Vonis Dua Penggagas Lebih Berat
SURABAYA – Tujuh terdakwa kasus pesta gay akhirnya mendapat hukuman. Kemarin (18/9) hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis untuk mereka. Dua inisiator atau penggagas pesta syahwat sejenis itu mendapat hukuman paling berat.
Tujuh terdakwa tersebut adalah Ken Harys Alias Bela, Ahmad Salamun, Singgih Dermawan, Iswantoro, Andreas Lukita, Jarot Pahala Andreas, dan Ahmad Sodik
Namun, sudah empat tahun berjalan, realisasi anggaran dari pemerintah pusat hanya mentok pada janji-janji. Puncaknya, Juni lalu pemerintah pusat memutuskan bahwa proyek trem segera berjalan. Lelang rencananya dimulai September.
Namun, belakangan diketahui, pemerintah pusat memastikan tidak bakal melakukan pembiayaan proyek angkutan masal di Surabaya itu.
Seperti dikatakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya, pemerintah pusat memberikan jalan keluar melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Hal tersebut membuat pemkot semakin gencar menempuh jalur alternatif.
Agus menjelaskan, pemkot bakal mengundang pakar-pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Bappeko sedang mencari waktu yang tepat untuk mempertemukan seluruh pakar dalam satu FGD. ”Tahun 2013 sudah pernah kami undang. Tahun ini mereka kami undang lagi,” ucap alumnus ITS tersebut.
Hasil diskusi saat itu tidak bisa dipakai lagi sekarang. Sudah tidak relevan. Sebab, sudah banyak perubahan yang terjadi. Anggaran trem dengan detail engineering design (DED) pada 2015 ditaksir mencapai lebih dari Rp 2 triliun. Karena anggaran tersebut sangat bergantung pada nilai tukar dolar dan memperhitungkan inflasi, pembengkakan anggaran sangat mungkin terjadi. Diperkirakan, saat ini anggaran sudah membengkak jadi Rp 3,8 triliun. Pembahasan pun dimulai dari nol.
Agenda pembahasan dengan para akademisi dilakukan awal Oktober nanti. Saat itu pemkot memiliki waktu luang untuk pembahasan. Sebab, hingga akhir September ini waktu pemkot tersita untuk pembahasan perubahan anggaran keuangan (PAK). Sedangkan pada November pemkot harus menyelesaikan rancangan APBD 2018. ”Dari hasil diskusi itu nanti pemkot menentukan langkah,” kata dia.
Opsi sharing anggaran antara APBN dan APBD sempat muncul. Namun, Agus menerangkan bahwa pembangunan trem tidak mungkin menggunakan dana APBD. Pada 2018 nanti APBD diproyeksikan sebesar Rp 8,8 triliun. Sebanyak Rp 2,1 triliun bakal tersedot untuk belanja pegawai. Belum ditambah anggaran pendidikan, pembangunan jalan, dan pengadaan tanah yang menelan biaya sangat besar. Jika proyek trem dipaksakan menggunakan APBD, anggaran untuk proyek lain bisa terganggu. ” Ora mungkin lah kalau pakai APBD,” ujarnya.
Anggaran APBD untuk trem hanya dialirkan bagi sarana penunjang trem, yakni pelebaran Jalan Darmo dan Simpang Dukuh. Selain itu, pemkot memperlebar jalur pedestrian di Jalan Tunjungan dengan maksud menggelorakan budaya jalan kaki dan naik kendaraan umum.
Masalah trem menjadi pembahasan tiga pimpinan DPRD kemarin (18/9). Mereka adalah Masduki Toha, Aden Darmawan, dan Ratih Retnowati. Tiga wakil ketua DPRD tersebut berbincang-bincang di ruangan Masduki. ”Kalau saya sepakat BOT ( build-operate-transfer, Red),” tutur politikus PKB itu.
Sistem kerja sama BOT sudah sering dilakukan. Misalnya pada proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo, HiTech Mall, hingga proyek air PDAM Umbulan. Pemerintah menggandeng swasta dalam pembangunan proyek. Pemanfaatan dan pengelolaan proyek bakal sepenuhnya diserahkan kepada investor. Dalam rentang waktu yang telah disepakati, proyek tersebut bakal diserahkan kepada pemkot seutuhnya.
Masduki juga sudah tidak mau diberi janji palsu oleh pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat serius mendanai proyek trem, harus ada MoU ( memorandum of understanding). Dengan begitu, pemkot bisa menagih janji tersebut. Selama ini janji yang diberikan selalu terlontar secara lisan. ”Saya pernah ikut rapatnya. Katanya akan dibiayai, tapi nyatanya? Kosong,” cetus mantan ketua GP Ansor Surabaya itu.
Aden Darmawan menilai proyek tersebut terlalu dipaksakan. Selama belum ada kepastian dari pusat, Aden menyarankan pemkot berfokus menangani masalah lain. ”Lebih baik bikin jalan, menganggarkan untuk kesehatan atau pendidikan. Yang pasti-pasti saja,” tutur politikus Partai Gerindra itu. (sal/c9/ano)