Standardisasi Bengkel di Surabaya
SURABAYA – Kualitas bengkel di Surabaya bakal menjadi sorotan. Aturan itu tertuang dalam Perda 2/2016 tentang penyelenggaraan bengkel umum di Surabaya. Dinas perhubungan (dishub) sedang mengkaji petunjuk teknis dan pelaksanaan aturan tersebut.
Pasal 2 bab II menjelaskan tujuan perda itu. Yakni, mengendalikan penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor. Masyarakat harus mendapat pelayanan sesuai standar.
Layanan di bengkel, terutama yang tidak resmi, hampir tidak pernah terpantau. Kualitas bengkel juga sering berujung masalah. Misalnya, konsumen merasa rugi karena dipaksa mengganti suku cadang. Konsumen tidak tahu harus mengadu ke mana. Pihak bengkel dengan mudah mengelak apabila konsumen mempermasalahkan layanan tersebut.
Kabid Pengendalian dan Operasional Dishub Subagio Utomo menyatakan, perda yang didok 23 Februari 2016 itu mengulas layanan bengkel di Surabaya. Tujuan utamanya adalah mewujudkan kualitas kendaraan yang layak jalan. ”Banyak standardisasi yang ditetapkan pada aturan itu,” ucapnya.
Sistem mutu, ramah lingkungan, transparansi, pembuangan limbah, dan lokasi dicantumkan dalam peraturan tersebut. Bengkel yang tidak memenuhi persyaratan itu tak akan mendapatkan izin. Bengkel tersebut dianggap ilegal dan bisa ditertibkan kapan saja.
Setiap bengkel juga harus memiliki tempat penyimpanan, tempat parkir, dan ruang operasional yang memadai. Banyak bengkel yang menimbulkan kebisingan dan mengganggu jalur pedestrian. Biasanya, bengkel yang seperti itu tergolong home industry.
Dalam kurun waktu tertentu, pemilik bengkel mesti melapor. Misalnya, terkait jumlah kendaraan yang diperbaiki, lengkap dengan nomor polisinya. Lalu, seberapa besar tingkat kerusakannya. Jadi, pemerintah bisa mengetahui kondisi kendaraan di wilayah Surabaya.
Subagio menyebutkan, aturan itu akan diperkuat dengan peraturan wali kota. Draf peraturan wali kota sedang disiapkan. Pengkajian bahan yang menggandeng beberapa lembaga pendidikan masih berlangsung. ”Tahun ini selesai. Jadi, tahun depan bisa diterapkan,” ujarnya.
Sekretaris Dishub Dwija Wardhana meyakini bahwa aturan tersebut memiliki manfaat yang besar. Paling tidak, kendaraan yang keluar dari bengkel dipastikan layak jalan. Apabila tidak, bengkel yang melayani konsumen bisa dikenai sanksi. ”Semua demi kenyamanan masyarakat dalam berlalu lintas,” katanya.
Aturan itu juga menjelaskan bahwa bengkel bisa mengajukan layanan uji emisi. Tentu ada persyaratan yang mesti dipenuhi. Mulai perangkat yang harus dimiliki, sumber daya manusia, hingga manajemen perusahaan. Setelah persyaratan terpenuhi, tidak berarti izin langsung turun. Masih ada akreditasi dari Kementerian Perhubungan. ”Nanti, kementerian bakal memutuskan boleh menggelar uji emisi atau tidak,” tuturnya.
Bisa jadi, ke depan, layanan pengujian kendaraan bermotor tidak hanya berlangsung di dishub. Bengkel yang me ngantongi izin bisa menggelar kegiatan tersebut. Artinya, ada peluang baru bagi pengusaha bengkel di Surabaya. (riq/c18/dos)