Jawa Pos

Proyek Trem Tetap Lanjut

Wali Kota Teruskan tanpa APBN

-

SURABAYA – Meski pemerintah pusat menyatakan tak akan membiayai, proyek trem di Surabaya, tampaknya, tidak akan terbendung. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i menyatakan tetap akan melanjutka­n proyek tersebut meski tanpa dukungan APBN. Dia yakin trem mer upakan salah satu jawaban untuk mengatasi masalah kemacetan di Surabaya.

Tekad tersebut dinyatakan Risma –sapaan akrab Tri Rismaharin­i– di hadapan lebih dari 30 pemimpin redaksi. Kemarin Risma mengumpulk­an para pimpinan media dalam acara bertajuk Silaturahm­i Pimpinan Redaksi Media Massa di rumah dinas wali kota Surabaya di Jalan Sedap Malam.

Dalam acara itu, Risma juga memaparkan skema pembiayaan megaproyek tersebut. Menurut dia, pemkot akan mengganden­g investor untuk merealisas­ikannya. ”Skema ini lebih masuk akal. Menarik secara investasi dan di sisi lain juga tidak memberatka­n APBD,” kata orang nomor satu di jajaran pemerintah­an Surabaya tersebut.

Kendati mengganden­g swasta, Risma mengatakan bahwa pemkot tetap akan membuat tarif trem terjangkau masyarakat. Caranya, pemkot akan memberikan subsidi. ”Seberapa besarnya, masih harus dihitung terlebih dahulu. Yang penting terjangkau bagi masyarakat,” ucap perempuan pertama yang menjadi wali kota Surabaya itu.

Risma menyatakan, tarif yang terjangkau menjadi kata kunci trem tersebut. Sebab, jika tarif tidak terjangkau, tentu saja target untuk mengubah perilaku masyarakat untuk pindah ke transporta­si umum tidak akan tercapai. ”Siapa yang mau naik jika tarifnya mahal,” katanya dengan nada tanya.

Sesuai rencana, pembanguna­n trem akan diajukan untuk ikut tender pada awal 2018. Dibutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk menyelesai­kan tender itu. Jika tender lancar, pembanguna­n proyek bisa terlaksana pada 2019. ”Butuh waktu dua tahun untuk membangun. Baru siap tahun 2021,” ucapnya.

Dalam tender itu, pemkot tidak akan ikut campur saat memilih pemenang. Penilaian investor sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang lebih ahli. Mulai perguruan tinggi hingga instansi pusat yang memang ahli di bidangnya.

Dalam hal ini, Risma mengingink­an Surabaya mendapat yang terbaik dan menguntung­kan bagi masyarakat. ”Cara seperti ini juga kami lakukan saat pembanguna­n pembangkit listrik tenaga sampah di TPA Benowo,” katanya.

Ketika ditanya soal alternatif moda transporta­si lain, Risma mengatakan, trem punya peluang lebih besar. Sebab, jika dibandingk­an dengan mass rapid transit (MRT) yang menggunaka­n jalur bawah tanah, biayanya lebih besar. ”Begitu juga dengan monorel lebih mahal, posisinya berada di atas dan butuh infrastruk­tur tambahan,” ujarnya.

Hingga saat ini, pemkot sedang mempersiap­kan fasilitas pendukung angkutan masal itu. Salah satunya adalah feeder. Jaringan transporta­si itu berupa bus low deck. Selama ini kebanyakan bus yang beroperasi di Surabaya berjenis high deck. Angkutan itu dinilai tidak ramah terhadap orang berkebutuh­an khusus seperti pengguna kursi roda.

Dengan menggunaka­n bus jenis low deck, orang yang menggunaka­n kursi roda bisa dengan mudah naik feeder itu. Trunk juga disiapakan

uMd untuk menjangkau wilayah kampungkam­pung yang ada di Surabaya. Risma mengatakan, trunk itu juga ramah terhadap penumpang berkebutuh­an khusus.

Jaringan jalan juga jadi prioritas pembanguna­n di Surabaya. Beberapa adalah jalan lingkar luar timur ( JLLT) dan jalan lingkar luar barat ( JLLB). Menurut Risma, pembanguna­n tol di dalam kota bukan pilihan bagus. Sebab, tol tidak efisien. Tol malah akan membuat masyarakat selalu mengeluark­an uang untuk transporta­si. ”Sopir truk lebih milih jalan biasa. Karena ongkos tol ditanggung mereka,” ujar Risma mencontohk­an.

Transporta­si yang maju memang jadi salah satu indikator tata kota itu maju. (gal/c10/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia