Hanya Disanksi Teguran Tertulis
RS Mitra Keluarga Kalideres Lakukan Maladministrasi
JAKARTA – Hasil investigasi yang dilakukan Kemenkes atas kasus kematian bayi Tiara Debora dilaporkan ke Komisi IX DPR kemarin (13/9). Ada beberapa fakta yang menunjukkan terjadinya maladministrasi oleh pihak RS Mitra Keluarga Kalideres. Di antaranya, pasien akan membayar biaya perawatan, sementara pihak RS tahu sejak awal bahwa pasien adalah peserta BPJS Kesehatan.
Dalam kondisi itu pula, keluarga pasien dimintai uang muka saat akan dilakukan perawatan lanjutan di pediatric intensive care unit (PICU). Ketika pasien membayar dalam kondisi sebagai peserta BPJS, pihak RS menerima uang tersebut. Meski demikian, didapati pula fakta bahwa pasien sudah menjalani perawatan sejak datang di instalasi gawat darurat (IGD). Pihak RS juga menawarkan ambulans, tetapi ditolak oleh keluarga pasien.
Menkes Nila F. Moeloek menje- laskan, tim menyimpulkan adanya kesalahan pada layanan administrasi dan keuangan yang diberikan pihak RS. Kebijakan internal RS dinilai belum berjalan dengan baik. ’’Dan, adanya kebijakan uang muka yang tidak se- jalan dengan peraturan perundang-undangan,’’ terangnya.
Meski demikian, pihak RS dianggap sudah memberikan layanan medis kepada Debora. Hanya, tetap akan ada audit medis untuk memastikan kesesuaian dengan standar yang ada. Berdasar hal itu, Nila meminta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menjatuhkan sanksi. ’’Sanksinya berupa teguran tertulis. Sedangkan sanksi lain akan ditentukan setelah dilaksanakan audit medis,’’ lanjutnya. Dinkes Provinsi DKI akan mengoordinasi audit medis tersebut.
Menanggapi laporan itu, Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay menyatakan bahwa komisi IX mengapresiasi langkah Kemenkes tersebut. Sebab, Menkes bekerja sesuai janjinya. Yakni, menuntaskan investigasi dalam waktu 2 x 24 jam. Hanya, dia mengingatkan agar hal itu tidak hanya menjadi laporan sepintas.
Meski mengapresiasi, Saleh tetap mengkritik laporan tersebut. ’’Kelihatannya Kemenkes belum fokus pada pelanggaran UU No 36/2009, khususnya pasal 32 dan 90,’’ katanya.
Pasal 32 UU Kesehatan menegaskan bahwa dalam kondisi da rurat, fasilitas kesehatan (faskes) pemerintah maupun swasta wajib memberikan layanan untuk penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. Dalam kondisi tersebut, faskes juga dilarang menolak pasien ataupun meminta uang muka.
Pelanggaran terhadap ketentuan itu bisa membuat kepala faskes dipidana penjara maksimal dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Bila pelanggaran tersebut membuat pasien meninggal atau cacat, pimpinan faskes dipidana maksimal 10 tahun penjara plus denda paling banyak Rp 1 miliar. (byu/c6/oki)