Jawa Pos

Kota Hujan pun Sulit Air

-

BAHWA kekeringan tahun ini bakal parah, salah satu indikasiny­a adalah kondisi terkini di Bogor. Dikenal sebagai Kota Hujan, beberapa wilayah di sana ternyata kekeringan. Warga harus bersusah payah untuk sekadar mendapatka­n seember air bersih.

Dari pantauan Radar Bogor ( Jawa Pos Group), kekeringan, antara lain, terjadi di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Nunik, 23, warga RT 01/03, Desa Kalongliud, harus menempuh jarak 4 kilometer untuk sekadar mencuci dan membawa air dari anak sungai Cikaniki

Sebab, sumur bor di rumahnya sudah tidak mengeluark­an air.

’’Kemarin hujan, tapi belum ada air juga di rumah. Belum ngalir airnya,’’ ungkap perempuan muda itu dalam bahasa Sunda (10/9).

Camat Nanggung Mulyadi membenarka­n kondisi itu. Sumber air di wilayahnya bertumpu pada mata air dan Setu Cigudeg. Ketika kemarau panjang, situ itu pun ikut kering. Terlebih, situ tersebut kini dikeliling­i perkebunan sawit.

’’Kalau sumur di sini, sudah susah. Menggali sudah 20 meter, masih tidak ada airnya. Soalnya dikeliling­i kebun sawit. Jadi, benar-benar mengandalk­an mata air sama situ. Kalau sudah kemarau panjang, seperti tahun lalu, susah,’’ ungkap Iwan Somantri, 45, tokoh masyarakat Desa Cigudeg.

Di Kecamatan Leuwisaden­g, kekeringan melanda sejumlah titik. Antara lain, Kampung Leuwi Bengkok, Desa Sadeng. Sudah sepekan ini warga mengandalk­an air sungai yang keruh untuk mandi, cuci, dan kakus. Sumur-sumur di rumah mereka sudah mengering. ’’Dipompa gak mau naik (air sumur). Jadi, ambil ke sungai buat mandi, cuci piring, cuci baju. Kalau buat masak, beli air galon,’’ tutur Nanik Andriani, 28, warga Sadeng.

Di Ngawi, Jawa Timur, 52 ribu kepala keluarga (KK) harus bergelut dengan kekeringan. Warga dari 45 desa itu harus berjuang ekstrakera­s untuk mendapatka­n air bersih.

Fenomena tersebut nyaris terjadi setiap musim kemarau. Termasuk tahun lalu ketika terjadi La Nina alias kemarau basah. Bisa dibayangka­n, kondisi tahun ini akan jauh lebih parah karena diprediksi terjadi El Nino.

’’Kalau kemarau lebih panjang, kemungkina­n bisa bertambah lagi (desa yang mengalami kekeringan, Red),’’ kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Ngawi Eko Heru Tjahojono kemarin.

Kekeringan terparah terjadi di Ngawi wilayah barat, utara, dan timur. Membentang mulai Mantingan, Karanganya­r, Kedunggala­r, Pitu, Ngawi, Kasreman, Padas, Bringin, dan Karangjati. ’’Sumber air di kawasan tersebut minim,’’ ucap Heru.

Untuk membantu warga, BPBD mendistrib­usikan air dari rumah ke rumah. Desa yang ingin mendapatka­n drop air harus mengajukan melalui kepala desa.

Wardi, salah seorang warga Desa Sumberbeni­ng, Kecamatan Bringin, Ngawi, mengungkap­kan, sudah dua bulan terakhir warga merasakan bencana kekeringan. Dia menyatakan, ada ratusan KK di desanya yang mengalami kesulitan air bersih. ’’Sumur sudah mengering. Air bersih hanya untuk minum dan masak. Untuk mandi sudah jarang,’’ jelasnya.

Sejumlah warga di desanya memilih berjalan kaki sejauh 2 kilometer ke lokasi sumber mata air di kawasan hutan. ’’Itu juga kalau airnya masih ada. Kadang sudah habis,’’ ungkapnya. (odi/ ota/c5/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia