Bupati Undang BPN dan TPT
Koordinasi Tanah Tak Bertuan Senilai Rp 31,4 Miliar
GRESIK – Tanah tak bertuan untuk pembangunan tol Surabaya–Mojokerto (Sumo) dan Krian–Legundi–Bunder (KLB) mendapat perhatian Bupati Sambari Halim Radianto. Orang nomor satu di Gresik itu bakal memfasilitasi penyelesaian persoalan tersebut. Terutama terkait penentuan status lahan yang sudah di- appraisal itu.
”Terus terang, kami baru mengetahui setelah mencuat di media. Maka, kami berusaha membantu,” kata Sambari kemarin.
Pejabat asal Dukun itu mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan seluruh instansi setelah mencuatnya temuan tersebut. Dari pertemuan itu, pemkab bakal mengadakan pembahasan khusus. ”Kami mengundang semua pihak. Baik tim pembebasan tanah (TPT), pihak desa, hingga BPN,” katanya.
Sambari menyebutkan, masih bisa dicarikan solusi atas persoalan itu. Salah satunya lewat penelusuran status kepemilikan tanah-tanah tersebut. Hal itu bisa dilakukan melalui pengecekan seluruh dokumen tanah di seluruh instansi pemerintahan, terutama di tingkat desa hingga dusun. Mulai buku C hingga kretek desa.
Dia pun optimistis status kepemilikan lahan-lahan ”anonim’’ itu bisa ditelusuri. ”Sebab, dari dokumen-dokumen itu, sebenarnya sudah bisa diketahui status kepemilikannya,” ucapnya.
Di tol KLB, tercatat ada 34 di antara 186 bidang tanah dan bangunan yang berstatus tanpa nama ( no name). Uang ganti ruginya mencapai Rp 22 miliar. Di proyek tol Sumo, ada empat bidang tanah yang tidak diketahui pemiliknya. Nilai ganti ruginya Rp 9,4 miliar. Jadi, totalnya Rp 31,4 miliar. Seluruh lahan itu sudah masuk tahap konsinyasi melalui pengadilan negeri (PN). Namun, gara-gara status no name tersebut, seluruh uang yang telah dititipkan itu tak kunjung diambil.
Wabup periode 2000–2005 itu menyatakan, regulasi proses pembebasan lahan untuk kepentingan umum saat ini memang sudah berubah. Seluruhnya ditangani oleh TPT bersama BPN. Sementara itu, pemkab tidak lagi terlibat aktif dalam proses tersebut. Karena itu, pihaknya cukup heran dengan mencuatnya temuan adanya lahan-lahan tak ” bertuan’’ tersebut. ”Maka, kita coba fasilitasi. Sebab, ini menyangkut kepentingan publik. Semoga ada solusi,” ucapnya.
Lantas, mengapa pemilik tanah tidak diketahui? Berdasar penelusuran Jawa Pos, banyak faktor yang mengakibatkan tanah tersebut ’’tak bertuan”. Salah satu yang jamak terjadi adalah proses jual-beli tanah tidak tercatat di desa setempat. Akibatnya, pemerintah desa tidak bisa mengidentifikasi identitas pemilik dalam dokumen desa. Salah satu kasusnya terjadi di Desa Pranti, Kecamatan Menganti. ’’Memang ada satu bidang lahan yang pemiliknya tidak jelas. Lahan ini kena proyek tol KLB,” ujar Kasi Pemerintahan Desa Pranti Bayan Heri kepada Jawa Pos.
Lahan tersebut terdapat di Dusun Kemorogan, Pranti. Total luasnya 300 meter persegi. Namun, yang dibebaskan untuk tol KLB sekitar 90 meter persegi. Harga per meter persegi sekitar Rp 370 ribu. Dengan demikian, total uang pembelian sekitar Rp 33 juta. Uang untuk lahan tersebut termasuk yang terkena konsinyasi. (ris/mar/c6/dio)