Penjara 18 Tahun untuk Pembantai PRT
SURABAYA – Vian Ahmad Fauzi harus menghabiskan masa mudanya di dalam penjara. Pembunuh Tasri, pekerja rumah tangga di Puncak Permai, itu diganjar oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan hukuman selama 18 tahun penjara.
Di Ruang Kartika, Vian yang bertubuh kerempeng hanya menunduk sepanjang persidangan yang mengagendakan pembacaan vonis. Kedua tangannya tampak saling menggenggam. Namun, ekspresi wajahnya berubah saat Yulisar, ketua majelis hakim, membacakan inti putusannya.
’’Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan yang direncanakan,” ujar Yulisar. Dalam putusan itu, hakim menyepakati dakwaan primer jaksa penuntut umum (JPU). Dia menganggap Vian harus mempertanggungjawabkan perbuatannya menghabisi Tasri
Berdasar fakta di persidangan, upaya membantai Tasri juga direncanakan terlebih dahulu. Meski, berdasar pengakuannya, pria asal Lumajang itu hanya ingin mengambil barang berharga di rumah Simon Raharjo Tanzil, majikan Tasri.
Dengan dalih berjaga-jaga, dia lebih dahulu mengambil senjata tajam di warung dekat TKP. Dia mengambilnya begitu saja karena kebetulan warung tersebut tutup. Namun, usahanya untuk menguras harta pemilik rumah gagal karena pengamanan rumah majikan Tasri yang serba-otomatis.
Saat dipergoki Tasri yang sedang mengepel di bawah tangga, tanpa pikir panjang, Vian langsung memukul pelipis kanan korban. Begitu jatuh, lehernya digorok dengan pisau yang dibawanya. Vian melakukan itu karena takut aksinya dilaporkan Tasri kepada pemilik rumah.
Aksi sadis Vian tersebut dianggap Yulisar sangat meresahkan masyarakat. Namun, sikapnya yang sopan selama persidangan, mengakui, dan menyesali per- buatannya menjadi pertimbangan meringankan. Selain itu, dia masih muda sehingga punya kesempatan untuk memperbaiki diri. ’’Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 18 tahun, dikurangi selama terdakwa ditahan,” terangnya.
Atas putusan itu, Vian sempat berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Frendika Suda Utama. Setelah lima menit berunding, dia memilih menerima putusan hakim. ’’Saya menerima Yang Mulia,” ujar pria berkumir tipis itu lirih.
Ketika dikonfirmasi setelah persidangan, Frendika menyebutkan alasan terdakwa menerima putusan hakim. Menurut dia, kliennya merasa sangat menyesal dan ingin menebus perbuatannya dengan hukuman tersebut. Vian berharap bisa mendapatkan pencerahan selama masa penahanan. ’’Dia berharap bisa mendapatkan remisi agar hukumannya segera usai,” tuturnya.
Sementara itu, JPU Samsu J. Efendi Banu juga menerima putusan hakim. Alasannya, pertimbangan hakim sama dengan pertimbangan JPU. Putusan juga sudah 2/3 dari tuntutan. ’’Kami kan menuntut 20 tahun. Jadi, kami anggap putusan ini sudah baik,” terangnya. (aji/c7/git)