Karya Sastra Lokal Kian Diminati
SURABAYA – Minat terhadap sastra lokal terus ditumbuhkan. Kini animo terhadap pertumbuhan karya sastra lokal mulai menunjukkan tren positif. Baik sastra lokal berbahasa Indonesia maupun berbahasa daerah.
Koordinator Pengkajian Balai Bahasa Jawa Timur Mashuri menyatakan, produksi karya sastra di Jawa Timur cukup membanggakan. Secara kualitas, para penulis lebih berani bereksperimen. Tema-tema yang diangkat juga lebih bervariasi dengan tema umum. ”Mulai ludruk, kerbau di Madura, dan sebagainya,” katanya.
Bukan hanya produksi karya sastra, tapi juga para penulis atau orang-orangnya. Demikian pula militansinya. Masyarakat semakin melek sastra. ”Kalau dulu kalangan elite saja, sekarang makin banyak yang kenal sastra,” tutur Mashuri.
Dia mengakui, karya sastra lokal tidak bisa dibandingkan dengan karya sastra barat. Meski di pertokoan banyak karya sastra barat, dari segi perbukuan, keduanya tidak bisa dibandingkan. ”Itu biasanya dari segi pasar, memang banyak novel populer,” ungkapnya.
Menurut Mashuri, sastra dan novel merupakan dua hal yang bisa dibedakan. Novel, terang dia, biasanya lebih santai. Isinya tentang petualangan. Sementara itu, sastra lebih bersifat pencerahan. Idealismenya masih tinggi. Biasanya sastra menyasar komunitas-komunitas tertentu. ”Menjadikan diri matang, idealis,” kata Mashuri.
Buku-buku sastra juga kian banyak yang bermunculan. Mulai buku-buku kumpulan puisi sampai sastra daerah. Agar sastra kian semarak, pihaknya mengajak para siswa aktif membaca dan menghasilkan karya sastra.
Di sisi lain, budaya menulis dioptimalkan di kalangan siswa di sekolah. Termasuk melalui budaya literasi. Kepala SDN Wonorejo IV Rita Erwiyah menguraikan, literasi di sekolah dikembangkan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Banyak cara yang dilakukan untuk menyuburkan budaya literasi. Salah satunya, membiasakan membaca rutin. Kegiatan itu dilakukan 20 menit sebelum pelajaran dimulai.
Selain sebagai hiburan, membaca rutin menambah wawasan peserta didik. Di antaranya, memperkaya kosakata dan pengetahuan.
Tidak sekadar membaca, setiap siswa juga dibiasakan menulis. Tiap murid diajak membuat satu buku. Setidaknya, hal tersebut dilakukan tiap triwulan.
Para siswa bisa saling bertukar buku. Buku-buku itu juga bisa untuk menambah koleksi perpustakaan. ”Kami me ngem bangkan literasi dengan buku harian,” kata Rita. (puj/c25/git)