). Sebelumnya diselesaikan jalur Gempol–Pandaan. Selain sedang mengebut penyambungan total tol trans-Jawa, sedang dikebut pula penyelesaian tol Pandaan–Malang.
Gerak cepat penambahan infrastruktur ini juga nyaris sepi dari kritik. Tak banyak pula terdengar komplain pembebasan lahan. Padahal, masalah lahan ini selalu jadi alasan kelanjutan pembangunan infrastruktur ngos-ngosan. Ternyata, ketika diiringi ketegasan, dinego sewajarnya, yang menolak dikonsinyasi ke pengadilan, hasilnya terasa sekali. Ada percepatan pembangunan yang pantas jadi legacy Jokowi kelak.
Hasil yang cukup kentara ini juga ikut meredupkan protes soal utang negara yang menggembung. Toh, utang itu banyak yang untuk infrastruktur. Uangnya tidak ’’hilang’’, tetapi semacam investasi jangka panjang untuk basis ekonomi, terutama percepatan transportasi logistik bangsa. Mungkin kelak akan berat mencicil utang itu. Namun, selama fasilitas-fasilitas yang dibangun masih berfungsi, diasumsikan ada kontribusi ekonomi produktif yang terus berjalan.
Andalan infrastruktur ini lumayan bisa jadi warna berbeda dari kendurnya sektor-sektor lain, seperti hukum dan pemberantasan korupsi, serta kesenjangan sosial. Kalau ngebut infrastruktur ini jadi pengalih perhatian, boleh saja. Toh, ada hasil konkret. Karena sepertinya rezim ini kewalahan ketika harus membenahi sektor hukum dan pemberantasan korupsi, serta kesenjangan sosial. Meski ini semua juga jadi janji kampanye.
Tak heran dalam pembangunan ’’infrastruktur’’ apa pun, hukum dan keadilan terkesan bukan jadi pertimbangan utama. Seperti reklamasi Teluk Jakarta dan proyek kota kaya baru Meikarta. Minim evaluasi (apalagi berdasar Pancasila) dan bablas seperti di tol tanpa gerbang. (*)